Ketua Banggar DPR Minta Desain Asumsi Makro 2022 Terukur dan Efektif
Menurut Said, hal tersebut menjadi krusial mengingat perekonomian domestik ke depan masih akan menghadapi tantangan yang cukup berat.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah meminta pemerintah merumuskan desain asumsi Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2022 secara efektif dan terukur.
Menurut Said, hal tersebut menjadi krusial mengingat perekonomian domestik ke depan masih akan menghadapi tantangan yang cukup berat.
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.
-
Bagaimana cara Partai Nasional Indonesia (PNI) menjalankan politik ekonominya? PNI adalah partai yang fokus di dalam pemerintahan dengan menjunjung tinggi nasionalisme dan politik ekonomi bersifat nasionalis.
-
Kenapa DPR mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung? Kasus kakap yang telah diungkap pun nggak main-main, luar biasa, berani tangkap sana-sini. Mulai dari Asabri, Duta Palma, hingga yang baru-baru ini soal korupsi timah.
-
Apa yang menjadi tujuan utama dari penerapan APBN? Sebagai salah satu unsur penting dalam perekonomian negara, tentu APBN diadakan dengan fungsi dan tujuan yang jelas.
-
Apa target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang disepakati DPR dan Pemerintah untuk tahun 2025? Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah menyepakati target sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 mendatang berada pada rentang 5,3 persen sampai 5,6 persen.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan APBN? Di mana pemerintah harus bertanggung jawab atas semua pendapatan dan pengeluaran kepada rakyat, di mana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
"Dalam ketidakpastian ekonomi akibat kondisi pandemi Covid-19, tentunya pemerintah perlu membuat langkah-langkah taktis agar ekonomi bisa segera berputar, di sisi lain keuangan negara juga harus aman dan dapat meningkatkan confident level pasar. Untuk itu, saya harapkan, berbagai upaya kebijakan harus diarahkan agar perekonomian bisa kembali bangkit dan pulih," ujar Said dikutip dari Antara, Selasa (27/4).
Mengacu pada Undang Undang No 2 Tahun 2020 tentang Perppu No 1 Tahun 2020, pemerintah memiliki tiga tahun anggaran untuk membuka defisit APBN lebih dari tiga persen produk domestik bruto (PDB).
Pada 2022 adalah waktu terakhir bagi pemerintah memanfaatkan kebijakan pelebaran defisit. Artinya, pada 2023, defisit APBN akan kembali mengacu pada UU Nomor 17 Tahun 2003, yakni tidak lebih dari tiga persen.
Oleh karena itu, Said berharap agar desain ekonomi makro yang dibuat pemerintah bisa menaikkan iklim ekonomi yang kondusif dan menjamin postur keuangan negara yang kredibel dan akuntabel.
"Ini kesempatan terakhir bagi pemerintah untuk memompa belanjanya agar menyumbang lebih besar kue pertumbuhan ekonomi berkualitas secara berkelanjutan," kata Said.
Said mengaku upaya mempercepat pemulihan ekonomi tidaklah mudah, sehingga membutuhkan upaya ekstra dari pemerintah. Sebab, sejumlah hambatan, baik nasional dan global masih akan terjadi, terutama, pandemi Covid-19 itu sendiri.
Dia pun menyoroti kasus pandemi Covid-19 di India yang menjadi penyumbang gelombang kedua kasus Covid-19 secara global.
"Fenomena serupa saya jumpai di Indonesia. Seiring makin tingginya mobilitas warga, disiplin protokol kesehatan mulai menurun," ujar Said.
Disiplin Protokol Kesehatan
Said mengatakan, anggapan pascavaksinasi kebal terhadap Covid-19 adalah kekeliruan. Oleh sebab itu, Satgas Covid-19 harus terus melakukan edukasi dan penegakan disiplin protokol kesehatan terus menerus.
"Kita jangan lengah meskipun tren kasus Covid-19 di Indonesia terus menurun, namun jumlah kematian harian masih di atas 2,7 persen, padahal standar WHO di bawah 2 persen," kata Said.
Selain pandemi, penghalang pertumbuhan ekonomi dipicu oleh melambatnya laju sektor riil. Pembatasan gerak sosial akibat penegakan protokol kesehatan menjadi kendala produktivitas sektor riil, khususnya UMKM. Dampaknya langsung nyata, yaitu lonjakan tingkat kemiskinan dan pengangguran.
"Perlu ada intervensi khusus terhadap penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran, bahkan untuk sekedar meraih ke posisi seperti capaian di tahun 2019, tetap dibutuhkan beberapa intervensi program multiyears. Itupun harus dengan perencanaan yang akurat, serta efektif dalam implementasinya," ujar Said.
(mdk/idr)