5 Fakta di balik rencana penerimaan devisa hasil ekspor Presiden Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para pengusaha dan konglomerat untuk membawa kembali devisa hasil ekspor ke dalam negeri. Cara ini menjadi salah satu strategi agar nilai tukar Rupiah kembali menguat terhadap Dolar Amerika Serikat (USD).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para pengusaha dan konglomerat untuk membawa kembali devisa hasil ekspor ke dalam negeri. Cara ini menjadi salah satu strategi agar nilai tukar Rupiah kembali menguat terhadap Dolar Amerika Serikat (USD).
Diketahui, nilai tukar Rupiah masih bertahan di level Rp 14.000 per USD. Dikutip data Bloomberg, Rupiah dibuka di level Rp 14.485 per USD pada Jumat (27/7). Angka ini melemah tipis dibanding perdagangan sebelumnya sebesar Rp 14.463 per USD.
-
Bagaimana Pejuang Rupiah bisa menghadapi tantangan ekonomi? "Tidak masalah jika kamu bekerja sampai punggungmu retak selama itu sepadan! Kerja keras terbayar dan selalu meninggalkan kesan abadi."
-
Bagaimana redenominasi rupiah dilakukan di Indonesia? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Mengapa Redenominasi Rupiah sangat penting untuk Indonesia? Rupiah (IDR) termasuk dalam golongan mata uang dengan daya beli terendah. Hal ini semakin menunjukan urgensi pelaksanaan redenominasi rupiah di Indonesia.
-
Apa manfaat utama dari Redenominasi Rupiah untuk mata uang Indonesia? Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menyatakan manfaat utama dari redenominasi rupiah adalah untuk mempertahankan harkat dan martabat rupiah di antara mata uang negara lain.
-
Apa yang membuat Pejuang Rupiah istimewa? "Makin keras kamu bekerja untuk sesuatu, makin besar perasaanmu ketika kamu mencapainya."
-
Apa yang dijelaskan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengenai redenominasi rupiah? Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, implementasi redenominasi rupiah ini masih menunggu persetujuan dan pertimbangan berbagai hal.
Meski dibuka melemah, namun pergerakan Rupiah cukup menguat. Bahkan, Rupiah sempat menyentuh Rp 14.380 per USD menjelang penutupan. Sayangnya, Rupiah harus rela ditutup melemah di level Rp 14.417 per USD.
Diharapkan, dengan adanya kebijakan ini maka nilai tukar Rupiah akan kembali menguat. Berikut 5 fakta di balik rencana Presiden Jokowi untuk mengembalikan devisa hasil ekspor Indonesia.
Devisa hasil ekspor pengusaha di dalam negeri masih kecil
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani menyebutkan jika baru 15 persen devisa hasil ekspor pengusaha yang disimpan di dalam negeri. Sedangkan sisanya masih di simpan di luar negeri.
Namun menurut Rosan, bukan tanpa alasan pengusaha menyimpan devisa hasil ekspornya pada bank di negara lain. Sebab, bank yang memberikan pinjaman kepada pengusaha merupakan milik asing.
"Di antaranya karena semua pengusaha ini ada pinjamannya ini, bank yang meminjamkan ini mau uangnya ditaruh di banknya. Walaupun tadi ada usulan, ya kita cari banknya walaupun bank asing tapi ada cabang di Indonesia," kata dia.
Menanggapi hal tersebut, lanjut Rosan, para pengusaha tidak berkeberatan jika harus menyimpan hasil ekspornya di dalam negeri. Namun masih ada juga yang harus berpikir ulang karena tidak bisa begitu saja devisa tersebut dipindahkan ke dalam negeri.
"Tentunya dari dunia usaha karena ini untuk kebaikan, kan walaupun ada yang ingin mempelajari lagi tapi ada yang langsung oke. Jadi kami akan ada assesment lanjutan," tandas dia.
Kebijakan ini sudah direncanakan sejak lama
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, khusus untuk devisa ekspor memang sudah ada beberapa langkah yang dilakukan selama ini. Sejak dulu pemerintah selalu mengharapkan bahwa seluruh devisa ekspor kembali ke Indonesia.
