Kisah Soegeng Soejono Pulang ke RI, 35 Tahun 'Dibuang' & Diselamatkan Negeri Komunis
Di usia yang masih muda, Soegeng harus menjalani kehidupannya di luar negeri tanpa kerabat. Seraya dibuang, hingga 35 tahun berlalu. Akhirnya berkat bantuan seorang kawan, Soegeng bisa berjumpa keluarga dan menepati janjinya.
Perjalanan hidup Soegeng Soejono muda sebagai eksil politik peristiwa 1965 menarik ditelusuri. Kala itu sebagian warga Indonesia tersebar di wilayah Eropa untuk belajar atau menjadi delegasi negara.
Soegeng termasuk mahasiswa yang menerima beasiswa pada September 1963. Meski akhirnya ia harus rela dicabut hak kewarganegaraannya karena menolak Orde Baru lalu dicap sebagai komunis.
-
Bagaimana KEK Singhasari memanfaatkan sejarah? Keunggulan lain dari KEK Singhasari yakni adanya sektor pariwisata dengan tema heritage and sejarah. Hal ini dilatarbelakangi nilai situs sejarah kerajaan Singhasari.
-
Kenapa Teungku Chik Pante Kulu menulis Hikayat Prang Sabi? Tulisannya ini bertujuan untuk membakar semangat juang melawan penjajah Belanda.
-
Bagaimana sejarah Lembah Anai terbentuk? Konon, dulunya air terjun ini menjadi saksi bisu pergerakan rakyat Minang dalam melawan penjajahan. Pada masa kolonial, masyarakat setempat dipaksa untuk menjadi pekerja membangun jalan lintas Sumatera yang menghubungkan antara Kota Padang dan Padang Panjang via Lembah Anai.Masyarakat Minang yang bekerja dalam proyek pembangunan jalan tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh, bahkan bisa berhari-hari dari tempat mereka tinggal menuju lokasi pembangunan jalan.
-
Bagaimana Asisi Suharianto menyajikan kisah-kisah sejarah? Asisi dan sang istri pun mendapatkan pengalaman luar biasa selama keliling dunia. Keduanya bertemu dengan saksi mata maupun para korban perang masa lalu di beberapa negara.
-
Bagaimana sejarah Museum di Puro Mangkunegaran? Museum ini terletak tak jauh dari Balai Kota Solo, berdasarkan sejarahnya, museum ini sudah dibangun sejak tahun 1867 dan dulunya digunakan sebagai kantor untuk De Javasche Bank Agentschap Soerakarta.
-
Bagaimana sejarah Waduk Sempor? Waduk Sempor diresmikan pada 1 Maret 1978 yang ditandai dengan adanya prasasti bertanda tangan Presiden Soeharto. Semula, waduk ini difungsikan sebagai sumber pengairan bagi sejumlah kompleks persawahan di sekitarnya. Namun lambat laun waduk itu menjadi destinasi wisata baru bagi warga sekitar.
Di usia masih muda, Soegeng harus menjalani kehidupannya di luar negeri tanpa kerabat. Berkat bantuan seorang kawan, Soegeng bisa berjumpa keluarga dan menepati janjinya.
Berikut kisahnya.
Bertemu secara Rahasia
Akibat gejolak politik di Indonesia tahun 1965, Soegeng termasuk yang dicabut kewarganegaraannya. Akhirnya secara diam-diam ia bertandang ke Amsterdam, Belanda, menemui kakaknya.
Soegeng menceritakan segala kegundahannya. Lantaran kewarganegaraannya dicabut dan dituduh komunis. Ia tak tahu pasti konflik apa yang sebenarnya tengah melanda Indonesia.
"Kejadian itu (Orde Baru) tahun 1965 ya. Kebetulan tahun 1966 saya bisa ketemu secara rahasia dengan kakak saya yang tertua di Amsterdam. Di mana saya berbincang-bincang tentang nasib saya dan tidak bisa pulang," kata Soegeng seperti dikutip dari kanal YouTube NikolasCestuje (Nikola Berpetualang).
