Mahkamah Konstitusi tolak legalkan ojek online, begini respons Menhub Budi
Menurut Menhub, ojek online ini bisa diatur dengan sistem kearifan lokal. Dengan begitu, Pemerintah Daerah-lah yang seharusnya mengatur mengenai ojek online tersebut.
Menteri Perhubungan RI, Budi Karya Sumadi mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak melegalkan ojek online jadi transportasi umum. Menurut Menhub, ojek online bisa tetap berjalan tanpa harus dimasukkan dalam Undang-Undang.
Kehadiran ojek online menjadi keniscayaan sebagai dampak berkembangnya teknologi. Selain itu, kebutuhan masyarakat akan moda transportasi yang praktis menjadi satu hal yang sudah terjadi.
-
Kenapa pelaku membunuh driver taksi online? "Saya tulang punggung keluarga, setelah bapak dipenjara tersangkut kasus pidana ganjal ATM di Yogya. Ibu juga bingung minta saya untuk biayai kuliah adik yang di Bandung," kata Baaghastian.
-
Apa yang diminta Wakil Ketua DPR kepada penyedia transportasi online? Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni berharap ke depan penyedia transportasi online bisa menggandeng kepolisian untuk membuat fitur tombol darurat atau emergency button.
-
Kenapa Wakil Ketua DPR meminta penyedia transportasi online untuk membuat fitur tombol darurat? Tujuannya, melindungi keselamatan penumpang maupun pengemudi taksi online. "Saya harap ada sistem semacam ‘tombol darurat’ di aplikasi guna melindungi customer maupun driver, dari hal-hal berbahaya seperti ini,” kata Sahroni, Senin (1/4).
-
Siapa yang menggunakan layanan transportasi online di Indonesia? Berdasarkan riset Google, Temasek, dan Bain & Company pada 2022, layanan transportasi online digunakan oleh 80 persen populasi Indonesia.
-
Di mana kejadian driver ojol mendapat orderan fiktif terjadi? Kisah tersebut belum lama ini dibagikan langsung pada akun Instagram @depok24jam. Berdasarkan informasi yang dihimpun, kejadian itu bermula saat sang ojol menerima orderan atas nama Santi dengan alamat Jalan Haji Icang Cimanggis RT 04 RW 01.
-
Bagaimana warga di Cimanggis membantu driver ojol? Saat itu juga, diketahui warga berhasil mengumpulkan uang sejumlah Rp277 ribu. "Di Jalan Haji Icang banyak keluarga baik. (Bayarin) Orderan fiktif Rp277 ribu," ungkap salah satu warga di lokasi.
"Segala hal memang memungkinkan bisa diatur dalam Undang-Undang, tapi apa ojek online ini perlu. Saya tidak merasa ada urgency untuk itu," kata Menhub di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Jumat (29/6).
Menurut Menhub, ojek online ini bisa diatur dengan sistem kearifan lokal. Dengan begitu, Pemerintah Daerah-lah yang seharusnya mengatur mengenai ojek online tersebut.
Instruksi mengenai pengaturan ojek onlinen oleh pemerintah daerah ini sebenarnya sudah disampaikan Menhub beberapa waktu lalu. Hanya saja, sampai saat ini para driver ojek online tetap ingin moda transportasinya diatur dalam Undang-Undang.
"Untuk itu, kita berikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk kelola," tegasnya.
Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Konstitusi (MK) menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum. Dengan begitu, ojek online berbeda dengan taksi online yang statusnya sebagai alat transportasi umum diakui negara.
Dalam sidang, MK menolak gugatan uji materi UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) terkait penggunaan angkutan umum. Ketentuan tersebut hanya mengatur kendaraan umum roda empat, sedangkan untuk transportasi roda dua atau ojek belum diatur.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman.
Kasus bermula saat pengemudi ojek online, Yudi Arianto, dan 16 rekannya menggugat UU LLAJ. Merasa haknya tidak dijamin UU, mereka memberikan kuasa kepada Komite Aksi Transportasi Online (KATO). Pemohon meminta agar transportasi online diakui sebagai transportasi umum, seperti halnya taksi online.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan ojek online tetap dapat berjalan meski tidak diatur dalam UU LLAJ. Menurut hakim, polemik ojek online ini bukan permasalahan konstitusional.
Reporter: Ilyas Istianur Praditya
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)