Kebijakan Ekspor Harus Disederhanakan untuk Dongkrak Harga TBS Sawit Jadi Rp2.000/Kg
Menurutnya, Indonesia memiliki kemampuan untuk melakukan hal ini, mengingat ekspor tertinggi pada Bulan Agustus 2021 sebesar 4,22 juta ton.
Ketua Tim Peneliti Lembaga Penyelidikan ekonomi dan masyarakat FEB UI, Eugenia Mardanugraha menyebut bahwa peningkatan ekspor sawit merupakan kunci utama untuk meningkatkan harga TBS.
"Untuk mencapai harga TBS yang diharapkan petani sekitar Rp2.000, maka diperlukan peningkatan ekspor minimal 200 persen dari tingkat ekspor saat ini (April 2022)," kata Eugenia dalam Diskusi Virtual: Dampak Kebijakan Pengendalian Harga Goreng Bagi Petani Swadaya, Senin (1/8).
-
Mengapa kelapa sawit penting untuk perekonomian Indonesia? Kelapa sawit adalah salah satu komoditas yang penting untuk perekonomian Indonesia dan juga memiliki banyak kegunaan praktis dan kesehatan.
-
Mengapa perusahaan kelapa sawit PT Astra Agro Lestari Tbk mengekspor produknya? Selain untuk kebutuhan dalam negeri, hasil produk minyak olahan sawit diekspor ke Tiongkok, Bangladesh, Pakistan, Malaysia, Filipina, dan Korea Selatan.
-
Mengapa kelapa sawit cocok dibudidayakan di Indonesia? Kelapa sawit hanya hidup di daerah tropis, seperti Indonesia, Malaysia, sebagian kecil wilayah Afrika, dan Amerika Latin.
-
Kenapa ekspor telur ke Singapura bisa menjadi bukti keberhasilan Indonesia di pasar dunia? Singapura menjadi salah satu negara dengan standar mutu dan keamanan pangan yang tinggi, sehingga ekspor ini menjadi salah satu keberhasilan Indonesia di pasar dunia.
-
Di mana penanaman kelapa sawit pertama kali dilakukan secara komersial di Indonesia? Sejak 1910, kelapa sawit banyak dibudidayakan secara komersial dan meluas di Sumatera.
-
Kenapa KEK Singhasari penting? KEK Singhasari berkonsentrasi pada platform ekonomi digital untuk bersinergi dengan perkembangan antara bisnis pariwisata dan ekonomi digital.
Menurutnya, Indonesia memiliki kemampuan untuk melakukan hal ini, mengingat ekspor tertinggi pada Bulan Agustus 2021 sebesar 4,22 juta ton.
Selain itu, hambatan-hambatan dalam melakukan ekspor juga harus dikurangi atau bahkan dihilangkan. Regulasi dan perpajakan ekspor sawit saat ini terlalu banyak, yaitu Bea Keluar, pungutan Ekspor, Domestic Market Obligation (DMO), Domestic Price Obligation (DPO), Persetujuan Ekspor, dan Flush Out, sehingga perlu dikurangi, bahkan dihapuskan.
"Pungutan ekspor tidak diberlakukan dan bea keluar perlu disederhanakan untuk memperlancar ekspor sampai harga TBS mencapai tingkat yang sesuai harapan petani swadaya," ujarnya.
Menurutnya, diperlukan berbagai upaya untuk dapat meningkatkan ekspor. Berbagai hambatan ekspor harus dihilangkan, perusahaan diberikan insentif untuk melakukan ekspor sawit.
Biaya Ekspor CPO Tinggi
Saat ini biaya-biaya untuk melakukan ekspor CPO masih sangat tinggi. Semakin tinggi harga CPO, semakin berat biaya yang harus ditanggung oleh eksportir CPO. Kenaikan harga CPO seharusnya memberikan insentif bagi pelaku usaha untuk memperbesar volume ekspor. Sayangnya pemerintah menetapkan biaya yang bertingkat sesuai dengan kenaikan harga.
Pemerintah menggunakan harga referensi untuk menetapkan bea keluar dan pungutan ekspor berdasarkan harga Internasional (peraturan Menteri perdagangan RI Nomor 26/M-DAG/PER/9/2011 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor atas Turunan Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar).
Harga internasional (harga CPO CIF Rotterdam, harga CPO bursa Malaysia) biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan harga CPO bursa Jakarta. Misal pada tanggal 22 Juli 2022, harga CIF Rotterdam USD 1.185 dan harga CPO bursa Malaysia USD 907 dan harga CPO bursa Jakarta USD 893.
Penyederhanaan Kebijakan
Melihat hal tersebut, dia pun merekomendasikan, agar kebijakan ekspor sawit dikurangi dan disederhanakan, menjadi 2 saja, yaitu Bea Keluar dan Pungutan Ekspor sehingga dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan untuk mengendalikan ekspor.
"Keduanya harus berlandaskan harga referensi yang sesuai, serta mampu menyesuaikan dengan segera atas dinamika pasar," ujarnya.
Kemudian, penghapusan pungutan ekspor berlaku sampai tanggal 31 Agustus 2022. sebaiknya dilanjutkan sampai ekspor mencapai 4 juta ton per bulan atau harga TBS petani swadaya di atas Rp2.000.
Setelah Pungutan dan Bea Keluar Ekspor berfungsi sebagai instrumen pengendalian ekspor, kebijakan DMO, DPO dan flush out dapat dihapuskan.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)