4 Penyebab program satu juta rumah Jokowi tak tercapai setiap tahunnya
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla memiliki program untuk perumahan yaitu program satu juta rumah. Program tersebut dinilai menjadi salah satunya kunci mengurangi backlog perumahan yang mencapai 11,3 juta.
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla memiliki program untuk perumahan yaitu program satu juta rumah. Program tersebut dinilai menjadi salah satunya kunci mengurangi backlog perumahan yang mencapai 11,3 juta.
Program ini mengharuskan pemerintah dan swasta membangun setidaknya 1 juta rumah setiap tahun. Untuk mendukung program ini, pemerintah pun mempermudah perizinan pembangunan rumah murah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan masih banyak peraturan yang tumpang tindih dan seharusnya tidak diperlukan untuk pembangunan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sehingga, pemerintah akan melakukan penyederhanaan izin terkait pembangunan rumah untuk MBR.
"Verifikasi yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa ada 33 izin yang diperlukan untuk mengurus perizinan dan akan dipangkas menjadi 21 izin. Kita akan mendesain ulang perihal ini sehingga masyarakat berpenghasilan rendah benar-benar dapat menikmati," ujar Darmin.
Tak hanya itu, Presiden Jokowi pun membuat paket kebijakan ekonomi jilid XIII untuk memudahkan dan mempercepat izin pembangunan rumah murah. Darmin menegaskan paket kebijakan ini untuk mendukung pembangunan satu juta rumah yang merupakan program Presiden Jokowi. Adapun, pemerintah sepakat untuk mempercepat dan menghapus izin-izin pembangunan rumah murah dari semula 33 perizinan menjadi 11 perizinan.
"Dengan pengurangan perizinan dan tahapan serta percepatan waktu proses perizinan tersebut maka waktu pembangunan MBR selama ini yang rata-rata mencapai 769-981 hari dapat dipercepat menjadi 44 hari," ujar Darmin di Istana Negara, Jakarta, Rabu (24/8).
Selain itu, para pengembang juga bisa membangun hunian rumah murah dengan lahan minimal 5 hektar (ha). Menurutnya, saat ini terdapat 11,8 juta rumah tangga yang tak memiliki rumah. Sehingga, program satu juta rumah ini harus terwujud.
"Dengan pengurangan, penggabungan, dan percepatan proses perizinan untuk pembangunan rumah MBR, maka biaya untuk pengurusan perizinan akan menjadi 30 persen dari biaya saat ini atau turun sebesar 70 persen. Perhitungan biaya tersebut dilakukan bersama pengurus Real Estate Indonesia/REI," jelas Darmin.
Kendati demikian, target pembangunan satu juta rumah pun tetap tak terwujud. Beragam penyebabnya yang menjadi kambing hitam program ini. Berikut 4 penyebab program ini tak terwujud seperti dirangkum merdeka.com:
-
Bagaimana Presiden Jokowi saat ini? Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024," kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Apa yang membuat rumah masa kecil Presiden Jokowi spesial? Bangunan joglo yang ditempati menjadi spesial karena sejarah yang terukir di sana.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Apa tujuan utama dari sambutan Presiden Jokowi? Kepala Negara berharap para tamu menikmati jamuan hidangan dan pertunjukkan khas Indonesia yang telah disediakan. “Terima kasih atas partisipasinya. Saya berharap semangat malam ini dapat membawa kita untuk bekerja bersama berbagi akses air bersih dan sanitasi untuk semua orang,” kata Joko Widodo.
-
Bagaimana kondisi rumah masa kecil Presiden Jokowi saat ini? Rumah itu benar-benar terjaga keasliannya. Tak bisa dipungkiri beberapa bagian kayu sudah tampak keropos dan mengalami sedikit renovasi. Namun hal itu tak menghilangkan kesan klasik dari bangunan tersebut.
-
Mengapa Jokowi meminta Kementerian PU untuk membangun rumah warga? Jokowi memerintahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk segera membangun kembali rumah warga setelah tempat relokasi disiapkan pemerintah daerah.
Baca juga:
BNP Paribas: Akibat inflasi, beli pulpen Rp 10.000 tahun depan belum tentu dapat
Uber minta peran aktif masyarakat laporkan pengemudi nakal
Ini alasan lelang gula rafinasi ditunda hingga awal tahun depan
Survei Median sebut responden nilai ekonomi era SBY lebih baik dari Jokowi
Menteri Basuki ibaratkan penghuni apartemen dekat stasiun seperti orang kaya
Menko Darmin akui tenaga kerja wanita kurangi daya saing RI
BPS catat harga beras naik pada September 2017
Banyak pengembang malas
Direktur Jendral Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera), Maurin Sitorus menyebut para pengembang properti Tanah Air enggan membangun perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) atau miskin. Alasannya, profit atau untung yang didapat pengembang dari rumah murah sangat sedikit.
