Kemenkeu: 4,1 Persen Belanja Negara untuk Atasi Perubahan Iklim
Pemerintah menargetkan, Indonesia tidak lagi menghasilkan emisi karbon pada 2060 mendatang. Untuk ini, menurut Pande, pemerintah juga tengah berdiskusi untuk membuat climate change fiscal framework guna memperkuat pembiayaan berkelanjutan di dalam negeri.
Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Pande Putu Oka Kusumawardani menyebut bahwa dalam lima tahun terakhir pemerintah menggunakan rata-rata 4,1 persen dari belanja negara untuk memitigasi dampak perubahan iklim.
"Sedangkan dari sisi pembiayaan, pemerintah sudah terbitkan green sukuk sejak 2018 yang antara lain untuk membiayai transportasi berkelanjutan, memitigasi bencana alam, pengalihan limbah, akses energi baru dan terbarukan (EBT), dan efisiensi energi," kata Pande dikutip dari Antara, Jumat (22/10).
-
Bagaimana Indonesia mendorong pemerintah agar mengatasi perubahan iklim di Sidang Umum ke-44 AIPA? “Dalam aspek itu, peran dan visi parlemen sangat penting dan besar untuk tidak hentinya selalu mendorong pemerintah agar melakukan segala upaya tidak hanya bisnis as usual, tapi juga out of the box, melampaui daripada konsep-konsep biasa,” ujar Wakil Ketua BKSAP DPR RI ini.
-
Mengapa Indonesia menagih janji pendanaan negara maju untuk mengatasi perubahan iklim di Sidang Umum ke-44 AIPA? Pada 15th Conference of Parties (COP15) of the UNFCCC di Denmark tahun 2009, Putu mengungkap bahwa negara maju berkomitmen tujuan kolektif memobilisasi 100 miliar dolar per tahun mulai 2020 untuk aksi iklim bagi negara berkembang, yaitu aksi mitigasi terhadap perubahan iklim dan transparansi pelaksanaan. "Sehingga ini memang belum kita mampu mewujudkan. Dan harapannya jika ini tuntutan Indonesia harapannya juga menjadi tuntutan kawasan ASEAN kepada negara-negara yang maju," Putu Supadma Rudana.
-
Apa itu perubahan iklim? Menurut PBB, perubahan iklim adalah mengacu pada perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca. Pergeseran ini mungkin alami, seperti melalui variasi siklus matahari. Namun sejak tahun 1800-an, aktivitas manusia menjadi pendorong utama perubahan iklim, terutama akibat pembakaran bahan fosil seperti batu bara, minyak dan gas.
-
Bagaimana cara mengatasi perubahan iklim? Ada beberapa cara mengatasi perubahan iklim yang bisa dilakukan, di antaranya: Mengehmat Energi Salah satu cara mengatasi perubahan iklim adalah menghemat energi. Dengan menghemat energi, kita bisa mengurangi efek rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.
-
Bagaimana ANBK dilakukan? Pelaksanaan AN menggunakan sistem berbasis komputer, sehingga disingkat dengan ANBK yang menggunakan moda tes dengan pilihan moda daring (online) ataupun semi daring (semi online) sesuai dengan ketersediaan sarana dan prasarana di sekolah atau daerah masing-masing.
-
Kenapa ANBK dilakukan? Pemerintah Indonesia melakukan perbaikan dan evaluasi pendidikan dengan cara pemetaan mutu melalui program asesmen nasional (AN).
Pemerintah menargetkan, Indonesia tidak lagi menghasilkan emisi karbon pada 2060 mendatang. Untuk ini, menurut Pande, pemerintah juga tengah berdiskusi untuk membuat climate change fiscal framework guna memperkuat pembiayaan berkelanjutan di dalam negeri.
"Namun demikian, sumber pembiayaan ini diperkirakan belum bisa men-cover keseluruhan kebutuhan pembiayaan berkelanjutan sehingga masih ada ruang yang bisa kita harapkan untuk ditingkatkan ke depan," ucapnya.
Karena itu, pemerintah baru-baru ini menelurkan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) yang juga mengatur tentang pajak karbon.
Selain untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang berkelanjutan, Pande mengatakan bahwa aturan tentang pajak karbon menjadi sinyal bahwa pola pikir dan perilaku masyarakat Indonesia mulai mengarah pada energi yang lebih hijau.
"Dalam draft UU HPP yang sudah disepakati DPR dan tinggal tunggu proses penyelesaiannya saja, pajak karbon direncanakan mulai dipungut 1 April 2022, di mana untuk tahap awal pajak karbon akan diterapkan pada sektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara)," katanya.
Tarif Pajak Karbon
Tarif pajak karbon pun menurutnya cukup murah yakni sebesar Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen. Pemungutan pajak karbon, menurut Pande, akan dipungut secara berhati-hati ke depan.
"Akan diperhatikan beberapa faktor, misalnya kesiapan sektor, kondisi perekonomian, dan pemenuhan target dari NDC (Nationally Determined Contribution) dan dicoba untuk diselaraskan dengan perkembangan pasar karbon di Indonesia," ucapnya.
(mdk/idr)