Grant Thornton: Pelaku Bisnis Indonesia Ingin Infrastruktur Tetap Prioritas
Para pelaku bisnis di Indonesia mengharapkan pembangunan infrastruktur terus menjadi prioritas pembangunan. Sebanyak 58 persen dari pelaku bisnis itu mengharapkan pembangunan infrastruktur lokal benar-benar direalisasikan. Ini berdasarkan Grant Thornton International Business Report (IBR)
Para pelaku bisnis di Indonesia mengharapkan pembangunan infrastruktur terus menjadi prioritas pembangunan. Sebanyak 58 persen dari pelau bisni itu mengharapkan pembangunan infrastruktur lokal benar-benar direalisasikan.
Ini berdasarkan survei Grant Thornton International Business Report (IBR) di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) yang dirilis per kuartal. Di laporan tersebut, Grant Thornton menyelami faktor-faktor apa saja yang menjadi pendorong tingginya optimisme bisnis dan menemukan fakta bahwa infrastruktur muncul sebagai peluang utama bagi kebanyakan pelaku bisnis di ASEAN.
-
Bagaimana Indonesia membangun konektivitas regional dalam mewujudkan transportasi berkelanjutan? Sebagai bagian dari komitmen ASEAN, Pemerintah Indonesia berusaha membangun konektivitas regional dan telah melibatkan diri dalam inisiatif seperti Indonesia-MalaysiaThailand Golden Triangle (IMT-GT) yang memiliki 36 proyek konektivitas senilai lebih dari USD 57 miliar.
-
Mengapa pembangunan IKN penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia? “Ibu Kota Nusantara diharapkan menjadi penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, mendukung transformasi ekonomi nasional menuju visi Indonesia Emas 2045,” jelas Teni dalam sebuah sosialisasi.
-
Bagaimana Indonesia berencana untuk berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi Bangladesh? Dalam bidang energi dan infrastruktur, disampaikan pula terkait kesiapan Indonesia dalam berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Bangladesh melalui konsorsium proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG).
-
Apa saja yang dilakukan Kemenko Perekonomian untuk mewujudkan transportasi berkelanjutan di Indonesia? Pemerintah telah menetapkan pengembangan infrastruktur sebagai salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, dengan pembentukan Proyek Strategis Nasional (PSN). Pengembangan infrastruktur yang signifikan akan terus dilanjutkan sebagaimana dijelaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 guna mewujudkan visi strategis 100 tahun Indonesia. Menko Airlangga juga menyampaikan bahwa Pemerintah telah membangun lebih dari 2.000 km jalan tol yang menghubungkan pusat-pusat komersial, industri, dan perumahan utama di tanah air, menciptakan value chain perdagangan yang lebih kuat. Dalam program PSN tersebut, Indonesia juga mengembangkan proyek transportasi perkotaan seperti MRT yang telah selesai pada tahun 2019 dan proyek LRT Jabodebek yang baru saja selesai.
-
Bagaimana Indonesia dan ASEAN mengimplementasikan pemanfaatan AI? “Dengan tren pemanfaatan AI dan penciptaan tata kelolanya, interaksi negara-negara anggota ASEAN juga tidak luput dari diskusi tentang AI,” ujarnya.
-
Bagaimana Pertamina membangun infrastruktur hijau? Langkah konkrit perseroan dalam pengembangan infrastruktur hijau, lanjut Fadjar tidak hanya dilakukan dalam Pertamina Group, tetapi juga bersama BUMN yang tergabung dalam Indonesia Battery Corporation (IBC) dalam pengembangan pabrik baterai kendaraan listrik (EV).
Menurut IBR per kuartal IV 2018, sebanyak 42 persen dari pelaku bisnis di kawasan ASEAN meyakini infrastruktur mendorong prospek pertumbuhan bisnis di kawasan, serta mendukung terciptanya sarana untuk meningkatkan kesejahteraan. Keyakinan ini
didorong pesatnya urbanisasi, terutama untuk mendukung kebutuhn transportasi dan pergerakan barang. Pertumbuhan populasi rata-rata di berbagai negara di ASEAN periode 2015–2020 tercatat lebih dari 1 persen. Namun, di perkotaan pertumbuhan tersebut diperkirakan lebih besar; lebih dari dua kali lipat.
