Hanya Terima Rp700 Per Kilogram, Petani Tomat di Garut 'Berduka' Buang Hasil Panen di Pinggir Jalan
Di panen ini, mereka hanya menerima nominal amat kecil yakni Rp700 per kilogram. Ini jauh dari pendapatan saat harga normal, di kisaran Rp4.000 per kilogram
Ribuan butir tomat tampak menumpuk di selokan dan pinggir-pinggir jalan Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Kondisi ini sudah terjadi selama beberapa waktu belakangan, sejak masa panen tiba.
Tak ada raut bahagia di wajah para penggarap lahan dan pemetik tomat. Hari yang biasanya mereka tunggu-tunggu, justru berakhir duka karena harga jual buah yang terjun bebas di pasaran.
Bisa dibayangkan rasa sedih para petani, lantaran hasil merawat tanaman tomat selama berbulan-bulan hanya dihargai kurang dari seribu rupiah per kilogramnya. Mereka sedih mendapati kenyataan ini, dan tidak bisa berbuat banyak.
“Kalau sekarang harga ya lagi nggak stabil,” kata seorang petani tomat di Pasirwangi, Ibah, mengutip Youtube Liputan6 SCTV, Rabu (25/9).
Petani hanya Kantongi Rp700 Per Kilogram
Perawatan tanaman tomat yang membutuhkan waktu dan tenaga ini, rupanya tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh petani.
Di masa panen ini, mereka hanya menerima nominal yang sangat kecil yakni Rp700 per kilogram. Ini jauh dari pendapatan saat harga normal, di kisaran Rp4.000 per kilogramnya.
“Ya ini cuma dapat Rp700 per kilogram, yang pertama metik cuma Rp1.000,” ujar Ibah, sembari menunjukan buah tomat yang ia panen.
Tak Menutup Modal
Kesedihan petani bukan tanpa alasan, mengingat untung yang mereka dapatkan tidak mampu menutup modal biaya produksi selama masa tanam buah tomat.
Dijabarkan Ibah, biaya produksi tanaman tomat untuk satu hektar lahan mencapai Rp70 juta dengan jumlah panen sebanyak 30.000 kilogram tomat.
Namun, setelah dijual di pasaran mereka hanya mendapat untung sebesar Rp21 juta untuk masa panen selama tiga bulan, selisih untung sebesar Rp49 juta dari seharusnya yang mereka dapatkan.
Panen Raya dan Hama Jadi Penyebab
Keadaan ini makin diperparah karena terjadinya over panen. Kondisi ini terjadi karena adanya panen raya atau hasil petik yang tidak terserap di pasaran.
Kemudian, tanaman tomat juga serang hama sehingga terjadi pembusukan pada buah yang dijual. Kondisi tidak segar ini, tentu langsung ditolak oleh pengepul dan konsumen.
“Kondisinya begini karena faktor cuaca dan faktor penyakit,” tambah Ibah.
Petani Tak Punya Modal untuk Merawat Tanaman
Para petani di Pasirwangi bukannya tidak mau merawat tanaman tomatnya secara maksimal. Namun, pendapatan yang diperoleh dengan modal yang dikeluarkan untuk merawat tanaman tomat amat tidak sebanding.
Itulah mengapa, selama musim panen ini seorang petani bisa membuang tomat hasil panennya sebanyak hingga satu ton.
Itulah mengapa, petani hanya bisa merawat sebisanya dan tidak mampu untuk membeli obat pembasmi hama. Mereka berharap agar kondisi terpuruk seperti sekarang bisa segera berakhir.