4 Hambatan persulit pemerintah Jokowi-JK wujudkan swasembada pangan
Pada 4 November 2014, Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan target ambisiusnya dalam hal ketahanan pangan. Pemerintahan yang dipimpinnya bakal mencapai swasembada pangan sebelum lima tahun. "Target kita dalam 3 tahun harus swasembada," ujar Jokowi.
Pada 4 November 2014, Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan target ambisiusnya dalam hal ketahanan pangan. Pemerintahan yang dipimpinnya bakal mencapai swasembada pangan sebelum lima tahun.
"Target kita dalam 3 tahun harus swasembada," tegas Presiden Joko Widodo saat itu.
Untuk mencapai itu, Jokowi sapaan akrabnya, memerintahkan agar saban tahun dibangun 5-7 bendungan untuk pengairan dan irigasi area persawahan. Dia menjelaskan, langkah ini untuk memberikan penguatan bagi sektor pertanian. Pembangunan infrastruktur ini menjadi strategis lantaran saat ini kondisi irigasi di dalam negeri, 52 persen dalam kondisi rusak.
Kepala negara sudah menginstruksikan kementerian pekerjaan umum, kementerian pertanian dan kementerian keuangan untuk mempersiapkan proyek-proyek sektor pertanian ini. Termasuk koordinasi dan pembagian tugas dengan pemerintah provinsi.
"Dalam 2-3 tahun ke depan, semua harus sambung, waduk masuk ke sawah, semua harus dikerjakan secara terintegrasi. Kalau ini sambung semua, dalam 3 tahun, target untuk swasembada bisa kita capai," ucapnya.
Akan tetapi, swasembada pangan belum bisa tercapai. Meskipun, selama tiga tahun pemerintahan berjalan, harga pangan stabil. Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mengatakan memasuki tahun ketiga pemerintahan Jokowi-JK, harga bahan pokok relatif lebih stabil dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, selama Ramadan dan Hari Raya Lebaran tidak terjadi lonjakan harga yang sudah menjadi tradisi tahunan.
Enggar mengungkapkan, Indonesia sering mengalamai fluktuasi harga karena tidak mempunyai undang-undang khusus terkait harga acuan pangan. Akan tetapi Presiden Joko Widodo memerintahkan agar harga pangan bisa terkendali. Hal itu membuat Kementerian Perdagangan memutuskan untuk membuatkan harga acuan melalui penetapan harga eceran tertinggi (HET).
"Dengan ini bisa dilihat Ramadan Alhamdulillah tidak ada gejolak harga. Dengan HET beras harga beras tidak loncat-loncatan, stabil. Kemudian gula, minyak gorengan dan sebagainya," ujar Enggar.
Terdapat 4 hambatan yang membuat pemerintah sulit wujudkan swasembada pangan. Berikut hambatannya seperti dirangkum merdeka.com:
-
Kapan Jokowi mencoblos? Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melakukan pencoblosan surat suara Pemilu 2024 di TPS 10 RW 02 Kelurahan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/2).
-
Kapan Pasar Jongke diresmikan oleh Presiden Jokowi? Pada Sabtu (27/7), Presiden Jokowi meresmikan Pasar Jongke yang berada di Laweyan, Kota Surakarta.
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Kapan Presiden Jokowi meresmikan Bandara Panua Pohuwato? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan Bandar Udara Panua Pohuwato di Provinsi Gorontalo.
-
Apa yang menjadi sorotan utama Presiden Jokowi tentang pangan di Indonesia? Sebelumnya, Presiden Jokowi pernah menyoroti permasalahan pangan di Indonesia, bahwa permintaan selalu meningkat karena populasi yang terus bertambah.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
Baca juga:
Kemnaker tetapkan UMP 2018 naik 8,71 persen
Mentan Amran akan kembangkan peternakan sapi di Kepulauan Aru
Masukan untuk pemerintah soal divestasi 51 persen saham Freeport
Dukung dunia pendidikan, BI luncurkan perpustakaan digital
WIKA Realty bakal melantai di bursa saham pada awal 2018
Kondisi geografis Indonesia jadi tantangan ketahanan pangan
Sri Mulyani sebut isu ketahanan pangan tak hanya milik Kementerian Pertanian
Produktivitas harus naik tiga persen
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa Indonesia harus meningkatkan produktivitas pangan kurang lebih tiga persen per tahun. Hal ini untuk mencapai keberlanjutan dan swasembada pangan.
JK mengatakan pemerintah mencatat beberapa tantangan yang dihadapi, antara lain adanya konversi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan perumahan sebesar 1,5 persen per tahun dari total lahan yang tersedia.
"Kita mengetahui bahwa setiap tahun konversi lahan pertanian ke lahan industri dan perumahan kurang lebih 1,5 persen, penduduk bertambah juga 1,5 persen per tahun. Jadi, setidak-tidaknya, untuk keberlanjutan di Indonesia, harus ada peningkatan produktivitas di atas tiga persen," ujar JK dikutip Antara, Senin (30/10).
Kalla menambahkan, persoalan pangan merupakan bahan diskusi jangka panjang. Beberapa kali Indonesia juga menghadapi tantangan terkait luasan lahan, jumlah penduduk dan juga peralihan lahan, namun bisa dihindari dengan adanya penerapan teknologi pangan.
