5 Fakta di balik keengganan masyarakat tempati rumah subsidi
Menteri Basuki menyebut, FLPP hanya bisa dimanfaatkan masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 4 juta untuk kepemilikan rumah tapak dan Rp 7 juta untuk hunian vertikal. Semacam apartemen dan rumah susun. Masyarakat bisa menyicil rumah subsidi selama 15-20 tahun. Jika berminat, masyarakat bisa mengunjungi bank penyalur.
Pemerintah menurunkan besaran uang muka untuk kredit rumah bersubsidi dari lima persen menjadi satu persen. Itu ditambah dengan bantuan cicilan uang muka sebesar Rp 4 juta per orang.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Basuki Hadimuljono di Istana Negara, Jakarta. "Kalau yang sebelumnya uang muka 5 persen, itu ditambah biaya macam-macam seperti Pajak Pertambahn Nilai dan sebagainya, itu menjadi sekitar 10 persen, makanya kami jadikan 1 persen ditambah kas Rp 4 juta."
Selain itu, pemerintah juga bakal menurunkan suku bunga kredit pemilikan rumah dengan skim Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahaan (FLPP) dari 7,5 persen menjadi lima persen. Menteri Basuki berharap pelonggaran itu bisa mendorong kepemilikan rumah oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Dia menyebut, FLPP hanya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 4 juta untuk kepemilikan rumah tapak dan Rp 7 juta untuk hunian vertikal. Semacam apartemen dan rumah susun.
Masyarakat bisa menyicil rumah subsidi selama 15-20 tahun. Jika berminat, masyarakat bisa mengunjungi bank penyalur KPR FLPP.
Namun, Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR), Lana Winayanti, mengakui masih menemukan adanya rumah bersubsidi yang belum ditempati masyarakat. "Untuk tahu ketepatan sasaran, secara rutin kami monitoring ke lapangan. Banyak rumah yang tidak dihuni," ungkapnya.
Mengapa hal ini bisa sampai terjadi? Berikut merdeka.com akan merangkumnya untuk pembaca.
-
Mengapa rumah yang dijual dengan harga terlalu tinggi sulit laku? Pakar real estat Alex Adabashi memperingatkan bahwa menetapkan harga properti terlalu tinggi dapat menghalangi calon pembeli, bahkan di pasar yang aktif. "Penjual sering kali ingin mencantumkan harga lebih tinggi untuk memberi ruang negosiasi, tetapi ini juga dapat membatasi minat pembeli," katanya.
-
Di mana lokasi rumah yang sulit dijual? Properti di daerah terpencil dengan lalu lintas padat atau minim fasilitas jauh lebih sulit dijual daripada properti yang berlokasi strategis.
-
Siapa yang bisa mengajukan untuk mendapatkan rumah murah tersebut? Adapun masyarakat Kota Bandung yang tertarik memiliki rumah ini perlu memperhatikan sejumlah hal, seperti pemilik harus berpenghasilan setidaknya Rp4 sampai Rp8 juta per bulan, wajib warga negara Indonesia, tercatat secara administrasi kependudukan sebagai warga Kota Bandung dan belum pernah menerima hunian subsidi.
-
Kenapa rumah ini dijual? Abdi menyebut jika alasan keluarganya menjual rumah tersebut karena terlalu besar dan kurang maksimal dalam pengelolaannya.
-
Siapa yang membeli rumah bekas di Inggris dengan harga murah? Maxine Sharples, seorang guru yoga dan project officer, bisa membeli sebuah rumah hanya USD1,28 atau sekitar Rp19.390 (kurs:Rp15.149).
-
Bagaimana cara untuk mendapatkan harga tanah yang lebih murah di Indonesia? Namun tak perlu berkecil hati, karena mungkin Anda masih bisa mendapatkan harga tanah yang lebih murah di kawasan yang belum terekspos oleh kawasan bisnis.
