6 Hal Harus Tahu Soal Meterai Baru, Termasuk Tak Semua Dokumen Wajib Bermeterai
Banyak di antara kita yang memiliki bahkan sering menggunakan meterai dalam tugas kuliah hingga pekerjaan. Penggunaan meterai tempel ini biasanya bersamaan dengan beberapa hal yang turut menjadi syarat sahnya suatu dokumen yang dianggap penting.
Banyak di antara kita yang memiliki bahkan sering menggunakan meterai dalam tugas kuliah hingga pekerjaan. Penggunaan meterai tempel ini biasanya bersamaan dengan beberapa hal yang turut menjadi syarat sahnya suatu dokumen yang dianggap penting.
Sebuah dokumen yang tidak terdapat meterai tempel membuatnya menjadi suatu dokumen yang tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak sah. Jadi, dapat dikatakan bahwa fungsi meterai yakni memberikan nilai hukum pada sebuah dokumen penting hingga surat berharga yang memiliki suatu nilai tertentu.
-
Apa yang dilakukan Kemenkumham untuk meningkatkan perekonomian Indonesia? Menurut Yasonna, dengan diselenggarakannya Temu Bisnis Tahap VI, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian Indonesia.
-
Kapan PT Tera Data Indonusa Tbk melantai di bursa saham? Bahkan pada 2022, saat pandemi berlangsung, perusahaan ini berani mengambil langkah melantai di bursa saham.
-
Siapa Ratu Merneith? Berdasarkan sebuah catatan resmi, terdapat bukti yang menunjukan bahwa Ratu Merneith merupakan penguasa Mesir. Merneith dianggap sebagai firaun wanita pertama dan ratu paling awal yang memerintah sendiri dalam sejarah.
-
Kenapa Indonesia rentan terhadap gempa bumi? Indonesia berada dalam batas 3 lempeng tektonik besar, yaitu: lempeng India-Australia, Eurasia, dan Pasifik.
-
Apa yang dibahas dalam pertemuan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dengan Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Gam Ki Yong? Pertemuan keduanya terkait implementasi Program Tech:X, peningkatan kemudahan mobilitas bagi investor dari Singapura, pengembangan Pelabuhan Kendal, penguatan konektivitas udara, kerja sama agribisnis, dan kerja sama pariwisata.
-
Bagaimana Raden Ario Soerjo meninggal? Lalu mereka disuruh turun kemudian dibawa ke hutan dan dihabisi nyawanya oleh PKI.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI baru saja mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea meterai menjadi Undang-Undang. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memastikan Undang-Undang (UU) Bea Meterai yang telah digodok bersama Dewan Perwakilan Rakyat baru akan berlaku pada tahun 2021.
Pertimbangan itu dilakukan karena melihat situasi daripada pandemi Covid-19. "UU ini akan berlaku mulai 1 Januari 2021 jadi tidak berlaku langsung saat diundangkan," kata dia.
Berikut rangkuman merdeka.com seputar aturan meterai baru Rp 10.000 nantinya. Perhatikan baik-baik ya.
1. Harga Meterai Naik, Penerimaan Negara Meningkat Rp 12 T
Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Suryo Utomo memperkirakan potensi penerimaan pajak dari kenaikan tarif bea meterai mencapai Rp12,1 triliun di tahun depan. "Jadi kita grouping di sana, angkanya tadi Rp12,1 triliun di 2021 dari Rp7,7 triliun," ujarnya.
Potensi penerimaan bea meterai tahun depan masih belum pasti dan masih perhitungan kasar. "2020 belum selesai, kita belum tahu jumlahnya berapa. Jadi ekspektasi penerimaan bea meterai mendekati itu walau ada lain yang kita kategorikan pajak lain tapi mostly bea meterai," jelasnya.
2. Tahun Depan Bakal Ada Meterai Digital
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah menyiapkan sistem meterai berbasis digital atau e-meterai yang nantinya siap digunakan di 2021. Adanya digitalisasi ini, diharapkan pembayaran meterai dapat semudah membayar pulsa.
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP, Iwan Djuniardi mengatakan, dalam e-meterai ini nantinya akan dibuat sistem khusus yang berisi kode. Kode tersebut nantinya dapat membaca berapa jumlah pembayaran meterai yang harus dilakukan oleh pengguna.
"Jadi ada code generator yang dibuat 1 sistem. Nah code generator ini yang akan nanti disalurkan melalui chaneling-chaneling. Code generator akan diisikan wallet, berisi total nilai meterai yang sudah dibayar," ujarnya.
