Ini sebab anak Papua lebih miskin dari DKI versi Bank Dunia
Buruknya akses layanan publik masih menjadi faktor utama penyebab ketimpangan penduduk kaya-miskin di Indonesia.
Buruknya akses layanan publik masih menjadi faktor utama penyebab ketimpangan penduduk kaya-miskin di Indonesia. Khususnya pasokan nutrisi, imunisasi, air bersih, dan kesempatan menempuh pendidikan dasar dan tinggi.
Kepala Ekonom Bidang Kemiskinan Bank Dunia Vivi Alatas mengingatkan sentralisasi layanan publik terjadi terlalu parah. Ambil contoh, bedanya kualitas layanan Maluku/Papua dibandingkan DKI Jakarta.
"Anak dari keluarga mampu di Jakarta punya kesempatan lima kali lebih tinggi mengenyam pendidikan tinggi, dan delapan kali lebih tinggi dari anak Maluku dan Papua untuk air bersih," ujarnya dalam diskusi Bank Dunia di Jakarta, Selasa (23/9).
Akses pada air bersih di Maluku/Papua cuma 14 persen dari populasi. Demikian pula kesempatan mendapat imunisasi dan puskesmas hanya 12 persen warga kawasan timur Indonesia.
Ini menentukan, karena tanpa sokongan pendidikan atau kesehatan yang setara seperti anak-anak di Ibu Kota, maka generasi muda Maluku/Papua akan sulit memiliki modal bersaing.
Kemiskinan di kawasan itu akan berlanjut, sebab gizi dan pendidikan menentukan kualitas individu. Jika hal ini terabaikan, anak muda langsung berorientasi untuk bekerja alias menambah jumlah angkatan kerja tanpa skill.
"Negara harus hadir, karena kemiskinan punya banyak dimensi, tapi itu mencakup hak layanan publik. Agar anak dari keluarga miskin punya kesempatan yang sama," kata Vivi.
Data Bank Dunia menunjukkan rata-rata konsumsi keluarga termiskin di Indonesia, hanya sepertujuh dari pengeluaran 10 persen penduduk terkaya di Tanah Air. Itupun untuk memenuhi kebutuhan pokok, tak mungkin ada sisa untuk imunisasi, memasukkan anak di PAUD berkualitas, mengikutkan anak pada ekstrakurikuler berbasis skill, ataupun membelikan buku.
"Sekarang proporsi anak keluarga miskin bersekolah pada 2012 sudah menjadi 60 persen, dan angka kematian bayi menjadi 32 per 1000 kelahiran. Tapi kerja harus diteruskan," kata Vivi.