Bangunan rumah tak sesuai perjanjian saat akad kredit
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR), Lana Winayanti, menjelaskan yang menjadi alasan mendasar rumah tersebut belum ditempati dikarenakan belum sesuainya rumah yang sudah jadi dengan kesepakatan yang dilakukan saat melakukan akad kredit. Seperti kontruksi rumah maupun komponen pendukung seperti saluran sanitasi dan listrik yang belum memadai.
"Karena belum sesuai keinginan mereka (masyarakat). Konstruksinya kurang bagus."
Tak hanya itu, Lana pun meminta dalam pembangunan rumah bersubsidi, pengembang juga memperhatikan karakter atau kondisi daerah setempat. "Desain rumah kurang perhatian arsitektur lokal. Satu rumah ke rumah lain bentuknya sama. Side plannya standar," katanya.
Lingkungan dan prasarana perumahan buruk
Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Lana Winayanti, mengakui masih ada keluhan dari masyarakat soal kualitas rumah subsidi. Bukan hanya rumah, lingkungan dan sanitasi juga menjadi keluhan masyarakat pemilik rumah subsidi.
"Masih banyak keluhan masyarakat terhadap kualitas rumah subsidi, bukan saja rumah tapi juga lingkungan, jalan lingkungan, sanitasi, listrik," ungkapnya.
Dia juga mengharapkan agar pengembang tidak hanya berfokus pada bangunan fisik rumah semata, melainkan juga memerhatikan berbagai aspek pendukung, agar dapat tercipta rumah yang nyaman dihuni.
"Kita butuh ruang untuk pejalan kaki, juga untuk ruang terbuka hijau. Semua mulai dari rumah," imbuh Lana.
Kualitas pekerja dan material buruk
Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Lana Winayanti, mengatakan terdapat beberapa faktor penyebab rumah bersubsidi memiliki kualitas yang kurang baik, seperti kualitas pekerja yang kurang baik, material bahan bangun yang kurang berkualitas, serta lemahnya pengawasan selama proses pembangunan.
"Mungkin karena harus kejar plafon, material terbatas, sehingga impor dari luar daerah. Bisa juga kurang tahunya mengelola material daerah," jelasnya.
YLKI catat pengaduan masalah rumah terus meningkat tiap tahun
Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mencatat pengaduan terkait properti meningkat setiap tahun. Pada 2014, YLKI menerima pengaduan 1192 kasus.
Sebanyak 70 kasus diantaranya terkait perumahan. Ketiga terbesar setelah telekomunikasi atau multimedia (71 kasus) dan perbankan (115) kasus.
Setahun kemudian, YLKI menerima pengaduan sebanyak 1030 kasus. Sebanyak 160 kasus (15,53 persen) terkait perumahan. Ini menggeser telekomunikasi atau multimedia yang hanya sebanyak 83 kasus (8,06 persen). Sementara, perbankan masih yang tertinggi. Yaitu, sebanyak 17 kasus (17,09 persen).
Adapun kasus perumahan yang diadukan, umumnya, menyangkut pembangunan bermasalah. Ini meliputi kualitas bangunan, spesifikasi tidak sesuai dan lainnya.
Kemudian persoalan terkait pengelolaan perumahan oleh pengembang. Lalu keterlambatan serah terima sertifikat dari pengembang kepada konsumen.
Pemerintah siap beri sanksi pengembang nakal
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR), Lana Winayanti, mengatakan pihaknya akan bekerja sama dengan pihak pengembang agar betul-betul membangun rumah sesuai dengan kesepakatan saat akad kredit. "Kalau (pengembang) tidak bisa penuhi janjinya akan dikenakan sanksi bisa saja pengembang tersebut tidak diberikan lagi kesempatan untuk membangun rumah bersubsidi," tegas Lana.
Dia pun mengatakan pihaknya akan terus mendorong pemerintah daerah untuk turut terlibat dan mengawasi proses pembangunan rumah subsidi di daerahnya masing-masing.
Â
(mdk/bim)