Kanal YouTube NikolasCestuje (Nikola Berpetualang) ©2021 Merdeka.com
Meski begitu, Soegeng mengaku bersyukur. Ia masih memiliki kesempatan berjumpa saudaranya. Keluarganya pun dalam keadaan baik.
"Berkat pertemuan itu, keluarga saya tidak ada problem dan sudah direstui oleh keluarga. Jadi saya lebih enak, tidak seperti teman lain yang tidak bisa bertemu keluarga sama sekali," imbuhnya.
Setelah Dibuang 35 Tahun
Kanal YouTube NikolasCestuje (Nikola Berpetualang) ©2021 Merdeka.com
Akhirnya, keinginan besar Soegeng untuk bisa pulang pun terlaksana. Semua berkat bantuan dari kawannya yang tak mau disebutkan namanya.
Kala itu temannya bertugas di Kementerian Luar Negeri di KBRI negara Ceko. Ia memahami keadaan Soegeng dan berusaha membantu.
"Kembali ke Indonesia, tahun 1998 terjadi reformasi. Kita dulu tidak pernah ke KBRI, pada waktu itu kebetulan yang jadi duta besar kawan kami. Dan beliaulah yang berusaha di Kemenlu. Orang-orang seperti saya yang dianggap jahat, itu sebenarnya orang normal dan cinta tanah air. Berkat kawan saya itu saya bisa pulang," ungkap Soegeng.
Pria yang menjalani pendidikan di Charles University itu akhirnya bisa pulang di usia 59 tahun. Setelah 35 tahun berlalu, Soegeng masih merasakan sisa-sisa pemerintahan Presiden Soeharto yang hampir lengser.
"Sekitar bulan April pemerintahan Soeharto masih ada. Jadi waktu dia lengser, saya ada di Pulau Bali. 35 Tahun enggak bisa lihat tanah air. Sebelumnya saya tinggal di Kebayoran," paparnya.
Ikrar Soegeng Tercapai
Pernikahan Soegeng, Kanal YouTube NikolasCestuje (Nikola Berpetualang) ©2021 Merdeka.com
Rindu akan Indonesia kian memuncak. Soegeng menceritakan saat tidak bisa pulang, ia membuat ikrar. Sebuah janji sederhana yang masih terngiang hingga di usia senjanya itu.
"Sampai saya dulu pernah berikrar, kalau nanti saya bisa sampai ke tanah air. Masih sempat, saya akan cium tanah saya itu. Tanda cinta saya kepada tanah air," ujar Soegeng.
Cium Tanah Basah
Harapan Soegeng untuk pulang ke Indonesia akhirnya terwujud. Seketika ia ingat akan ikrarnya semasa muda dulu. Tapi saat itu, Bandara Soekarno-Hatta dipenuhi lantai beton.
"Pada waktu keluar dari Bandara Soekarno-Hatta, saya ingat bahwa saya berjanji waktu itu. Tapi di sana kok beton semua itu. Padahal janji saya kan tanah. Waktu saya keluar, dijemput keluarga cukup banyak. Saya bilang, 'nanti dulu saya ada hajat'," tutur Soegeng.
Kanal YouTube NikolasCestuje (Nikola Berpetualang) ©2021 Merdeka.com
Sebelum ke rumah, Soegeng hengkang sekejap. Ia pamit ke keluarga. Nahasnya hujan belum lama turun, sehingga Soegeng harus mencium tanah basah. Sontak saja keluarganya tertawa, sekaligus terharu melihat bentuk kecintaannya tersebut.
"Saya pergi mana yang ada tanah. Sialnya itu habis hujan, jadi saya mencium yang ada airnya. Keluarga terkekeh waktu saya ceritakan. Mereka juga merasa terharu dan mengakui, meskipun lama di luar negeri, cinta tanah air tak ada reda-redanya," pungkasnya tertawa.