Energi terbarukan dalam proyek 35.000 MW butuh kepastian
Energi panas bumi atau geothermal dan air atau hydro diprediksi menyumbang kontribusi cukup tinggi.
Energi baru terbarukan (EBT) direncanakan menyumbang 25 persen dalam proyek listrik nasional 35.000 megawatt (MW) Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Guna meningkatkan minat swasta pada sektor EBT, pemerintah diminta memberikan kepastian pelaksanaan dan hukum.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menjelaskan, dalam penerapan EBT ini diprediksi energi panas bumi atau geothermal dan air atau hydro menyumbang kontribusi cukup tinggi.
"Jadi kalau memang ada kepastian, ada eksekusi, maka swasta pelan-pelan akan masuk. Jadi sinyal kepastian itu penting," kata Fabby dalam diskusi Energi Kita kerja sama merdeka.com, RRI, IJTI, IKN, DML dan Sewatama di Jakarta, Minggu (13/9).
Pihaknya menyebut, Indonesia Timur menjadi lokasi yang cocok untuk penerapan proyek EBT ini. "Geothermal, hydro, dan angin di beberapa tempat cukup potensi seperti Indonesia Timur," ungkapnya.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) Jarman menegaskan, pemerintah tetap konsisten menjalankan proyek 35.000 MW. Nantinya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) bakal dievaluasi tiap tahunnya untuk melihat pertumbuhan kebutuhan listrik.
"RPTUL akan dievaluasi setiap tahunnya, tetapi target 35.000 MW itu memang dibutuhkan untuk mendukung listrik nasional," terang Jarman.