Hindari denda tinggi, Asian Agri diduga kaburkan kasus pajaknya
Jika masuk ranah pidana, maka denda kasus Asian Agri melonjak 400 persen dari tunggakan plus pokoknya.
Asian Agri Group (AAG) dituding sengaja mengaburkan kasus pengemplangan pajak dari ranah pidana ke ranah pelanggaran administrasi. Ini dilakukan dengan cara melontarkan wacana bahwa kasus pajak seharusnya tidak dapat diselesaikan melalui ranah pengadilan umum.
Peneliti Katadata Metta Dharmasaputra mengatakan, terdapat alasan mengapa AAG berusaha dengan sangat keras agar kasus tersebut diselesaikan melalui pengadilan pajak. Menurut dia, AAG akan mendapat tuntutan untuk membayar tunggakan pajak jauh lebih besar dari beban yang dikenakan jika kasus tersebut ma400suk ranah pidana.
"Kalau pidana, dia (AAG) bisa dituntut 400 persen dari tunggakan plus pokoknya. Jadi total Rp 6,5 triliun. Jelas nilai yang sangat besar," ujar Metta dalam diskusi 'Quo Vadis Skandal Pajak Asian Agri' di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Jumat (24/1).
Metta melanjutkan, AAG sangat berambisi agar lepas dari jeratan pidana dan kasus ini beralih ke Pengadilan Pajak. Ini karena AAG hanya akan dinyatakan melanggar administrasi perpajakan dan hanya mendapat denda sebesar 24 persen per tahun selama 2 tahun.
"Artinya, hanya 48 persen kali pokoknya," ungkap Metta.
Padahal, terang Metta, seluruh fakta yang terjadi terkait kasus ini sebenarnya menunjukkan ada upaya kesengajaan yang dilakukan beberapa direksi AAG untuk menyiasati pajak. Hal ini didasarkan pada adanya tax planning meeting beberapa kali yang hasilnya menyatakan pendapatan perusahaan kecil sehingga beban pajak tidak terlalu tinggi.
"Jelas ini kasus tax evasion (pengemplangan pajak). Ini yang bertahun-tahun berusaha disumirkan, bahwa ini adalah tax avoidance (pengecilan pajak), bukan tax evasion. Karena tax evasion ini implikasinya pidana," ungkap Metta.
Pada kesempatan yang sama, Pakar Perpajakan Yustinus Prastowo melihat kejanggalan pada kasus ini. Pasalnya, hanya ada satu tersangka yang ditetapkan yaitu Suwir Laut (SL).
"SL mengadakan tax planning meeting. Berarti ada perencanaan. Bukan SL punya ide dari langit. Jelas dalam dakwaan ada rapat," jelas Prastowo.
Selain itu, Prastowo menerangkan, jika dicermati, putusan MA pun mengandung kejanggalan. Ini lantaran semua pertimbangan yang digunakan dalam menjatuhkan putusan Kasasi tersebut menggunakan bahasa yang merujuk pada makna pengecilan pajak meski pada akhirnya amar putusan tersebut menyatakan ada pengemplangan.
"Putusan MA dekat sekali dengan 'pengecilan'. Putusannya jadi bukan pidana, tapi dengan administratif," pungkas dia.