Ekonomi RI Stabil, Bank Indonesia Diprediksi Tahan Suku Bunga Acuan
Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat (LPEM FEBUI) memprediksi Bank Indonesia (BI) masih harus menahan suku bunga acuan di kisaran 6 persen dalam RDG kali ini. Hal tersebut mempertimbangkan kondisi makro ekonomi Indonesia yang sedang dalam keadaan baik.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat (LPEM FEBUI) memprediksi Bank Indonesia (BI) masih harus menahan suku bunga acuan di kisaran 6 persen dalam RDG kali ini. Hal tersebut mempertimbangkan kondisi makro ekonomi Indonesia yang sedang dalam keadaan baik.
Kepala Kajian Makro LPEM FEBUI, Febrio mengatakan indikator pertama yang diperhatikan adalah inflasi. Menurut dia, inflasi kembali menurun di bulan Maret, lebih rendah dari ekspektasi hingga berada di bawah koridor menjadi 2,48 persen (yoy) dibanding 2,57 persen (yoy) di bulan Februari 2019. Inflasi telah mencapai tingkat terendah dalam satu dekade terakhir seiring dengan turunnya harga pangan dan komoditas.
-
Bagaimana Bank Indonesia memperkuat ketahanan eksternal dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan? "Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal sehingga dapat menjaga stabilitas perekonomian dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tegas dia.
-
Bagaimana BRI meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia? Sebagai bank yang berfokus pada pemberdayaan UMKM, BRI memiliki jutaan database nasabah, baik simpanan maupun pinjaman. Ini menyebabkan BRI terpapar risiko data privacy breach dan cyber security system.
-
Apa yang menjadi catatan BPS tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2023.
-
Bagaimana Indonesia berencana untuk berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi Bangladesh? Dalam bidang energi dan infrastruktur, disampaikan pula terkait kesiapan Indonesia dalam berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Bangladesh melalui konsorsium proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG).
-
Bagaimana cara bank pemerintah berperan dalam mengatasi tantangan ekonomi? Selain itu, bank pemerintah juga seringkali memiliki peran strategis dalam mengatasi tantangan ekonomi, seperti mengelola krisis keuangan dan memberikan dukungan finansial kepada sektor-sektor yang dianggap vital bagi pembangunan ekonomi.
-
Apa yang Airlangga Hartarto katakan tentang target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Penerapan ekonomi hijau dalam jangka panjang diproyeksikan dapat menstabilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,22 persen hingga 2045," kata Airlangga di Jakarta, Kamis (4/7).
"Pola musiman akibat periode panen mendorong inflasi bulanan yang rendah di tingkat 0,11 persen (mtm). Harga bahan makanan mentah mengalami deflasi didorong oleh lonjakan pasokan, namun harga dari sektor makanan, minuman, dan rokok mengalami peningkatan sehingga berkontribusi pada tercatatnya inflasi di bulan Maret," kata dia, kepada Merdeka.com, Kamis (25/4).
Inflasi inti bulanan tercatat sebesar 0,16 persen (mtm), lebih rendah dibandingkan inflasi inti bulanan Februari sebesar 0,26 persen (mtm). Di sisi lain, inflasi inti tahunan relatif stabil di sekitar 3 persen, sedikit turun dari 3,06 persen (yoy) pada bulan lalu menjadi 3,03 persen (yoy).
Indikator berikut adalah kinerja rupiah. Rupiah masih ditahan oleh Bank Indonesia di sekitar Rp 14.000-14.200. Perbaikan kurs Rupiah merupakan hasil dari meningkatnya kepercayaan investor setelah sektor manufaktur Tiongkok tumbuh melebihi ekspektasi.
Meredanya potensi pembatasan perdagangan AS-Tiongkok menjadi sentimen utama dalam aliran modal masuk portofolio ke negara-negara berkembang. Seiring dengan menurunnya tekanan global, minimnya sentimen negatif menjelang pemilihan umum telah mendorong Rupiah ke tingkat yang lebih kuat.
"Selain itu, hasil sementara saat ini dari presiden pemenang di Indonesia juga mendorong ekspektasi investor dalam stabilitas politik, sehingga menghasilkan apresiasi Rupiah lebih lanjut," jelas dia.
