Indonesia siap negosiasi dengan Prancis terkait pajak sawit
"Ini kan masih diproses Prancis, keputusannya itu ada pada bulan Juni. Kita akan negosiasi."
Pemerintah Indonesia menolak keras rencana Prancis terkait penetapan pajak progresif untuk semua produk berbasis minyak kelapa sawit dan turunannya. Rencananya pajak tersebut akan diterapkan mulai 2017 mendatang sebesar 300 euro per ton dan terus mengalami kenaikan sampai 2020 menjadi 900 euro per ton.
Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim, Arief Havas Oegroseno mengatakan, kebijakan pengenaan pajak sebaiknya diberikan untuk hasil sawit yang tidak ramah lingkungan atau tax non sustainable.
-
Siapa Fredy Pratama? "Enggak (Tidak pindah-pindah) saya yakinkan dia masih Thailand. Tapi di dalam hutan," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa, Rabu (13/3).
-
Apa itu pindang tulang iga sapi khas Palembang? Pindang tulang iga sapi dapat menjadi menu alternatif dalam acara makan Anda bersama keluarga.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Apa bentuk khas Kue Petulo Kembang? Kue petulo kembang ini terbilang unik karena bentuknya seperti mi gulung yang memiliki beragam warna.
-
Kapan Paspampres dibentuk? Paspampres adalah salah satu dari Badan Pelaksana Pusat Tentara Nasional Indonesia (TNI).
-
Kenapa KEK Singhasari penting? KEK Singhasari berkonsentrasi pada platform ekonomi digital untuk bersinergi dengan perkembangan antara bisnis pariwisata dan ekonomi digital.
"Misalnya untuk sawit yang ramah lingkungan itu dikenakan tax sebesar 30 persen. Sisanya tidak perlu dikenakan. Atau bahkan, bisa diberikan reward untuk para eksportir sawit yang sustainable,"ujar Havas di kantornya, Jakarta, Senin (11/4).
Dia mengaku siap melakukan negosiasi dengan Pemerintahan Prancis terkait pengenaan pajak sawit. Namun, dirinya tidak merinci negosiasi apa yang akan dilakukan.
"Ini kan masih diproses Prancis, keputusannya itu ada pada bulan Juni. Kita akan negosiasi dan kasih usulan kepada Prancis nantinya," ucapnya.
Sebelumnya, pemerintah kecewa Prancis berencana mengenakan pajak progresif untuk semua produk berbasis kelapa sawit pada 2017. Itu tertuang dalam rancangan amandemen Undang-undang Nomor 367 tentang Keanekaragaman Hayati yang diputuskan senat Negeri Napoleon Bonaperte tersebut pada 21 Januari lalu.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengaku menyurati sejumlah duta besar Indonesia di beberapa negara Eropa untuk memprotes kebijakan tersebut. Sebab, kebijakan tersebut akan mematikan ekspor CPO Indonesia ke Eropa, terutama Prancis.
"Jangan sampai hubungan Indonesia dengan Prancis yang sudah kita jalin selama ini rusak hanya karena persoalan ini," ujarnya di kantor, Jakarta, Kamis (4/2).
Meski ekspor CPO Indonesia ke Prancis tak besar. Namun, menurut Rizal, kebijakan Prancis tersebut mampu mempengaruhi negara-negara lain.
Saat ini, pajak impor CPO di Prancis sebesar 103 euro per ton. Dalam rancangan amandemen Undang-undang tersebut, pajak ditetapkan sebesar 300 euro per ton pada 2017.
Bertahap naik menjadi 500 euro per ton pada 2018, 700 euro per ton (2019), dan 900 euro per ton (2020). Setelah itu, pajak akan ditetapkan oleh Kementerian Keuangan Prancis.
Khusus minyak kelapa sawit yang digunakan untuk produk makanan, ada tambahan bea masuk sebesar 3,8 persen. Untuk minyak kernel yang digunakan untuk produk makanan kena bea masuk 4,6 persen.
Anehnya, pajak itu tidak ditetapkan pada biji rapa, bunga matahari, dan kedelai atau minyak nabati yang diproduksi di Prancis
Baca juga:
Petani sebut polisi tak proses laporan balik soal tuduhan curi sawit
PT BUM bantah ada penutupan pabrik oleh warga
Pemerintah pakai teknologi ini cegah resiko bibit sawit gagal
'Leonardo DiCaprio bisa saja dianggap musuh negara'
Leonardo DiCaprio kritik pemerintah Indonesia soal kelapa sawit
Ini kronologi terduga pencuri sawit ditembak polisi picu kerusuhan
Pangkas konsumsi BBM, Kadin dorong pengembangan biogas