Kemiskinan dan Rendahnya Minat Baca di Indonesia
Berdasarkan riset Kementerian Komunikasi dan Informatika 2021 dan UNESCO 2022, indeks minat baca masyarakat di Indonesia disebutkan hanya mencapai 0,001 persen, atau dari 1.000 orang hanya satu orang yang gemar membaca.
Minat baca masyarakat Indonesia nyatanya masih jadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Sebab, Indonesia masih menjadi negara dengan minat baca rendah.
Berdasarkan riset Kementerian Komunikasi dan Informatika 2021 dan UNESCO 2022, indeks minat baca masyarakat di Indonesia disebutkan hanya mencapai 0,001 persen, atau dari 1.000 orang hanya satu orang yang gemar membaca.
-
Bagaimana para ilmuwan mempelajari dunia di bawah es kutub utara? Mereka mengirim kamera di bawah melalui es ke perairan Samudra Arktik.
-
Apa yang dilakukan komunitas ini untuk menanamkan budaya gemar membaca? Menanam budaya gemar membaca Mengutip Liputan6, Kamis (5/10) kegiatan yang dilakukan komunitas ini tak hanya sebatas mengenalkan berbagai bahan bacaan di buku.Namun mereka juga bergerak untuk menanamkan budaya gemar membaca karena hal tersebut terbilang sulit.
-
Bagaimana cara membaca buku dapat membantu kita memahami dunia? Buku adalah jendela dunia di mana kita bisa melihat isi dunia tanpa melakukan perjalanan, hanya cukup membaca sebuah halaman.
-
Apa buku termahal di dunia? Codex Leicester oleh Leonardo da Vinci merupakan buku termahal di dunia yang dibeli oleh Bill Gates.
-
Bagaimana Paguyuban Asep Dunia dibentuk? Adapun grup Asep Dunia ini dibentuk secara tidak sengaja di Facebook tahun 2008 lalu. Ketika itu penggagas, Asep Iwan Gunawan membuat postingan untuk mencari nama Asep lainnya di lingkar pertemanan. Melihat respon yang antusias, dirinya kemudian berkomunikasi lebih lanjut dengan Asep-Asep di Facebook hingga lahir lah Paguyuban Asep. Paguyuban ini menjadi organisasi yang berdiri melalui pertemuan rutin, sejak 1 Agustus 2010, melalui inisiasi beberapa Asep lainnya.
-
Kenapa para ilmuwan tertarik meneliti di bawah es kutub utara? Penelitian mereka menunjukkan bahwa di bawah Samudra Arktik terdapat dasar laut berlumpur yang ditutupi oleh ganggan dalam jumlah yang banyak.
Pengamat Pendidikan LIPI, Anggi Afriansyah mengatakan, minat membaca buku di Indonesia memang masih sangat terbatas karena tidak semua orang tua dan sekolah mampu menyediakan buku bacaan yang berkualitas.
"Buku masih menjadi barang mahal dan bukan pilihan utama. Sehingga, terutama bagi keluarga miskin, bukan menjadi prioritas, sebab mereka masih memiliki kebutuhan lain terutama terkait dengan makan dan minum," kata Anggi ketika dihubungi Merdeka.com.
Sayangnya, ketika buku belum menjadi prioritas utama di Indonesia, gelombang digitalisasi hadir. Informasi lebih mudah didapat melalui internet baik melalui media sosial maupun mesin pencari.
Sehingga, pilihan mencari informasi menjadi lebih banyak, kemudian perpustakaan dan toko buku semakin tidak menjadi pilihan utama. Pilihan mudah mencari informasi di internet menjadikan minat terhadap buku (yang mahal), semakin berkurang.
Selain itu, buku-buku pun mulai didigitalisasi. Namun menurutnya, di Indonesia nampaknya minat terhadap buku cetak ataupun buku digital masih terbatas. Pembaca buku digital masih kalangan kelas menengah atas yang memiliki sumber daya memadai untuk mengakses internet.
"Mereka juga dapat membeli tablet atau e-reader seperti kindle dan sebagainya untuk membaca buku elektronik. Jadi saya masih tidak percaya toko buku tutup karena maraknya digitalisasi dan aplikasi-aplikasi," imbuhnya.
Dia menilai, ini semata karena minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. Kemungkinan lain, para pembaca membeli buku di toko buku online karena dianggap praktis dan seringkali harganya lebih murah. Jadi posisi tersebut menyebabkan para pembaca lebih memiliki banyak pilihan.
"Untuk membaca buku lewat aplikasi menurut saya sangat positif, hanya memang, saat ini masih sebatas dirasakan oleh kelas menengah perkotaan yang memiliki akses internet," jelasnya.
Aplikasi perpustakaan memang lebih mudah diunduh di gawai masing-masing. Hal tersebut menguntungkan bagi para pembaca, karena mereka bisa meminjam di manapun dan kapanpun. Tapi, perkara utama bukan media membaca, tetapi bagaimana menguatkan budaya baca, baik melalui buku cetak dan buku elektronik.
Secara struktural perlu ada kebijakan yang membuat setiap penduduk dari berbagai kelompok sosial ekonomi dapat mengakses buku berkualitas, baik cetak maupun elektronik.
"Buku-buku, menurut saya masih sangat mahal untuk dijangkau. Jadi menyediakan buku-buku berkualitas di sekolah, rumah, tempat ibadah, kantor desa, perpustakaan daerah, perpustakaan desa menjadi sangat penting. Karena hal tersebut bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa," tandasnya.
Reporter Magang: Ananda Tias Putri
(mdk/azz)