Konsumsi gas kota selamatkan Rp 60 T anggaran subsidi negara
Lemahnya infrastruktur membuat konsumsi gas bumi tidak laku.
Pemerintah telah melakukan konversi minyak tanah ke elpiji untuk memangkas konsumsi minyak bumi. Meski begitu, saat ini, beban subsidi elpiji tetap saja besar. Setiap tahun mencapai Rp 60 triliun.
Wakil Direktur Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan subsidi tersebut dapat dikurangi dengan menggunakan jaringan gas kota. Namun, saat ini infrastruktur gas kota tidak memadai, sehingga masyarakat masih tetap memilih menggunakan gas elpiji.
"Gas kota lebih hemat lagi, kalau infrastruktur bagus. Tapi kalau di kota besar agak susah, apalagi kalau misalnya kota yang punya gedung-gedung tinggi seperti Jakarta," ujar dia kepada merdeka.com di Jakarta, Sabtu (25/10).
Menurut dia, saat ini Indonesia menyimpan cadangan sumber daya alam berupa gas bumi yang besar. Sehingga, penghematan yang dilakukan dengan memakai gas kota lebih signifikan. Apalagi, kata dia, gas elpiji yang dipakai merupakan barang impor.
"Secara sumber daya kita banyak gas kota karena elpiji kan impor. Kalau pakai gas kota lebih baik dari elpiji dan lebih murah," kata dia.
Dia mengakui gas elpiji lebih gampang secara teknis karena hanya memerlukan tabung. Sedangkan, gas kota harus melalui pipa.
"Kalau teknisnya kan agak susah. Elpiji lebih gampang, bisa ditabungin, kalau gas kota kan harus lewat infrastruktur seperti pipa. Kalau pipa tidak ada itu tidak bisa dimanfaatkan," pungkas dia.
Seperti diketahui, mantan Wakil Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral, Susilo Siswoutomo mengingatkan, selain subsidi untuk BBM dan listrik yang mencapai hampir Rp 400 triliun juga terdapat subsidi elpiji yang juga cukup besar. Subsidi elpiji mencapai Rp 60 triliun per tahun untuk tabung 3 Kg pada program konversi minyak tanah ke gas. Oleh karena itu, konsumsi komoditas ini harus juga dibatasi hanya untuk yang berhak saja.
"Sekarangkan tidak begitu terekspose bahwa subsidi energi kita itu ada tiga sebetulnya, yang pertama adalah subsidi BBM yang mencapai Rp 300 triliun atau Rp 400 triliun per tahun, yang saya bilang Rp 1 triliun per hari, yang kedua subsidi listrik sebesar Rp 100 triliun kemudian yang tidak begitu diperhatikan yaitu subsidi LPG," ujar Susilo.
Volume elpiji tahun ini, lanjutnya, yang telah disetujui Pemerintah dan DPR RI sebesar 6 juta ton untuk elpiji 3 Kg. Kebutuhan LPG tahun depan diperkirakan mencapai kira-kira 6,6 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya 1,3 juta ton, sehingga tahun depan itu harus impor kira-kira 5,3 juta ton LPG.
"Kalikan saja USD 1.000 per ton, dana yang akan dibutuhkan kira-kira USD 5,3 miliar untuk impornya," imbuh dia.
Dijelaskan, saat ini harga elpiji 3 Kg masih disubsidi oleh pemerintah sebesar Rp 9.000 per kilogram, dari harga keekonomian sebesar kira-kira Rp 12.800 per kilogram, yang dijual ke masyarakat hanya Rp 3.800 per kilogram. "Jadi subsidinya itu kira-kira 9.000, kalikan saja. oleh karena itu jumlah subsidi bisa mencapai kira-kira Rp 60 triliun, itu yang tidak pernah terekspose," pungkas dia.