Harga minyak dunia bergejolak usai Raja Saudi wafat
Penerus Raja Abdullah diprediksi tidak akan membawa perubahan kebijakan yang signifikan.
Harga minyak dunia diperdagangkan bervariasi sempit pada Jumat (Sabtu pagi WIB). Hal ini menyusul meninggalnya Raja Arab Saudi, produsen minyak terbesar OPEC. Serta, kekhawatiran tentang kerusuhan di Yaman.
Dilansir dari Antara, Sabtu (24/1), minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret di New York Mercantile Exchange, turun 72 sen menjadi USD 45,59 per barel, terendah baru dalam hampir enam tahun terakhir.
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Maret menetap di USD 48,79 per barel, naik 27 sen dari tingkat penutupan Kamis.
Raja Abdullah, yang berusia sekitar 90 tahun, meninggal pada Jumat pagi. Keluarga kerajaan bergerak cepat untuk menunjukkan kesinambungan dalam struktur kekuasaan dan kebijakan negara.
Saudara tiri Abdullah, Putra Mahkota Salman, ditunjuk sebagai raja baru dan, dalam pidato pertamanya sebagai raja, Salman berjanji untuk mempertahankan pendekatan yang sama terhadap pengekspor minyak dunia dan menyerukan persatuan antara negara-negara Arab.
"Atas kehendak Allah, kami akan melanjutkan semuanya yang pernah dilakukan Raja Abdullah," demikian pernyataan Raja Salman.
Sebagai produsen utama di Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), Arab Saudi telah menjadi penggerak kekuatan di belakang penolakan kartel untuk memangkas produksinya.
Tim Evans dari Citi Futures mencatat bahwa Raja Salman telah menegaskan bahwa kebijakan luar negeri dan energi Arab Saudi tidak akan berubah, dengan Ali Al-Naimi tetap sebagai Menteri Energi.
Arab Saudi telah menolak desakan beberapa anggota dari 12 negara OPEC untuk memangkas produksinya. Mereka lebih memilih untuk menurunkan harga dalam upaya untuk meraih pangsa pasar.