Google dan TikTok Mulai Bersaing, Siapa yang Paling Kaya?
Meski pamor Google mulai turun akibat TikTok, namun pendapatan TikTok masih belum bisa melebihi pendapatan Google.
Masa depan Google terusik dengan kehadiran platform TikTok.
Google dan TikTok Mulai Bersaing, Siapa yang Paling Kaya?
Hasil data terbaru dari firma riset Morning Consult, menunjukan generasi Z atau orang yang lahir pada tahun 1995-2010, telah meninggalkan Google dan memilih layanan berbagi video, Tiktok.
Memang, dalam data tersebut angkanya belum terlalu besar dibandingkan dengan Google, namun TikTok mengalami pertumbuhan signifikan mengingat Tiktok bukanlah platform mesin pencarian.
- Kalahkan Mbah Google, TikTok Kini jadi Aplikasi Pencarian Paling Populer di Dunia
- Intip Sumber Pendapatan TikTok dan Google
- Google Mulai Ditinggalkan, Begini Asal-muasal TikTok yang Kini Jadi Platform Pencarian Informasi Anak Muda
- Ternyata, Ini Alasan Kenapa Generasi Z Suka Mencari Informasi di TikTok Dibanding Google
Pamor Google yang mulai merosot dibandingkan TikTok juga terlihat dari pendapatan Google.
Mengutip Liputan6.com, perusahaan yang berkantor di Amerika Serikat itu mencatatkan earning per share atau EPS USD1,17 atau Rp17,417 per saham.
Menurut refinitiv, angka itu lebih dari prediksi di level USD1,07. Perusahaan ini mengantongi pendapatan sebesar USD69,79 miliar atau Rp1.038 triliun atau di atas prediksi USD68,9 miliar.
Adapun pendapatan iklan YouTube sebanyak USD6,69 miliar di atas perkiraan StreetAccount USD 6,6 miliar. Pendapatan Google Cloud sebesar USD 7,45 milar di bawah prediksi USD7,49 miliar Untuk biaya traffic acquisition costs (TAC) sebesar USD11,72 miliar di atas perkiraan StreetAccount USD11,78 miliar.
Pendapatan iklan YouTube tetap sesuai ekspektasi analis, namun juga menurun dari tahun lalu. Selain penurunan belanja iklan secara keseluruhan, YouTube juga menghadapi persaingan yang semakin ketat dari TikTok dalam video pendek. Sementara mengutip Forbes, jejaring sosial besar menarik pendapatan besar-besaran sejak Apple memperkenalkan Transparansi Pelacakan Aplikasi.
Fitur privasi pengguna, yang diumumkan pada tahun 2020 dan diterapkan pada tahun 2021, membatasi data yang dapat digunakan Facebook, TikTok, Snap, dan Instagram untuk menargetkan iklan.
Sehingga, media sosial yang besar membuat dorongan kolektif untuk mengarahkan pembayaran pengguna sebagai alternatif monetisasi yang berfokus pada iklan.
Wakil Presiden di mobile metrics company Apptopia, Adam Blacker mengatakan bahwa TikTok menjadi platform raksasa di tengah gempuran media sosial. Pada kuartal 4 tahun 2022, TikTok menghasilkan pendapatan dalam aplikasi lebih dari USD350 juta atau sekitar Rp5,2 triliun. Kemudian pada tahun 2020, kuartal yang sama hanya mencapai USD150 juta atau Rp2,2 triliun."TikTok telah memiliki IAP (pembelian dalam aplikasi) sejak awal dan pendapatan aplikasinya tahun lalu mencapai USD1,5 miliar," kata Blacker.
Merdeka.com