"Profit margin rendah 15 persen, rumah mewah sampai 30 persen, biaya perizinan rumah MBR dan mewah itu sama. Jadi makin enggan," ujarnya di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (13/10).
Menurutnya, pengembang saat ini juga terkendala masalah lahan yang menjadi modal utama membangun rumah. "Dulu ada BUMN yang membangun rumah, tapi kemampuannya rendah. Maka kita dorong pengembang membangun rumah MBR. Tapi masalah utama soal tanah, perizinan," jelas dia.
Pemerintah memiliki beberapa skema bantuan pembiayaan perumahan, antara lain skema KPR Sejahtera Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR Sejahtera FLPP), skema bantuan pembiayaan KPR Sejahtera Subsidi Selisih bunga (KPR Sejahtera SBB), dan Bantuan Uang Muka (BUM) untuk MBR, khusus untuk pembelian tapak bersubsidi.
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera), Basuki Hadimuljono mengatakan selama dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, telah menyelesaikan berbagai beberapa proyek infrastruktur.
Seperti pembangunan rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sudah 10.497 unit pada tahun 2015 dari target sebesar 550.000 unit.
Selain itu, Kementerian PU-Pera juga menargetkan pembangunan jalan tol sepanjang 1.000 km akan selesai pada 2019. Yakni, tol Transjawa sepanjang 660 Km dan tol Sumatera bagian selatan.
Utamanya di Bakauheni sepanjang 140 Km dan Palembang-Indralaya sepanjang 27 Km akan diselesaikan sampai tahun 2018.
"Kemudian (jalan tol) Aceh ke arah Medan juga akan kita mulai. Bitung-Manado dan Samarinda-Balikpapan juga akan kita selesaikan sampai 2018,"kata Basuki di kantornya, Jakarta, Jumat (7/10).
Untuk pembangunan waduk, dia menargetkan di tahun 2019 akan menyelesaikan pembangunan 49 waduk. "29 sudah selesai nanti 16 kita lanjutkan," imbuhnya.
Meski demikian, selama 2 tahun ini pihaknya masih dihadapkan beberapa tantangan dalam pembangunan infrastruktur. Seperti masih tingginya disparitas antar wilayah dan kawasan, juga urbanisasi yang tinggi antara penduduk pada kawasan perkotaan.
"Kemudian tantangan kita juga menyelesaikan masalah pembebasan lahan atau tanah sehingga pekerjaan konstruksi dapat segera dikerjakan," pungkas Basuki.Â
Sulit koordinasi pemerintah pusat dan daerah
Direktur Perencanaan Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (KemenPU-Pera), Edi Permadi mengakui target pembangunan rumah murah atau rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) masih belum tercapai. Pembangunan rumah ini merupakan bagian dari program Satu Juta Rumah yang dicanangkan di awal pemerintahan Joko Widodo.
Menurut Edi, setidaknya ada tiga kendala utama yang sering ditemui pada proses pengembangan program tersebut. Pertama adalah sulitnya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Edi mengaku sering mendapatkan usulan dari Pemerintah Daerah (Pemda) mengenai lokasi yang sebenarnya tak memenuhi syarat.
"Mereka usulkan kepada kita akan suatu lokasi untuk pembangunan rusun berdasarkan permintaan, kalau memenuhi syarat kita akan bangun di sana tapi sayangnya setelah kita tinjau banyak yang tidak lolos verifikasi," tutur Edi kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Selasa (28/3).
Selain itu, Pemerintah pusat banyak menerima proposal pembangunan rumah susun dari pemerintah daerah. Namun, masyarakat sebenarnya lebih menginginkan rumah tapak.
Selain itu, ketersediaan sarana dan prasarana pada pemukiman yang akan dibangun juga menjadi kendala. Ketika akses jalan dibangun terlebih dulu, lama kelamaan akan rusak karena dilewati oleh kendaraan pengangkut alat berat.
"Nah sekarang kita upayakan rumahnya jadi dulu baru kita bangun jalannya. Sebab ini yang membuat dana program sejuta rumah berkurang dari yang dialokasikan sebelumnya," tutupnya.
Sertifikasi lahan
Developer PT Tiga Kali Sembilan angkat bicara terkait rencana pelaporan konsumennya ke Kepolisian. Namun developer tidak menampik, pembangunan jadi lambat disebabkan lahan berdirinya proyek perumahan ternyata lahan perkebunan.