Meskipun demikian, memang ada beberapa tanggung jawab yang harus diselesaikan pengusaha di negara tujuan ekspor. Hal ini kemudian, yang membuat devisa tidak kembali seluruhnya ke dalam negeri.
"Para eksportir menyampaikan kemarin memang kalau kebutuhan mereka untuk membeli bahan baku membayar utang dan kebutuhan kebutuhan mereka harus impor itu kemudian devisanya akan dipakai lagi untuk kewajiban yang dalam bentuk mata uang asing. Sedangkan kalau kewajibannya dalam Indonesia untuk membayar gaji dan seluruh kebutuhan produksinya maka dicairkan," jelasnya.
Bank sentral masih menganut devisa bebas
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mencatat 90 persen lebih devisa hasil ekspor sudah masuk ke Indonesia. Namun, devisa hasil ekspor yang dikonversi ke rupiah hanya sebesar 15 persen sampai dengan 25 persen dari total valas yang tercatat kembali ke Indonesia.
Menurutnya, rendahnya valas hasil ekspor yang dikonversikan menjadi rupiah dipengaruhi aturan bank sentral. Di mana sistem tersebut menganut devisa bebas.
"Memang karena kita menganut sistem devisa bebas. Uang setelah masuk kemudian yang memiliki dana membuat apapun tidak ada yang melarang. Misalnya untuk keperluan bayar impor ya silakan atau kewajiban membayar Utang Luar Negeri (ULN), kata dia di Kantornya, Jakarta, Jumat (27/7).
Dirinya pun menyebut, tidak ada kewajiban yang mengharuskan mengonversi ke Rupiah. "Hal ini tergantung kebutuhan dari eksportir tersebut. Kalau memang membutuhkan ya dikonversi. Jadi tidak ada kewajiban untuk mengonversi," imbuhnya.
Pemerintah siapkan strategi
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) akan terus memastikan kewajiban pelaporan valas hasil ekspor direpatriasi oleh pengusaha. Hal ini untuk memastikan penerimaan devisa hasil ekspor masuk ke kas negara.
"Untuk repatriasi devisa, itu sudah dilakukan policynya waktu itu. Dan kita akan memonitor berapa banyak yang disampaikan statistiknya. Berapa yang dikonversi ke Rupiah, berapa yang dikonversi ke mata uang asing untuk membayar kewajiban," ujar Sri Mulyani di Kantornya, Jakarta, Jumat (27/7).
Masih dalam konteks penguatan Rupiah, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menjelaskan, pemerintah akan terus berkomunikasi dengan pelaku usaha untuk penguatan devisa negara. Beberapa hal yang akan terus digenjot antara lain penguatan ekspor, pariwisata, mengurangi impor dan menciptakan substitusi impor.
Sementara itu, untuk jangka panjang, pemerintah akan menunda beberapa pembangunan proyek infrastruktur yang banyak mengandalkan impor. "Dalam langkah-langkah yang sifatnya mungkin kalau seandainya ada proyek-proyek yang perlu dilakukan review dan rescheduling karena konten impornya naik dan urgensinya tidak tinggi, kita bisa melakukan seperti itu," tandasnya.
Pemerintah kumpulkan pengusaha dalam waktu dekat
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) berencana mengumpulkan seluruh pengusaha batu bara dan kelapa sawit untuk membahas mengenai ajakan Presiden Joko Widodo untuk membawa hasil devisa ekspor ke dalam negeri.
"Hal lain yang dibicarakan adalah ada usulan supaya kami dengan BI itu akan bicara dengan pengusaha batu bara, kelapa sawit lanjutan dari yang dibicarakan di Bogor kemarin," ujar Menko Darmin saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Jumat (27/7).
Dalam pertemuan nantinya, pemerintah akan berdiskusi mengenai kesulitan pengusaha membawa devisanya ke dalam negeri. Termasuk soal isu kewajiban menaruh dana di perbankan luar negeri ketika melakukan peminjaman.
"Bisa jadi alasannya mereka itu kewajiban dari bank tempat mereka meminjam. Ya kan. Sehingga harus buka rekening di sana tapi kan bisa dipasangkan oleh cabang cabang itu disini seperti itu," jelas Menko Darmin.
(mdk/azz)