3. Tarif Meterai Rp10.000 Masih Lebih Murah Dibanding Negara Lain
Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo menyebut, meski dari sisi tarif mengalami kenaikan, struktur tarif bea meterai di Indonesia masih relatif lebih sederhana dan ringan dibandingkan negara-negara lain.
Dia mencontohkan, tarif bea meterai di Korea Selatan bisa mencapai 10.000 sampai dengan 350.000 Won. Atau jika dirupiahkan nilainya mencapai Rp130.000 sampai Rp4,5 juta.
"Di kita hanya Rp10 ribu. Kalau dibandingkan dengan nilai transaksi nominal terendah Rp5.000 itu berarti 0,2 persen. Ini masih lebih rendah dibandingkan negara lain," kata dia.
4. Tak Semua Dokumen Wajib Bermeterai
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengungkapkan yang dikenakan bea meterai di tahun depan hanya dokumen yang bernilai di atas Rp5 juta. Di mana, saat ini, dokumen dengan nilai kurang dari atau sama dengan Rp1 juta sudah dikenai bea meterai.
Selain dokumen dengan nilai di bawah Rp 5 juta, dokumen yang sifatnya untuk penanganan bencana alam juga tidak dikenai bea meterai. Dokumen untuk kegiatan yang bersifat non komersil juga tidak diwajibkan untuk dikenai bea meterai.
"Tarif Rp 10.000 ini kalau lihat inflasi, masih cukup murahlah," jelas Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo.
5. Alasan Pemerintah Naikkan Tarif Meterai
Suryo mengungkapkan alasan pemerintah menaikan tarif bea meterai sebesar Rp10.000. Salah satunya yakni menyesuaikan kondisi dan perkembangan zaman yang ada.
"Meterai itu dulu nilai per lembarnya Rp 500 dan Rp 1.000, dengan perkembangan zaman yang Rp 500 jadi Rp 3.000 dan Rp 1.000 jadi Rp 6.000 di tahun 2020," katanya.
Dia mengatakan, selama 20 tahun terakhir pemerintah tidak bisa menaikan tarif meterai karena terbentur aturan sebelumnya, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 1985. Dalam beleid itu, maksimal kenaikan bea meterai hanya enam kali lipat dari UU tersebut.
"Dari Rp 500 ya maksimumnya cuma Rp 3.000, yang Rp 1.000 ya maksimumnya cuma Rp 6.000. Jadi kita tidak bisa naikkan sebelum UU-nya diubah. Ini yang jadi urgensi alasan kami kemarin untuk mengubah UU Bea Meterai," jelasnya.
Suryo mengatakan tarif Rp10.000 untuk meterai juga dinilai tak terlalu mahal jika menggunakan inflasi saat ini.
Alasan lain UU Bea Meterai diubah adalah bentuk dokumen yang sudah berubah mengikuti perkembangan zaman. Dia menjelaskan, dengan UU baru ini maka pemerintah menyediakan meterai yang bisa digunakan untuk dokumen elektronik.
"Terkait UU bea meterai kalau bahasa sederhananya adalah pajak atas dokumen. Kalau dulu dokumen hanya kertas, dari tahun 1985 ini. Tapi melihat dinamika perubahan zaman yang sedemikian rupa, bahasa bea meterai diperluas, tetap atas dokumen tapi tidak hanya kertas tapi juga yang bersifat elektronik."
"Satu hal ketika kita mengubah UU bea meterai ini, karena sudah banyak dokumentasi-dokumentasi yang dibentuk dalam bentuk elektronik. Apalagi kita punya UU ITE yang menyatakan dokumen itu sah, meski dibuat dalam bentuk elektronik," tuturnya.
6. Meterai Rp3.000 dan Rp 6.000 Masih Berlaku Setahun ke Depan
Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Suryo Utomo memastikan materai lama yang sudah beredar di masyarakat masih bisa berlaku sampai satu tahun ke depan. Meskipun, mulai 1 Januari 2021, pemerintah resmi menaikkan tarif bea materai menjadi Rp10 ribu.
Seperti diketahui, saat ini tarif bea materai yang berlaku adalah Rp3.000 dan Rp6.000. Tarif tersebut sudah naik sebanyak enam kali dari Rp500 dan Rp1.000 sebagaimana yang dibolehkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
"Ada transisi bahwa meterai lama masih bisa digunakan satu tahun ke depan," kata Suryo.
(mdk/bim)