5 Keuntungan BBN dibandingkan BBM
Para pengambil kebijakan di negeri ini belum memandang industri biofuel ini sebagai industri masa depan.
Pengembangan bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel perlu perhatian lebih dari pemerintah. Peneliti Pusat Penelitian Energi Institut Teknologi Bandung (PPE ITB), Tatang Hernas Soerawidjaja, mengatakan perhatian tersebut dapat diwujudkan dengan pengalokasian subsidi bagi bahan bakar terbarukan ini.
Menurut dia, para pengambil kebijakan serta pengelola keuangan di negeri ini belum memandang industri biofuel ini sebagai industri masa depan. Biofuel merupakan sesuatu yang masih muda yang harus didukung dengan subsidi.
-
Apa yang ingin dicapai dengan mengalihkan subsidi BBM? Jadi yang teman-teman pantas membutuhkan subsidi ini kita tentunya akan jaga. Jadi masyarakat yang ekonominya rentan pasti akan terus berikan, kita tidak mau naikan harganya," tegasnya di Jakarta, Senin (5/8)."Tapi mungkin ada teman-teman juga yang ke depannya sebenarnya harusnya sudah enggak butuh lagi subsidinya, itu bisa diarahkan untuk tidak menggunakan," kata Rachmat.
-
Siapa yang mengungkapkan wacana pembatasan pembelian BBM subsidi? Dilansir dari Antara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pernah mengungkapkan wacana pembatasan pembelian BBM bersubsidi.
-
Bagaimana upaya BPH Migas memastikan BBM subsidi tepat sasaran? Dalam pertemuan tersebut, Saleh Abdurrahman menyampaikan, rapat koordinasi ini merupakan lanjutan dari pertemuan sebelumnya dengan seluruh pemerintah provinsi di Kalimantan. Saleh mengharapkan agar ajang ini dimanfaatkan untuk berdiskusi hal-hal yang masih kurang jelas atau menjadi perhatian pemerintah daerah.
-
Bagaimana cara pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM? Implementasinya menunggu revisi Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak rampung.
-
Bagaimana cara untuk mencegah penyalahgunaan BBM subsidi dalam kelompok kolektif? “Kalaupun pada saat melakukan transaksi pembelian ini diwakilkan kepada satu orang dalam anggota tersebut, maka anggota konsumen pengguna yang lain wajib melampirkan surat rekomendasi kepemilikan masing-masing,” tegas Harya.
-
Kenapa pemerintah mau mengalihkan anggaran subsidi BBM? Melalui opsi tersebut, pemerintah bakal mengalihkan anggaran subsidi untuk membiayai kenaikan kualitas BBM melalui pembatasan subsidi bagi sebagian jenis kendaraan.
Untuk mengembangkan biofuel, Indonesia perlu berguru kepada Brazil. Sebab di negara ini memiliki keunggulan dalam pengembangan biofuel antara lain adanya bunga rendah untuk pendanaan dari bank pembangunan lokal untuk perkebunan, adanya pusat riset untuk perkebunan tebu.
Untuk produksi biodiesel pada tahun 2008 mencapai 1.238.300 kiloliter sementara untuk bioethanol mencapai 144.500 kiloliter. Sedangkan untuk target bauran energi hingga tahun 2025 untuk biodiesel mencapai 9,25 juta kiloliter dan untuk bioethanol mencapai 4,3 juta kiloliter.
Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan pihaknya baru bisa memasukkan 7,5 persen unsur alami dalam produk solar mereka. Sementara, untuk premium, baru 2,5 persen memiliki kandungan ethanol.
Karen yakin, jika pemerintah memiliki kemauan politik mengubah bahan bakar minyak (BBM) fosil menjadi berbasis bio. Syaratnya, semua perusahaan migas, tak cuma Pertamina, dikenai kewajiban serupa. Termasuk industri hilir, seperti PLN.
Dari perhitungan Pertamina, seandainya biofuel menggantikan sebagian bahan baku premium dan solar, penghematan yang tercipta cukup besar. "Misalnya bisa efektif meningkatkan kandungan 20 persen untuk biosolar, maka satu tahunnya Pertamina bisa tidak mengimpor 3 juta kiloliter yang senilai USD 2,5 miliar atau Rp 30 triliun. Penghematan ini yang ingin saya kejar," kata Karen.
Namun saat ini, pengembangan biofuel di Indonesia masih saja terbentur masalah yang menghambat. Peran pemerintah dibutuhkan sebagai pemecah masalah yang ada.
Lalu apa saja keuntungan jika Indonesia menggunakan BBN? Berikut merdeka.com mencoba merangkumnya.
Serap tenaga kerja
Pengembangan yang baik terhadap tanaman bahan baku pembuatan biofuel (bahan bakar nabati) akan mampu menyerap tenaga kerja terutama di bidang pertanian dan pada akhirnya akan mengurangi angka kemiskinan.
