Sosok KRT Wongsonegoro, Gubernur Pertama Jateng Setelah Kemerdekaan yang Pernah Ditunjuk sebagai Menteri Era Soekarno
Setelah tak aktif dalam kabinet pemerintahan, ia lebih banyak terlibat dalam pengorganisasian para penghayat kepercayaan.
Setelah tak aktif dalam kabinet pemerintahan, ia lebih banyak terlibat dalam pengorganisasian para penghayat kepercayaan.
Sosok KRT Wongsonegoro, Gubernur Pertama Jateng Setelah Kemerdekaan yang Pernah Ditunjuk sebagai Menteri Era Soekarno
Kanjeng Raden Mas Tumenggung (KRT) Wongsonegoro lahir di Surakarta pada 20 April 1897. Ayahnya merupakan abdi dalem panewu bagi Sri Susuhunan Pakubuwono X.
-
Siapa saja menteri Soekarno? Presiden Soekarno memimpin sendiri kabinet yang beranggotakan 21 orang menteri,' tulis Wahjudi Djaja dalam Kabinet-Kabinet di Indonesia.
-
Siapa Gubernur Jawa Barat pertama? Dr. Soetardjo Kertohadikusumo, Anggota Volksraad yang Menjabat Gubernur Jawa Barat Pertama
-
Kapan Soetardjo menjabat Gubernur Jawa Barat? Setelah kemerdekaan dikumandangkan, adanya pembentukan sistem pemerintahan daerah maka Soetardjo ditetapkan menjadi Gubernur Jawa Barat berdasarkan UU No. 1 Tahun 1945.
-
Dimana Soetardjo menjabat Gubernur Jawa Barat? Ia lahir di sebuah desa bernama Kunduran, yang berada di Blora, Jawa Tengah. Lahir pada 22 Oktober 1892, Soetardjo menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat yang bertempat tinggal di Gedung Sate.
-
Kapan Ganjar Pranowo menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah? Dikethaui, Ganjar merupakan seorang politisi mantan Gubernur Jawa Tengah dua periode sejak 23 Agustus 2013 – 5 September 2023.
-
Kenapa Soetardjo jadi Gubernur Jawa Barat? Setelah Indonesia merdeka, mulai dibentuklah suatu pelaksanaan pembagian daerah yang pada saat itu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan pembagian daerah menjadi 8 provinsi. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang terbentuk atas perundingan PPKI mengenai pemerintahan daerah di Indonesia. Masih bersifat sementara, gubernur Jawa Barat diampu oleh Dr. Soetardjo Kertohadikusumo.
Sebagai keturunan priayi, Wongsonegoro punya kesempatan mengenyam pendidikan lebih besar dibandingkan anak keturunan pribumi lainnya.
Setelah lulus sekolah, ia kembali ke Surakarta pada tahun 1917 dan mendapat pekerjaan di Landraad Solo, setingkat Pengadilan Negeri.
Karena kiprahnya di bidang hukum cukup bagus, ia mendapat beasiswa dari Pemerintah Kasunanan Surakarta untuk bersekolah di Rechts Hogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) dari Pemerintah Kasunanan.
Pada tahun 1929, Wongsonegoro berhasil menamatkan tugas belajarnya dan berhak atas gelar akademik Meester in de Rechten (Sarjana Hukum).
Pendidikannya yang cemerlang membuat kariernya terus berlanjut. Pada tahun 1939, ia diangkat menjadi Bupati Sragen dengan nama Bupati Raden Tumenggung Djaksonogoro.
(Foto: Wikipedia.org)
Pada tahun 1945, Wongsonegoro masuk dalam salah satu anggota BPUPKI. Saat itu, ia ikut bekerja mempersiapkan berbagai hal terkait aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal lain yang diperlukan dalam usaha pembentukan Indonesia merdeka.
Dalam BPUPKI sendiri, Wongsonegoro masuk ke dalam tim kecil dari sidang panitia Perancang UUD pada 11 Juli 1945 yang diketuai Ir. Soekarno. Tim kecil itu beranggotakan tujuh orang yaitu Dr. Soepomo, Achmad Soebardjo, AA Maramis, Raden Panji Singgih, Agus Salim, Soekiman, dan Wongsonegoro sendiri.
Dalam sidang itu, Wongsonegoro memberi usulan perlunya menambah frasa ‘dan kepercayaannya itu’ pada Pasal 29 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar 1945.
Diketahui, Pasal 29 ayat 1 berbunyi : “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa''. Sedang Pasal 29 ayat 2 berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Keberadaan frase ini memungkinkan pemerintah Indonesia semenjak awal kemerdekaan memberikan pengakuan resmi kepada keberadaan para penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana tertuang dalam UUD 1945. Dengan demikian, Wongsonegoro secara tidak langsung telah meletakkan dasar pentingnya kerukunan agama-agama dan aliran kepercayaan.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Wongsonegoro ditunjuk menjadi Gubernur Jawa Tengah, menggantikan R.P. Soeroso, pada 13 Oktober 1945. Tugas ini dilaksanakannya hingga 13 Oktober 1949.
Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur Jawa Tengah, Wongsonegoro melanjutkan kiprah kebangsaannya di tingkat nasional. Kiprah ini ditandai dengan masuknya Wongsonegoro sebagai anggota sejumlah kabinet pemerintahan Indonesia yang terus berganti di masa itu.
Pada tahun 1949-1950, ia ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri mewakili Partai Indonesia Raya. Pada tahun 1950-1951, ia menjabat sebagai Menteri Kehakiman.
Pada tahun 1951-1952, ia menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Pada tahun 1953-1955, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri.
Setelah beberapa waktu terlibat dalam kabinet pemerintahan, Wongsonegoro selanjutnya lebih banyak terlibat dalam pengorganisasian para penghayat kepercayaan.
Kedekatannya dalam aliran kebatinan terlihat dari kepribadian sehari-harinya. Sikap perilaku semasa hidupnya dituliskan pada monumen makamnya di Astana Kandaran, Sukoharjo, yang berbunyi “Janma Luwih Hambuka Tunggal, “ yang berarti orang yang mempunyai kemampuan lebih akan selalu mendekatkan diri dengan Sang Pencipta.
Selain itu, dalam monumen itu dituliskan juga “Haruming Sabda Haruming Budi,“ yang berarti orang yang selalu bertutur kata baik dalam arti yang benar, menggambarkan pribadi orang yang berbudi luhur.