Kebijakan Kemendag Ini Bikin Peternak Sapi Kesulitan Jual Susu
Wakil Menteri Kementerian UKM menilai kebijakan Kemendag menyulitkan peternak sapi lokal.
Wakil Menteri Koperasi dan UKM, Ferry Juliantono, meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk meninjau kembali kebijakan tarif bea masuk sebesar 0 persen terhadap produk susu impor. Menurut Ferry, kebijakan tersebut telah berdampak buruk terhadap keberlangsungan hidup para peternak sapi perah lokal di Indonesia.
"Pemerintah nasional sebaiknya melalui bea masuk juga harus dipertimbangkan akibat dari pengenaan kebijakan tarif ini. Harusnya kementerian perdagangan juga mempertimbangkan," ujar Ferry dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (11/11).
- Kementerian BUMN Dorong Kolaborasi dengan UMKM untuk Tingkatkan TKDN Suku Cadang Pabrik
- Kemendag Pastikan Permudah Pelaku Usaha Urus Izin
- Kemendag Revisi Aturan soal Impor, 7 Kelompok Barang Ini Tak Perlu Lagi Pertimbangan Teknis Kemenperin
- Kemenkop UKM dan KPPU Sepakat Dorong Pelaku UMKM Masuk Rantai Pasok Industri Besar
Ferry menjelaskan kebijakan ini membuat produk susu impor jauh lebih murah dibandingkan susu lokal. Akibatnya, industri pengolahan susu lebih memilih bahan baku impor daripada menyerap hasil produksi peternak dalam negeri.
"Kalau diberikan bea masuk yang 0 persen, akibatnya seperti ini," tambahnya.
Ia menilai, peninjauan ulang tarif bea masuk sangat penting untuk melindungi industri susu lokal dan memastikan keberlanjutan peternakan sapi perah di Indonesia. Ia menekankan pemerintah harus mengedepankan kepentingan peternak lokal dalam setiap kebijakan perdagangan.
Di mana, hal ini juga memberikan ruang bagi negara pengekspor susu seperti Selandia Baru dan Australia memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia, yang menghapuskan bea masuk pada produk susu.
Sehingga membuat harga produk mereka setidaknya 5 persen lebih rendah dibandingkan dengan harga pengekspor produk susu global lainnya.
Kaji Ulang Tarif Bea Masuk
Selain itu, kemandirian pangan, termasuk dalam sektor susu, adalah salah satu target utama pemerintah. Dengan populasi sapi perah yang masih rendah, Indonesia perlu meningkatkan produksi lokal untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
Saat ini, pihaknya sedang mengkaji insentif yang dapat diberikan kepada peternak sapi perah, baik dalam bentuk koperasi, usaha dagang, maupun perorangan, agar mereka tidak terdampak kebijakan tersebut.
Selain itu, ia menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan kembali penerapan tarif bea masuk sebesar 0 persen dan berupaya memperjuangkannya dalam perundingan di WTO.
"Cuma kan gini, lebih baik kementerian perdagangan meninjau ulang, karena dampaknya ke peternak kita. Kita sedang kaji, insentif apa yang bisa kita berikan ke peternak sapi perah indonesia, koperasi, UD, atau perorangan supaya mereka nggak terkena dampak. Atau pemerintah sebaliknya, mengkaji ulang penerapan bea masuk itu, kalau bisa ya jangan 0 persen. Itu diperjuangkan di perundingan WTO bisa," tutupnya.