"Hambatan utama dari sertifikasi, awalnya tidak tahu tanah itu adalah tanah perkebunan," kata Direktur PT Tiga Kali Sembilan Masykur ditemui wartawan di kantornya, Jalan KH Harun Nafsi, Samarinda, Senin (2/10).
"Sertifikasi ini berjalan 2 tahun lebih, dan baru selesai. Belum pemecahan (kepada konsumen perumahan). Lainnya, juga seperti IMB dan perbankan. Kalau legalitas sertifikat induk, sudah," klaim Masykur.
Masykur juga menyebut, salah satu bank BUMN, telah menyetujui ajuan kerja sama perusahaannya terkait pembiayaan perumahan.
"Beberapa waktu lalu kita kerja sama dari BTN, apakah konsumen setuju kopel 4? Alhamdulillah, semua setuju," klaim Masykur.
"Kalau dianggap konsumen dirugikan, buat saya hanya merugikan waktu. Tanah seluas 35 hektare, sudah kita bayar kok. Kita juga ajukan bangun jalan ke pemerintah. Awal tahun depan (2018), mudah-mudahan sudah terima kunci," sebutnya.
"Soal air dan listrik, kita masih lakukan pendekatan dengan PDAM dan PLN. Andaikan ada konsumen menarik diri, dalam aturan, uang DP kita kembalikan 70 persen. Tapi kalau disebabkan perusahaan, kembali 100 persen," terangnya.
Pernyataan Masykur berbeda dengan Sujoko, salah seorang konsumen. Meski memang ada pengajuan penandatangan perubahan dari awal perjanjian, namun tidak semua menyetujui.
"Ada yang terpaksa teken. Awalnya kan 2 kopel, sekarang jadi 4 kopel. Bank maunya cuma 2 kopel," terang Masykur.
Konsumen program rumah murah 1 juta rumah yang dicanangkan Presiden Joko Widodo ditujukan untuk warga dan wartawan.
"Harapan kita sih, rumahnya tetap dibangun, karena bentuk fisiknya sudah ada. Kalau tidak sanggup, kembalikan uang DP. Kalau tidak bisa keduanya, ya sebaiknya dibawa ke ranah hukum," kata Muhammad Amin, salah seorang wartawan di Samarinda.
Diketahui, pagi tadi sekira pukul 09.00 Wita, puluhan konsumen mengadu ke polisi. Rumah murah yang sudah mereka bayarkan Down Payment (DP) sejak 2015, tidak kunjung beres. Mereka sudah membayar DP mulai Rp 6,75 juta untuk harga rumah murah Rp 150 juta tipe 36 yang berlokasi di kawasa Palaran.
Pengembang tak mau rugi
Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah mengakui sulit untuk membangun rumah sederhana atau rumah murah. Pembangunan rumah tak mudah mengingat harga jualnya yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
"Artinya jangan sampai pengembang salah melakukan penghitungan karena berpotensi mengakibatkan kerugian," kata Wakil Ketua REI Jateng Bidang Promosi, Humas, dan Publikasi Dibya K Hidayat seperti ditulis Antara Semarang, Rabu (20/1).
Berbeda dengan rumah komersial, untuk rumah sederhana pengembang tidak dapat secara sepihak menaikkan harga jual. Diakuinya, kondisi ini juga yang menjadikan pengembang enggan untuk membangun rumah sederhana.
Selain itu, para pengembang juga harus berhadapan dengan tidak seragamnya aturan pemerintah pusat dengan perda terutama untuk kawasan yang dapat dibangun perumahan.
"Banyak pengembang yang salah mengambil tanah sehingga mereka kesulitan melakukan proses pembangunan rumah. Misalnya menurut Perda itu dijadikan lahan hijau tetapi telanjur akan digunakan untuk area perumahan," katanya.
Sebagai dampak dari kondisi tersebut, realisasi pembangunan rumah sederhana melalui program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk Jawa Tengah pada 2015 menurun drastis dibandingkan realisasi pembangunan 2014.
Berdasarkan data dari REI Jateng, realisasi pembangunan rumah sederhana program FLPP 2015 sebanyak 4.000 unit, sedangkan 2014 bisa mencapai 8.000 unit.
Meski demikian, pihaknya tetap berharap pembangunan rumah sederhana tetap dapat berjalan di Jawa Tengah mengingat permintaan dari masyarakat sangat tinggi.
"Kalau masalah daya beli masyarakat terhadap rumah sederhana, justru pembeli yang mencari pengembang, bukan pengembang yang menawarkan ke pembeli," katanya.