Menag Yaqut: Umat Kristiani Punya Saham Atas Republik Ini, Jadi Jangan Minder
"Jadi nggak boleh merasa kecil, sama-sama punya saham kok, yang beda kan devidennya saja, nah pembagiannya itu dibuat harus proporsional," kata Menag Yaqut.
Wakil Menteri Keuangan (Menkeu) Tommy Djiwandono bertanya-tanya saat melihat adanya lukisan seorang pahlawan yang menggunakan kalung salib di Kantor Kementerian Agama (Kemenag).
Hal ini disampaikan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qaumas saat memberikan sambutan dalam acara Dialog Kebangsaan yang digelar Sayap Partai Gerindra yakni Gerakan Kristen Indonesia Raya (Gekira) di Hotel Bidakara, Jakarta, Sabtu (3/8).
"Hari Rabu kemarin saya mendapatkan tamu kehormatan Mas Tommy Djiwandono, datang ke kantor saya itu, ada sebuah lukisan besar, lukisan itu menggambarkan bagaimana Bung Karno itu sedang memapah seorang pahlawan yang gugur dan pahlawan ini menggunakan kalung salib. Mas Tommy tanya ke saya 'ini berani sekali masang gambar seperti ini'," ungkap Yaqut.
Kepada Tommy, Yaqut menjelaskan bahwa Kemenag milik semua agama dan bukan satu agama saja. Lukisan atau foto itu menjadi gambaran beragam agama yang diurus Kemenag.
"Bahwa Indonesia ini merdeka bukan hanya satu kelompok agama saja yang berjuang, tetapi umat Kristiani juga ikut berjuang kemerdekaan. Jadi bapak ibu sekalian umat Kristiani yang ada di sini memiliki saham atas republik ini, jadi jangan minder," sebutnya.
"Jadi nggak boleh merasa kecil, sama-sama punya saham kok, yang beda kan devidennya saja, nah pembagiannya itu dibuat harus proporsional," sambungnya.
Sementara itu, Ketua Umum Gekira Fary Djemy Francis menjelaskan, apa yang disampaikan Gus Yaqut seperti dialog yang diadakan dengan tema 'Merawat Perbedaan Mewujudkan Persaudaraan dan Keadilan Sejati.'
"Tema ini sangat aktual dan kontekstual dengan situasi kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Kontestasi politik entah Pileg, Pilpres maupun Pilkada itu menegaskan banyak perbedaan baik perbedaan partai, perbedaan dukungan calon maupun perbedaan garis perjuangan. Perbedaan-perbedaan ini tidak harus melahirkan konflik dan menyuburkan benih-benih permusuhan," ujar Fary.
"Dalam konteks ke-Indonesia-an kita, perbedaan ini harus dilihat sebagai kekayaan bersama. Ini suatu potensi besar dalam membangun bangsa, keberagaman itu Indonesia," sambungnya.
Menurutnya, uniformitas yang dipaksakan justru bisa memicu perpecahan dan konflik. Maka itu, tugas sosial dan etik adalah dengan cara merawat perbedaan, menjaga keberagaman dan menghormati keragaman dalam hal suku, agama, ras, budaya dan adat-istiadat.
"Itu hanya bisa terjadi kalau kita memperlakukan yang lain sebagai saudara-bersaudara, itu bisa diimplementasikan ketika keadilan ditumbuhkan dan ditegakkan di rumah besar Indonesia raya ini," ucapnya.
Tanpa itu lah, perbedaan disebutnya bisa menjadi faktor yang melahirkan perpecahan dan perselisihan.
"Untuk itu, marilah kita terus berjuang menghidupkan semangat persaudaraan, membangun solidaritas dan terus bergumul dalam doa seperti yang Tuhan kita daraskan kepada Bapa di surga: ut omnes unum sint (agar mereka semua bersatu)," pungkasnya.