Jika Cukai naik, Masyarakat Terus Beralih ke Rokok Lebih Murah
Industri tembakau jadi salah satu upaya penanggulangan kemiskinan di sejumlah daerah.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman memberikan dukungannya untuk pertumbuhan sentra tembakau di daerahnya. Dukungan ini diharapkan dapat mendorong perekonomian daerah serta menjaga keberlangsungan para pekerja dan petaninya. Selain itu, Pemkab Sleman juga berharap industri tembakau tidak mendapatkan beban tambahan, terutama melalui kenaikan cukai yang terlalu tinggi.
Wakil Bupati Sleman, Danang Maharsa, berharap pemerintah pusat sebaiknya tidak menaikkan cukai hasil tembakau pada tahun 2025. Permintaan ini juga didorong karena tingginya peralihan konsumsi para perokok ke rokok yang lebih murah (downtrading) yang dapat menekan pengusaha rokok yang legal.
- Aturan Rokok Kemasan Polos Disebut Ancam Mata Pencaharian 2,5 Juta Petani Tembakau, Benarkah?
- Tak Hanya Industri, Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Buat Pedagang Asongan hingga Petani Rugi
- Curhat Ketua AMTI: Beban Cukai Saat Ini Sudah Sangat Berat, Jangan Naik Lagi di 2025
- Menengok Dampak Wacana Aturan Rokok Kemasan Polos ke Petani dan Pengusaha
Kenaikan cukai rokok itu ada efeknya di masyarakat. Dengan mahalnya (harga) rokok, mereka mencari rokok yang harganya menengah ke bawah, karena rokok bermerek harganya sudah terlalu mahal. Kalau tidak salah, (penerimaan) cukai (di tahun ini) juga belum memenuhi target karena hal ini,” kata Danang dikutip Minggu (8/9/2024).
Ia melanjutkan dukungan terhadap perkembangan industri tembakau di daerahnya juga dilakukan melalui pemberian izin pendirian pabrik dan gudang rokok serta memastikan legalitasnya. Selain itu, dengan berkembangnya industri tembakau di Sleman, maka Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang dikembalikan pada Pemerintah Daerah juga dapat dimaksimalkan manfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat, terutama yang terlibat di industri tembakau.
Bagi Pemkab Sleman, kehadiran industri tembakau yang padat karya, khususnya di segmen Sigaret Kretak Tangan (SKT), juga merupakan salah satu upaya penanggulangan kemiskinan.
“(Pekerja) Industri tembakau di Sleman itu mulai dari petani sampai pabrik rokok juga ada.Saya senang ada pabrik rokok di Sleman karena pabrik rokok itu bisa menampung dan mengampu tenaga kerjanya yang diambil dari warga yang masuk di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau artinya warga miskin. Karena pabrik rokok itu kan butuh tenaga kerja yang banyak,” terangnya.
Dampak Kehadiran Industri Rokok
Danang menambahkan pihaknya juga belajar dari pemerintah lain yang memiliki DBHCHT yang cukup besar karena kehadiran pabrik dan gudang rokok.
“Keinginan saya, kalau ada tambahan pabrik rokok di Sleman, sehingga DBHCHT yang dikembalikan ke daerah juga besar jadi manfaatnya bisa dinikmati oleh masyarakat setempat. Contohnya, bantuan sosial untuk buruh dan petani tembakau atau Perda terkait pemberantasan rokok ilegal,” ujarnya.
Kehadiran pabrikan rokok legal di Sleman dinilai dapat mendorong penyerapan kerja yang lebih besar, sesuai dengan inisiatif Pemkab dalam mengurangi warga miskin di Sleman dengan mendapatkan akses pekerjaan.
Tak hanya itu, pemerintah juga harus lebih serius dalam memberantas rokok ilegal yang marak di pasaran untuk turut menjaga keberlangsungan para pekerja rokok legal.
“Khusus SKT itu butuh tenaga kerja yang kebanyakan adalah perempuan untuk menjadi pelinting, yang mempunyai keterampilan dan mau dilatih,” pungkasnya. Maka, pihaknya berkomitmen untuk terus menjaga keberlangsungan industri tembakau dan tenaga kerjanya, khususnya untuk SKT.