Sedih, Kisah Sosok Wanita Buka Warung di Tengah Hutan 24 Jam
Seorang wanita paruh baya pilih berjualan di tengah hutan dan gunung selama 24 jam sehari untuk penuhi kebutuhan keluarganya.
Seorang wanita paruh baya asal Lembang, Jawa Barat harus berjuang keras menghidupi keluarganya dengan berjualan di tengah gunung yang jalan dilalui orang banyak.
Melansir dari YouTube Hardi ArtVenture, Selasa (17/9) wanita tersebut mau tidak mau berjualan di lereng perkebunan yang memiliki akses sangat terbatas bagi warga sekitar.
- Kisah Wanita Paruh Baya Tinggal di Tengah Hutan, Kurung Anak Puluhan Tahun di Rumah karena Sakit
- Dulu Kaya Raya Waktu jadi Istri Lurah, Sosok Wanita Paruh Baya Kini Depresi Pilih Hidup dan Tinggal di Tengah Hutan
- Wanita Ini Ceritakan Kisah Sedihnya Ditinggal Calon Suami hingga Bisa Bangkit dan Memulai Hubungan Lagi, Bikin Haru
- Kisah Mbah Slamet dari Wonogiri, Dirikan Warung di Tengah Hutan yang Dipercaya Angker
Padahal ia mengaku masih memiliki seorang anak yang masih bersekolah dan perlu biaya darinya.
"Berkeluarga dua yang satu masih SMK," ucapnya.
Dalam video tersebut, wanita itu sudah satu tahun berjualan. Meski memiliki suami, ia harus berjuang seorang diri berjualan karena sang suami pergi bekerja di Jakarta.
"Satu tahun berdagang di sini," jelasnya.
Lokasi jualan yang terbilang sepi membuatnya harus lebih bersabar menunggu pelanggan.
Biasanya pembeli merupakan warga sekitar yang pergi berkebun dan yang berolahraga di sekitarnya.
"Yang ke kebun, yang jalan-jalan olahraga," sambungnya.
Warung miliknya seperti warung kaki lima pada umumnya yang menjual makanan ringan, makanan berat maupun aneka minuman seperti kopi dan rasa-rasa.
Segala kebutuhan jualannya ia beli sendiri di pasar yang jaraknya lumayan jauh dari lokasi berdagangnya. Bahkan ia biasanya jalan kaki untuk sampai ke pasar.
"Belanjanya ke pasar Lembang jalan kaki sampai ke teropong bintang," jelasnya.
Wanita tersebut mengaku dahulu memiliki rumah namun usai berpisah dengan mantan suaminya, ia harus pergi dan memilih tinggal di warung sepanjang hari.
Mirisnya, sang anak dan keluarganya yang lain jarang ada yang datang dan menengoknya meski sempat menderita sakit.
"Punya (rumah) sekarang ditinggalin sama anak dan bekas suami. Akhirnya ibu gak punya rumah."
"Suami yang baru. Kadang ibu yang jaga, suami kerja di Jakarta,"
"Anak gak pernah ke sini, keluarga gak ada yang pernah ke sini," kata penjual warung tersebut.
Keterbatasan fasilitas warung juga menjadi masalah selanjutnya. Ia bahkan kesusahan mencari air bersih sehingga harus pergi jauh untuk bisa mandi atau buang air.
Meski begitu, ia tetap tekun berjualan sepanjang hari. Ia mengaku warungnya tetap buka 24 jam jika ada yang berkemah di sekitar lokasi tersebut.
"Di atas pemancingan ada pancuran. Paling di sini buat minum aja."
"Kalau ada yang camping baru buka (24 jam)," tambahnya.