Angka Kelahiran di Korea Selatan Sentuh Titik Terendah, Bisa Jadi Peluang Untungkan Indonesia
Jumlah rata-rata kelahiran bayi di Korea Selatan tahun 2021 sebesar 0,81 kemudian angka ini turun di tahun 2022 menjadi 0,78.
Rendahnya angka kelahiran bahkan membuat sejumlah universitas di Korea Selatan kesulitan mendapatkan mahasiswa baru.
Angka Kelahiran di Korea Selatan Sentuh Titik Terendah, Bisa Jadi Peluang Untungkan Indonesia
Angka Kelahiran di Korea Selatan Sentuh Titik Terendah, Bisa Jadi Peluang Untungkan Indonesia
Di tengah kemajuan ekonomi dan kecanggihan teknologi Korea Selatan, terselip tantangan cukup serius bagi negara ginseng tersebut. Merujuk data statistik tahun 2022, tercatat angka kelahiran di Korea Selatan bahkan mencapai angka rekor terendah.
Berdasarkan data tersebut, jumlah rata-rata kelahiran bayi di Korea Selatan tahun 2021 sebesar 0,81 kemudian angka ini turun di tahun 2022 menjadi 0,78. Faktor menurunnya angka kelahiran dipicu pemahaman dari kaum muda di Korea Selatan yang merasa tidak ada kewajiban untuk memiliki keluarga.
Professor dan Kepala Pusat dari ASEAN-Indian Studies, pada Institute of Foreign Affairs and National Security, Choe Wongi, mengatakan bahwa rendahnya angka kelahiran di Korea Selatan memang menjadi tantangan serius.
"Memang benar, low birth rate merupakan tantangan yang cukup serius bagi Korea Selatan dan trennya semakin tinggi," ucap Wongi saat mengisi lokakarya yang diselenggarakan Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).
Rendahnya angka kelahiran bahkan membuat sejumlah universitas di Korea Selatan kesulitan mendapatkan mahasiswa baru.
Di satu sisi, kondisi yang dialami Korea Selatan saat ini bisa menjadi solusi yang sama-sama menguntungkan bagi Indonesia dan Korea Selatan.
Wongi berpandangan, kondisi tersebut bisa meningkatkan pertukaran pekerja yang berkompeten antara Korea Selatan dengan negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Menurut Wongi, banyak universitas dan beberapa imstitusi di Korea Selatan membuka program vokasi yang diperuntukan untuk warga internasional, khususnya Asia Tenggara.
"Korea Selatan bisa menyediakan beragam fasilitas dengan membuka kelas-kelas vokasi untuk generasi muda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Jadi bagi saya kondisi seperti ini seharusnya bisa menjadi win win solution," ungkapnya.
Perempuan Korea Selatan juga mengeluhkan budaya patriarki yang memaksa mereka untuk mengasuh anak sambil menanggung diskriminasi di tempat kerja.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk-Yeol mengeluarkan serangkaian kebijakan untuk mengatasi penurunan angka kelahiran di Korea Selatan pada Desember lalu. Kebijakan tersebut termasuk langkah-langkah untuk mendorong kelahiran anak dan menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan di tempat kerja.
Pemerintah Korea Selatan juga berjanji untuk menyediakan perumahan harga terjangkau dan lebih banyak lapangan pekerjaan untuk kaum muda. Bahkan, pemerintah Korea Selatan telah menghabiskan 280 triliun won (USD 210 miliar) selama 16 tahun terakhir untuk menaikkan angka kelahiran tetapi masih gagal.
Jika dibandingkan dengan angka kelahiran Amerika Serikat dan Jepang, angka kelahiran Korea Selatan memang cukup rendah. Yang mana angka kelahiran Amerika Serikat 1,64 dan Jepang 1,33.
Rata-rata kesuburan tersebut merupakan angka terendah di antara negara-negara dalam Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang memiliki rata-rata 1,59 pada 2020.