Pengembangan di sini maksudnya adalah melakukan penanaman tanaman bahan baku untuk produksi biofuel dalam skala besar seperti jarak pagar, tebu, singkong, kelapa sawit dan lainnya, kata anggota Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran, Hendi Kariawan.
Pria yang juga pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri Jakarta ini mengatakan, orientasi dari rencana ini adalah dengan melakukan penanaman tanaman bahan baku produksi biofuel itu seluas-luasnya sehingga akan membutuhkan banyak tenaga kerja.
Dia mengatakan, rasio antara luas areal penanaman dan tenaga yang dibutuhkan adalah setiap dua hektar lahan membutuhkan satu orang pekerja.
Dapat dibayangkan berapa juta orang tenaga kerja yang bisa diserap, bila katakanlah sampai tahun 2010 telah bisa dibuka lahan tanaman biofuel seluas lima juta hektar, ini berarti 10 juta orang akan mendapatkan pekerjaan baru, katanya.
Angka 10 juta orang itu baru hitungan tenaga kerja yang langsung bekerja di lahan pertaniannya saja, belum termasuk yang berada di industri pembuatan biofuel, penyuplai pupuknya, pengangkut hasil panen dari lahan ke pabrik dan lainnya.
Dia mengatakan, hal itu dimungkinkan karena kebutuhan akan biofuel akan semakin besar seiring dengan semakin sedikitnya cadangan minyak dunia.
Harga bersaing
Kementerian ESDM tahun lalu menyatakan siap mendorong peningkatan penggunaan produk turunan kelapa sawit, yaitu biofuel. Kementerian Perdagangan berharap aturan itu bisa dijalankan industri Tanah Air agar ketergantungan pada solar bisa berkurang.
Berdasarkan data Kemendag, impor solar non-subsidi termasuk yang menyebabkan defisit perdagangan migas tahun lalu mencapai USD 5,6 miliar. Kemendag percaya industri mau beralih memakai biofuel dari sawit itu. Sebab, harganya saat ini lebih murah dari solar industri.
Harga biofuel sawit dibandingkan dengan minyak solar non-subsidi itu sangat kompetitif, tegas Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi.
Produksi melimpah
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) percaya penggunaan biodiesel dan bioethanol, sangat mungkin dilakukan pemerintah mengingat Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar sedunia. Produksi bahan bakar nabati ini bakal murah, sebab sekitar 75-80 persen biaya produksi berasal dari biaya bahan baku. Dan faktanya harga CPO saat ini cukup bagus di pasar internasional sebesar Rp 7.500 per liter.
CPO jauh lebih menarik dan pasti memperoleh keuntungan lebih besar, meski saat ini sudah ada insentif dari pemerintah sebesar Rp 3.000. Dan Indonesia sudah CPO terbesar di dunia sebesar 23 juta ton. Indonesia ibarat timur tengah bahan bakar nabati, kenapa tidak menikmati berkah yang ada, kata Deputi Teknologi Informasi Energi dan Material (TIEM) Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), Unggul Priyanto.
Tingkatkan rasio daerah teraliri listrik
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menilai teknologi energi di Indonesia patut meniru Jepang. Deputi Teknologi Informasi Energi dan Material (TIEM) Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), Unggul Priyanto, menyatakan penilaian ini lantaran Jepang dapat memanfaatkan energi terbarukan secara efektif.
Sebagai contoh, dalam meningkatkan rasio elektrifikasi. Hanya 60 persen yang kita punya, sedangkan Jepang itu sudah mampu memiliki rasio elektrifikasi 100 persen sehingga dia dapat mencukupi kebutuhan listrik sepenuhnya di negaranya, ujarnya.
Dia menambahkan, memang untuk meningkatkan rasio elektrifikasi Indonesia tidaklah mudah. Sebab, pembangkit listrik di Indonesia mayoritas masih menggunakan energi fosil sehingga menyebabkan kebutuhan BBM besar. Padahal biaya konsumsi BBM tidak murah.
Kadang-kadang orang susah menerima, faktanya seperti ini. Mau meningkatkan rasio elektrifikasi pasti konsumsi solarnya PLN naik, jelas dia.
Tekan defisit neraca perdagangan
Upaya untuk mengerem impor Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia tidak mudah. Pasalnya, konsumsi BBM domestik semakin meningkat sehingga kekurangannya harus dipenuhi dari luar negeri. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, impor minyak dan gas (migas) per Juli 2013 mencapai USD 4,14 miliar dengan volume impor minyak sebesar 4,67 juta ton.
Menyikapi situasi tersebut, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) punya jalan keluar menjaga keamanan pasokan bahan bakar sekaligus menawarkan sumber alternatif untuk substitusi BBM, khususnya RON 88 atau premium.
Jangan hanya mengandalkan minyak. Ada beberapa alternatif untuk mengurangi pasokan BBM seperti penggunaan bahan bakar nabati (BBN) untuk pengganti solar dan premium, penggunaan gas alam terkompresi (CNG) untuk substitusi premium, ujar Deputi Teknologi Informasi Energi dan Material, Unggul Priyanto.