Fakta-Fakta Lonjakan Utang Pemerintah Jokowi di Kala Pandemi
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah mencapai sebesar Rp6.074,56 triliun sampai dengan akhir Desember 2020. Secara nominal, utang pemerintah ini mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah mencapai sebesar Rp6.074,56 triliun sampai dengan akhir Desember 2020. Secara nominal, utang pemerintah ini mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.
Saat ini rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 38,68 persen. Utang surat berharga negara (SBN) dalam mata uang Rupiah pemerintah terkumpul Rp4.025,62 triliun. Sementara, utang mata uang asing totalnya Rp1.196,03 triliun.
-
Kenapa seni rupa penting? Seni rupa, sebagai salah satu cabang seni yang sangat beragam dan kaya akan ekspresi kreatif, telah memberikan sumbangan berharga dalam menggambarkan kompleksitas dunia visual.
-
Apa yang dimaksud dengan kata-kata diam dalam konteks ini? Kata-kata diam adalah salah satu cara yang efektif untuk menggambarkan bagaimana kita diam apa makna di balik diamnya kita.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Kapan Atang Sendjaja meninggal? Pada 29 Juli di tahun itu menjadi hari duka bagi AURI.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kenapa Uut Permatasari tinggal di kost? Keputusan ini diambil untuk mendukung tugas suaminya, Tri Goffarudin Pulungan di Bali.
Di sisi lain, pemerintah juga memiliki utang dalam bentuk pinjaman dalam negeri sebesar Rp11,97 triliun dan luar negeri sebesar Rp840,94 triliun.
Berikut fakta yang dirangkum merdeka.com mengenai kondisi utang pemerintah selama pandemi.
1. Utang Asing Diklaim Dikelola Hati-Hati
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono mengatakan, utang asing pemerintah naik karena terjaganya kepercayaan investor sehingga mendorong masuknya aliran modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Selain itu, adanya penarikan sebagian komitmen pinjaman luar negeri untuk mendukung penanganan pandemi Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Erwin mengatakan utang luar negeri (ULN) pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas. Antara lain mencakupsektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,9 persen dari total ULN Pemerintah), sektor konstruksi (16,7 persen), sektor jasa pendidikan (16,7 persen), dan sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (11,9 persen), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (11,1 persen).
Ewrin melanjutkan, struktur ULN yang sehat tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir triwulan IV 2020 yang tetap terjaga di kisaran 39,4 persen. Meskipun meningkat dibandingkan dengan rasio pada triwulan sebelumnya sebesar 38,1 persen.
Struktur ULN Indonesia yang tetap sehat juga tercermin dari besarnya pangsa ULN berjangka panjang yang mencapai 89,1 persen dari total ULN. Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
"Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," tandasnya.
2. Rencana Insentif Pajak Buat Utang Membengkak
Pemerintah resmi memberikan insentif fiskal berupa Penurunan Tarif PPnBM untuk kendaraan bermotor pada 1 Maret 2021 mendatang. Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, insentif ini mengakibatkan turunnya penerimaan negara dari kendaraan bermotor. Padahal, rasio pajak terus alami penurunan dan negara sedang alami pelebaran defisit anggaran.
"Bagaimanapun juga penerimaan pajak dari kendaraan bermotor sangat penting untuk menambal pendapatan negara. Kalau penerimaan pajak turun maka defisit melebar konsekuensi ke potong anggaran yang esensial atau cari pinjaman utang baru," paparnya kepada merdeka.com, Jakarta.
3. Rasio Utang Ditarget Hanya 41 Persen dari PDB di 2021
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan besaran utang negara saat ini berada di sekitar 38,5 persen dari PDB. Komposisi utang ini akan tetap terjaga di kisaran 39 persen sampai 41 persen terhadap PDB di 2021.
"Sekarang utang kita sekitar 38,5 persen PDB dan tahun ini akan ada di sekitar 39 persen sampai 41 persen," kata Suahasil dalam Forum Diskusi Salemba bertajuk: Outlook Perekonomian Indonesia 2021, Jakarta.
Meningkatnya utang negara selama pandemi karena belanja pemerintah yang tinggi. Sementara penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak turun drastis.
"Defisit kita gede karena belanja pemerintah tinggi dan penerimaan negara rendah karena aktivitas ekspor-impor, konsumsi dan investasi terhambat," kata dia.
Dia menambahkan, beberapa negara yang juga menarik utang selama masa pandemi di antaranya Jerman, Prancis dan Malaysia. "Defisitnya mereka lebih dalam, utangnya lebih dalam juga seperti Jerman, Prancis dan Malaysia," tandasnya.
4. Pemerintah Komitmen Turunkan Jumlah Utang
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo memastikan, pemerintah akan terus mewaspadai peningkatan utang di tengah kondisi pandemi Covid-19. Bahkan, secara bertahap, pemerintah berjanji akan menurunkan posisi utang.
"Pemerintah juga mewaspadai peningkatan utang saat pandemi dan berupaya keras untuk menurunkan secara gradual," jelas dia seperti dikutip dari akun Twitternya @prastow.
Dia mengatakan, untuk menekan posisi utang pemerintah, secara bersamaan juga akan mengoptimalkan pendapatan negara. Sehingga hal tersebut akan membantu meminimalisir jumlah utang.
5. Pemerintah Dinilai Gagal Optimalkan Utang untuk Penyelamatan Ekonomi
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperlebar defisit APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) sebesar 0,2 persen pada 2021. Dengan pelebaran tersebut maka defisit 2021 menjadi 5,7 persen dari sebelumnya 5,5 persen.
Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati menilai, bahwa defisit APBN akan semakin lebar sebagai akibat dari ekspansi fiskal untuk menyelamatkan perekonomian di saat pandemi. Hal ini terlihat dengan adanya pelebaran defisit fiskal dari 2,2 persen pada 2019, menjadi 6,3 persen pada 2020.
"Diperkirakan masih akan defisit sebesar 5,7 persen di 2021. Tetap perlu kehati-hatian dalam melaksanakan kebijakan defisit ini," kata Anis di Jakarta.
Meski begitu defisit merupakan langkah normal di saat resesi. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini pun turut memberikan catatannya terkait sebagian besar defisit APBN yang dibiayai utang. Menurutnya semakin lebar defisit, semakin besar juga utang.
"Untuk memaksimalkan pertumbuhan, tentu utang harus digunakan. Tetapi yang sering terjadi adalah pemerintah justru gagal membelanjakan uang," paparnya.
Dia mengungkapkan pelebaran defisit ini disebabkan oleh tingginya anggaran Penyelamatan Ekonomi Nasional (PEN). Akan tetapi, data terakhir menunjukkan bahwa realisasi anggaran PEN hingga akhir 2020 belum maksimal, hanya sebesar 83 persen.
"Hal ini tentu merugikan, karena utang yang sudah ditarik pemerintah, gagal dimanfaatkan untuk penyelamatan ekonomi nasional," ujar legislator dapil DKI Jakarta I itu.
(mdk/bim)