Pihaknya pun melihat peningkatan akumulasi aliran modal masuk yang tercatat sebesar Rp 91 triliun hingga pertengahan April. Hal ini mencerminkan kepercayaan pasar terhadap kinerja ekonomi domestik Indonesia. Arus modal masuk yang persisten sejak awal tahun tergambarkan oleh penurunan imbal hasil obligasi pemerintah. Rata-rata imbal hasil obligasi pemerintah 10-tahun dan 1-tahun pada Maret masing-masing mencapai 7,9 persen dan 6,5 persen.
"Di sisi lain, neraca perdagangan sejauh ini lebih baik dari ekspektasi. Setelah defisit yang cukup besar sepanjang 2018, neraca perdagangan Indonesia mendapat ruang bernapas baru," imbuhnya.
Data terbaru menunjukkan sinyal pemulihan dengan surplus perdagangan yang tidak terduga dalam dua bulan berturut-turut, masing-masing sebesar USD 0,3 miliar dan USD 0,5 miliar. Peningkatan ini telah membuat defisit perdagangan secara keseluruhan di Triwulan-I turun menjadi USD 0,19 miliar dari defisit USD 4,8 miliar di kuartal sebelumnya.
Dia menjelaskan, surplus neraca perdagangan saat ini terutama disebabkan oleh pembalikan tren neraca nonmigas, dimana impor nonmigas turun lebih cepat daripada penurunan ekspor nonmigas. "Impor keseluruhan barang modal seperti mesin dan peralatan listrik (HS 85) mencatat penurunan signifikan pada 7,8 persen (yoy), komponen impor ini tumbuh sangat tinggi tahun lalu."
Di sisi lain, neraca minyak dan gas mencatat perbaikan dengan defisit sebesar USD 1,3 miliar pada Triwulan-I 2019. Angka ini berkurang signifikan dibanding defisit sebesar USD 2,7 miliar di kuartal yang sama tahun lalu. Impor minyak mentah yang lebih rendah, sementara produksi minyak mentah domestik masih turun, mencerminkan persyaratan wajib B20 mulai menunjukkan efektifitasnya. Defisit perdagangan yang lebih rendah dari yang diperkirakan diperkirakan akan menurunkan defisit neraca transaksi berjalan untuk Triwulan-I 2019.
"Kami memproyeksikan defisit pada Triwulan-I 2019 di 2,24 persen terhadap PDB, lebih rendah dibanding 3,57 persen di Triwulan-IV 2018. Namun, struktur ekspor Indonesia yang masih sangat bergantung pada bahan baku impor masih akan menjadi sumber gangguan dalam proyeksi kinerja neraca transaksi berjalan sepanjang 2019. Namun demikian, kami memandang bahwa defisit neraca transaksi berjalan berpeluang untuk mencapai perbaikan ke sekitar 2,5 persen tahun ini," ungkapnya.
Pihaknya berpandangan, sejauh ini, Bank Indonesia masih akan terus menjaga daya tarik aset domestik. Rupiah relatif lebih stabil dibandingkan dengan mata uang negara berkembang lainnya dalam satu tahun terakhir. Rupiah yang menguat, didukung oleh aliran modal masuk, dan inflasi yang cenderung semakin rendah adalah alasan yang cukup bagi Bank Indonesia untuk mulai menyiapkan siklus pelonggaran moneter.
"Akumulasi cadangan devisa yang diperkirakan akan mencapai USD 130 miliar dalam dua sampai tiga bulan ke depan akan menjadi barometer untuk sinyal pelonggaran ini."
Untuk saat ini, dalam rangka memperluas pinjaman kredit dan mempertambahkan pertumbuhan nasional, BI bisa melonggarkan kebijakan makroprudensial, salah satunya dengan menurunkan tingkat Giro Wajib Minimum (GWM). "Stabilitas eksternal akan tetap relatif terjaga namun perbankan mulai bisa diberi ruang bernafas mengingat likuiditas memang masih cukup ketat," tandasnya.
Baca juga:
BI Diprediksi Bakal Tahan Suku Bunga Acuan Sepanjang 2019
Genjot Kredit, Kenapa BI Tak Turunkan Suku Bunga?
Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga Acuan 6 Persen, ini Respons Menko Darmin
Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga Acuan Maret di 6 Persen
The Fed Pertahankan Suku Bunga Acuan di 2,5 Persen
Chatib Basri: Defisit Membengkak, Penurunan Suku Bunga BI Sulit Dilakukan