"Itu semua bisa diatasi dengan teknologi, baik itu teknologi pangan, yang memungkinkan kita semua memenuhi kebutuhan pangan itu dengan baik, walaupun belum sempurna," katanya.
Menurut Kalla, tantangan kedepan adalah bagaimana untuk meningkatkan teknologi bidang pangan, dalam upaya untuk meningkatkan kualitas maupun produktivitas pangan, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia.
Kondisi geografis
Global Food Security Index (GFSI) yang dirilis The Economist Intelligence Unit menunjukkan peringkat ketahanan pangan Indonesia berada di peringkat ke-71 dari 113 negara yang diobservasi pada 2016.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai isu tersebut menjadi sangat penting. Mengingat Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar dan terdiri dari berbagai pulau, sehingga kesenjangan akan mungkin terjadi di Tanah Air.
"Secara geografis Indonesia bisa cipatakan masalah substansial. Ini akan berpengaruh ke kebijakan bukan hanya Kementerian Keuangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kesehatan. Indonesia sebagai negara besar, sistem politik di mana desentralisasi itu cara kita kelola negara ini," kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin (30/10).
Menurutnya, Indonesia memiliki peluan untuk menghadapi tantangan dari ketahanan pangan, namun hal tersebut tidak mudah. Untuk itu, pemerintah telah berdiskusi dengan lembaga-lembaga utama terkait isu ini, guna menciptakan saran dan langkah yang tepat dalam membuat kebijakan.
Selain itu, pembangunan infrastruktur yang merata merupakan fokus dari nawacita pemerintah Jokowi-JK, khususnya di derah terluar. Dengan demikian, kesenjangan di Indonesia bisa berkurang.
"Yang penting adalah pembangunan yang merata. Karena Indonesia adalah kepulauan maka ada kesenjangan. Mohon jangan hanya berkunjung ke Jakarta. Indonesia beda tidak hanya Jakarta. Ini tantangan. Maka Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tegaskan kita harus bangun dari yang terluar. Untuk mencapai pemerataan antar penduduk dan pulau yang ada," pungkasnya.
Teknologi
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengingatkan pentingnya perkembangan teknologi untuk mewujudkan swasembada pangan. Teknologi menjadikan industri pertanian dan perkebunan efisien dan tahan terhadap segala permasalahan.
"Perubahan iklim cuaca dan ketersediaan air merupakan tantangan bagi hasil perkebunan yang harus diatasi salah satunya dengan teknologi," ujarnya di acara World Plantation Conferences and Exhibition (WPLACE) 2017 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (18/10).
Maka dari itu, Wapres JK berharap kemajuan dunia riset khususnya pada bidang pertanian dan perkebunan terus dikembangkan. Indonesia juga diminta bisa menyerap ilmu dan menerapkan hasil teknologi dari luar negeri.
"Saya harap bahwa konferensi yang pembicaranya dari seluruh dunia, akan hadir di sini untuk membicarakan hal tersebut. Mudah mudahan Anda semua mengambil manfaatnya," tuturnya.
Wapres JK menambahkan tantangan saat ini bagi industri pertanian dan perkebunan mulai dari ketersediaan lahan hingga tingginya kebutuhan pangan. "Pada masa datang, pada tahun 2050 penduduk dunia mendekati 10 miliar orang, maka berarti kebutuhan akan makanan dan juga hasil perkebunan akan meningkat kurang lebih 70 persen daripada kebutuhan manusia," ucapnya.
"Di lain pihak, penduduk membutuhkan rumah, industri membutuhkan kantor, sehingga lahan menjadi berkurang. Sementara, kita membutuhkan hasil yang besar daripada perkebunan-perkebunan dan juga makanan itu," tambahnya.
Petani makin tua
Pemerintah disebut perlu lebih bersikap proaktif dalam mengantisipasi beragam tantangan yang dinilai bisa menghambat cita-cita bangsa yang ingin mewujudkan swasembada pangan.
Menurut peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi, beberapa tantangan yang dihadapi antara lain adalah bertambahnya jumlah penduduk, berkurangnya lahan pertanian, dan semakin menuanya usia para warga yang memilih mata pencaharian sebagai pekerja di sektor pertanian.
"Meski pernah sukses dengan swasembada pangan pada beberapa dekade lalu, Indonesia kini dihadapkan pada banyak tantangan kalau ingin kembali meraih swasembada pangan," katanya seperti dikutip dari Antara, Senin (16/10).
Anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo Soekartono menginginkan pemerintah dapat benar-benar mencegah lahan produktif yang dialihfungsikan seperti untuk membangun properti. "Banyak lahan produktif yang dialihfungsikan menjadi lahan permukiman dan industri," kata Bambang Haryo.
Politisi Partai Gerindra itu mengingatkan bahwa saat ini ada satu pengembang di kawasan Jawa Barat yang sedang membangun di atas lahan pertanian yang produktif sehingga seharusnya penegakan hukum dilakukan sesuai regulasi tata ruang. Dia menginginkan pemerintah mencontoh Belanda yang memiliki lahan terbatas, tetapi mampu mencukupi kebutuhan pangan rakyatnya.
"Jadi, ini harus betul-betul dijalankan tata ruangnya. Tidak dilakukan perubahan-perubahan, seperti di Belanda, ada daerah yang hanya berjarak 15 km dari ibukota namun tetap dipertahankan untuk lahan pertanian dan peternakan demi kepentingan pangan," paparnya.