Kurniawan Tjoetiar, Partner-Business Advisory/Legal Services Grant Thornton Indonesia, mengungkapkan 58 persen dari total responden (para pelaku bisnis di Indonesia) mengharapkan pembangunan infrastruktur lokal benar-benar direalisasikan. Sedangkan di Filipina hasilnya hanya 48 persen dari responden. Di Indonesia lebih besar akibat kebijakan
pemerintah Presiden Joko Widodo yang pada 2016 menguraikan agenda pembangunan yang mana US$ 327 miliar akan dialokasikan untuk mengembangkan berbagai proyek prasarana atau infrastruktur termasuk jalan, bandar udara, dan jaringan kereta api.
"Keinginan tinggi untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia mencerminkan kebijakan pemerintah. Dana signifikan dialokasikan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, dan para pelaku bisnis sangat menantikan berbagai peluang dari infrastruktur yang bertambah baik,” ujar Kurniawan di Jakarta, kemarin (29/11).
Secara umum, survei Grant Thornton ini menyatakan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Pasifik pesat, yang didorong kinerja berbagai negara di ASEAN. Yang mana negara-negara ini memiliki prospek pertumbuhan lebih dari 5 persen hingga 2022.
Optimisme di kalangan pelaku bisnis di ASEAN juga mencapai level baru, yakni 64 persen. Ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata optimisme diAsia Pasifik yang berada di level 55 persen dan Gglobal di 54 persen.
Meski optimisme bisnis terhitung tinggi, di saat sama ada kekhawatiran terhadap
perubahan iklim, serta dampak bencana alam yang belakangan ini juga dianggap sebagai
ancaman nyata, selain ancaman konflik antarwilayah. Namun, para pelaku bisnis
tetap meyakini kerja sama antarwilayah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mampu
mengatasi berbagai risiko yang disebabkan faktor lingkungan tersebut.
Pembangunan Infrastruktur LRT ©Liputan6.com/Faizal Fanani
Kerja Sama Antar-Wilayah Prioritas
Selain pentingnya infrastruktur, pelaku bisnis di ASEAN juga setuju bahwa peningkatan kerja sama ekonomi ASEAN adalah peluang terbesar berikutnya untuk kawasan Asia Pasifik. Ini disetujui oleh 36 persen dari total responden.
Kerja sama antarwilayah yang semakin gencar sejak MEA ditetapkan pada 2015, dipandang semakin penting. Seperti ASEAN dengan China meski ada masalah perbatasan di Laut China Selatan. Apalagi China dan negara-negara ASEAN menyepakati rancangan kode etik pada awal tahun ini untuk menyelesaikan perselisihan perbatasan tersebut. Hal ini menunjukkan kemajuan menggembirakan. Namun, pelaku bisnis membutuhkan lebih banyak kepastian sebelum konflik antarkawasan benar-benar reda.
Peluang bisnis di ASEAN sangat signifikan, khususnya untuk bisnis yang terlibat dalam perbaikan infrastruktur digital dan fisik yang mendukung gelombang baru pembangunan. Karena itu, hubungan ekonomi dan bisnis di seluruh ASEAN perlu dipastikan bebas konflik agar tercipta kerja sama antarwilayah yang posifif, kata Johanna Gani, Managing Partner Grant Thornton Indonesia.
“Penelitian kami juga mengidentifikasi bahwa kerja sama yang mampu mengembangkan potensi sumber daya di tiap negara diperlukan untuk mengurangi tantangan bisnis di masa depan. Hal tersebut akan meletakkan fondasi kuat untuk pertumbuhan yang berkelanjutan,” pungkas Johanna Gani.
Grant Thornton adalah satu organisasi global yang menyediakan jasa audit, tax, dan advisory. Hadir di lebih dari 130 negara dengan 47.000 tim, Grant Thornton fokus untuk berkontribusi bagi klien, kolega, dan masyarakat lokal. KAP Gani Sigiro & Handayani adalah member firm Grant Thornton di Indonesia.
Baca juga:
KA Bandara, PT KAI Selesaikan Pembangunan Ruang Tunggu Stasiun Solo Balapan
Harga Saham Jasa Marga Tak Stabil, Ini Alasannya
Pengusaha Keberatan Terima Uang Ganti Rugi Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Melihat Progres Pembangunan Dermaga di Pulau Pramuka
Proyek Tol Jakarta-Cikampek Selatan Masih Terkendala Pembebasan Lahan
Gerbang Tol Cikarang Utama Bakal Dipindah ke Cikampek Sebelum Lebaran 2019