Hadapi PSBB Transisi, Bappenas Lakukan Rapid Test 2.000 Pegawai
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menggelar rapid test untuk lebih dari 2.000 pegawai yang diselenggarakan Senin-Jumat, 8-12 Juni 2020. Rapid test bertujuan mencegah terjadinya penyebaran Covid-19 di lingkungan Kementerian PPN/Bappenas.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menggelar rapid test untuk lebih dari 2.000 pegawai yang diselenggarakan Senin-Jumat, 8-12 Juni 2020. Rapid test bertujuan mencegah terjadinya penyebaran Covid-19 di lingkungan Kementerian PPN/Bappenas.
Pelaksanaan Rapid Test mematuhi protokol kesehatan Covid-19, di antaranya menerapkan physical distancing dalam antrean dan tempat duduk, memastikan penggunaan masker, serta menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer. Apabila hasil tes reaktif, maka akan ditindaklanjuti dengan tes Polymerase Chain Reaction (PCR).
-
Kenapa Kemenpan-RB memperketat tes CPNS? Azwar Anas juga memastikan tes CPNS tahun ini akan lebih ketat. Salah satunya, dengan memasang dua kamera Face Recognition. Hal itu dilakukan agar tidak ada lagi joki CPNS."Tahun ini kita perketat dengan membuat Face Recognition baik di depan saat pendaftaran maupun di dalam di depan komputer. Sehingga tidak terjadi lagi seperti di kasus kejadian kemarin ada joki yang masih bisa masuk," bebernya.
-
Apa yang terjadi pada PNS tersebut? Korban atas nama Yosep Pulung tewas usai ditikam Orang Tak Dikenal (OTK) di Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, Kamis (4/4) kemarin.
-
Bagaimana cara Kemenpan-RB memperketat tes CPNS? Tahun ini kita perketat dengan membuat Face Recognition baik di depan saat pendaftaran maupun di dalam di depan komputer. Sehingga tidak terjadi lagi seperti di kasus kejadian kemarin ada joki yang masih bisa masuk," bebernya.
-
Di mana PNS itu ditikam? Peristiwa itu terjadi kira-kira pukul 09.28 WIT di Jalan Dekai- Sarendala, Kabupaten Yahukimo.
-
Kapan BPS dibentuk? Sejarah BPS dimulai pada tahun 1960, ketika Biro Pusat Statistik didirikan.
-
Bagaimana cara kerja PNS yang fleksibel diterapkan? Dalam Perpres 21/2023 ditegaskan bahwa pegawai ASN atau PNS dapat melaksanakan tugas kedinasan secara fleksibel. Adapun jenis pekerjaan dan pegawai ASN yang dapat menerapkan fleksibel secara lokasi dan/atau fleksibel secara waktu ditetapkan oleh PPK atau pimpinan instansi.
"Tentunya tujuannya adalah untuk memastikan para pegawai aman dari Covid-19, meskipun ini bukan tes yang ideal, ini merupakan tes awal. Misalnya ada yang perlu ditindaklanjuti, nanti akan ditindaklanjuti dengan tes PCR dan ini akan dilakukan berkala, jadi tidak hanya sekali. Tentunya kita tidak berharap ada yang terindikasi positif ya, tapi kita berjaga-jaga akan dilakukan secara berkala," jelas Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Himawan Hariyoga dalam pernyataannya, Selasa (9/6).
Saat ini, Kementerian PPN/Bappenas menerapkan kebijakan kombinasi Work From Home (WFH) dan Work From Office (WFO) dengan jumlah pimpinan dan pegawai yang masuk kantor tidak lebih dari tiga puluh persen.
Untuk mengakomodasi kebutuhan mobilitas pegawai, selain fasilitas bus antar jemput dari Depok dan Bekasi, Kementerian PPN/Bappenas menambah fasilitas antar jemput bagi pegawai yang tidak memiliki kendaraan pribadi dan membutuhkan transportasi umum. Terdapat empat titik lokasi penambahan di sejumlah stasiun, yakni Stasiun Bogor, Stasiun Bojonggede, Stasiun Citayam, dan Stasiun Depok.
Kepala Biro Umum Kementerian PPN/Bappenas Thohir Afandi menyatakan, bahwa tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan, baik penambahan armada atau titik jemputan. "Saat ini, sudah ada beberapa usulan tambahan titik penjemputan. Kita hindarkan teman-teman dari transportasi yang berisiko tinggi," imbuh dia.
Menurutnya, Kebijakan kombinasi WFH dan WFO merupakan langkah penyesuaian masa transisi pengurangan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang kini tengah diterapkan di DKI Jakarta.
Seperti diketahui, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, pengurangan PSBB dilakukan dengan memperhatikan tiga kriteria WHO. Pertama, Epidemiologi, yaitu Angka Reproduksi Efektif (Rt) menunjukkan rata-rata jumlah orang yang terinfeksi oleh satu orang yang terinfeksi.
Kedua, Sistem Kesehatan, yaitu rasio jumlah tempat tidur rumah sakit untuk perawatan Covid-19 dibandingkan kasus covid-19 yang memerlukan perawatan > 1,2. Kriteria ketiga adalah Surveilans, artinya jumlah tes per 1 juta penduduk ≥ 3.500. Jumlah total tes lab harus dilaporkan setiap hari dan threshold masing-masing provinsi berbeda.
"WHO merekomendasikan untuk melakukan tes mingguan 1 orang dari setiap 1.000 orang per minggu. Berarti Indonesia perlu menerapkan 270 ribu tes Covid-19 per minggu. Meski begitu, jumlah tes yang diperlukan dapat dirasionalisasi dengan kondisi dan kebutuhan kita," pungkas Menteri Suharso.
(mdk/azz)