Maret 2021, Penduduk Kategori Miskin yang Hanya Mampu Belanja Rp 472.525 per Bulan
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan adanya peningkatan pada garis kemiskinan per Maret 2021 menjadi Rp 472.525 per kapita per bulan. Angka itu naik 2,96 persen dari batas kemiskinan per September 2020 yang sebesar Rp 458.947 per kapita per bulan.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan adanya peningkatan pada garis kemiskinan per Maret 2021 menjadi Rp 472.525 per kapita per bulan. Angka itu naik 2,96 persen dari batas kemiskinan per September 2020 yang sebesar Rp 458.947 per kapita per bulan.
Kepala BPS, Margo Yuwono menjelaskan, garis kemiskinan itu dihitung berdasarkan total pengeluaran bulanan dari seorang penduduk.
-
Kapan BPS dibentuk? Sejarah BPS dimulai pada tahun 1960, ketika Biro Pusat Statistik didirikan.
-
Kapan kelas BPJS dihapus? Sehingga, Rizzky memastikan besaran iuran sekarang masih tetap sama dengan apa yang sudah berlaku selama ini."Untuk iuran masih tetap, karena tidak ada penghapusan kelas otomatis untuk iuran, ini masih mengacu kepada Perpres yang masih berlaku yaitu Perpres 64 tahun 2020 jadi masih ada kelas dan iuran masih sama," kata Irsan di kantor Kemenkes, Jakarta, Rabu (15/5).
-
Kenapa KEK Singhasari penting? KEK Singhasari berkonsentrasi pada platform ekonomi digital untuk bersinergi dengan perkembangan antara bisnis pariwisata dan ekonomi digital.
-
Kapan KEK Singhasari diresmikan? KEK Singhasari berlokasi di Kabupaten Malang, Jawa Timur, wilayah ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus sejak 27 September 2019.
-
Kenapa kelas BPJS dihapus? Irsan mengatakan, untuk penyesuaian iuran ini masih perlu diskusi lebih lanjut.
-
Apa yang dihapus dari BPJS? Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menjawab pertanyaan publik terkait naiknya iuran ketika Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berlaku.
"Jadi kalau ada penduduk yang pengeluaran per kapitanya di bawah itu (Rp 472.525), maka dikategorikan miskin. Sebaliknya, kalau pengeluaran per kapitanya di atas garis kemiskinan, maka dikategorikan tidak miskin," terangnya dalam sesi teleconference, Kamis (15/7).
Margo Yuwono mengatakan, pengeluaran untuk makanan jadi penyumbang terbesar untuk garis kemiskinan, dengan kontribusi mencapai 73,96 persen. Beras jadi kontributor terbesar dengan prosentase 20,03 persen di perkotaan, dan 24,06 persen di pedesaan.
"Kalau lihat dari berbagai komoditas, dianggap misalkan untuk posisi Maret 2021, untuk makanan terbesar adalah beras. Kontribusinya terhadap garis kemiskinan 20,03 persen di perkotaan, dan di pedesaan 24,06 persen," papar dia.
Sementara pengeluaran untuk komoditas bukan makanan hanya menyumbang kontribusi 16,04 persen pada garis kemiskinan. Adapun porsi terbesarnya diperuntukan untuk belanja perumahan.
"Sedangkan untuk komoditi bukan makanan terbesarnya untuk Maret 2021 kontribusi dari perumahan, di perkotaan 8,92 persen dan di pedesaan 7,94 persen," terang Margo Yuwono.
Sri Mulyani: Program Perlindungan Sosial Bisa Tahan Laju Pengangguran & Kemiskinan
Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyebut bahwa program perlindungan sosial pemerintah dalam rangka menangani pandemi Covid-19 mampu menahan laju kenaikan angka kemiskinan dan pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka dapat ditahan pada level mencapai 7,07 persen. Meskipun angka ini tetap meningkat dibandingkan tahun 2019 sebesar 5,23 persen.
"Tingkat pengangguran terbuka dapat ditahan pada level mencapai 7,07 persen," kata Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna DPR-RI, Jakarta, Kamis (15/7).
Begitu juga dengan tingkat kemiskinan, Sri Mulyani mengklaim angka ini bisa dijaga. Peningkatan kemiskinan yang terjadi selama 2020 tidak lebih dari 10,19 persen.
"Tingkat kemiskinan dapat kita jaga tidak lebih dari 10,19 persen pada tahun 2020 meskipun meningkat dari capaian di tahun 2019 yang dapat kita tekan sampai dengan 9,22 persen," kata dia.
Di sisi lain, dampak pandemi juga mengakibatkan gini rasio sedikit meningkat menjadi 0,385 dibandingkan tahun 2019 sebesar 0,380. Meskipun demikian, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2020 dapat ditingkatkan mencapai angka 71,94 dibandingkan tahun 2019 sebesar 71,92.
Kinerja positif atas pelaksanaan Program PC-PEN tahun 2020, juga didukung oleh hasil survei dari berbagai lembaga, baik internal pemerintah (berbagai Kementerian termasuk TNP2K) maupun eksternal, seperti world bank, prospera, LPEM FEB UI, dan lembaga demografi. Berdasarkan survei tersebut, program perlindungan sosial dinilai efektif menahan pemburukan serta menjaga daya tahan dan survival di tengah tekanan.
Ketepatan sasaran dinilai membaik, dengan terjadinya peningkatan inklusi keuangan penerima, adanya peningkatan kompetensi melalui program prakerja, serta bantuan subsidi kuota dan diskon listrik yang dapat dimanfaatkan dengan baik.
Efektivitas program terkait dukungan UMKM juga dinilai mampu membuat penerima bertahan selama pandemi. Program penempatan dana berhasil menahan penurunan omzet UMKM, bahkan terdapat UMKM yang omzet dan keuntungannya meningkat.
"Bantuan Pelaku Usaha Mikro efektif berfungsi sebagai cash buffer, karena 60 persen penerima tidak memiliki cadangan kas lebih dari 10 hari, dan pemanfaatannya optimal, baik untuk bahan baku dan sewa alat produksi," tuturnya.
Di sisi lain, berbagai program insentif perpajakan juga membantu tidak hanya usaha kecil dan mikro, namun juga kelompok usaha besar terutama dalam menjaga cash flow di tengah tekanan penurunan omset sehingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat ditekan. Insentif perpajakan telah dimanfaatkan dan membantu meningkatkan daya beli, serta membantu likuiditas dan kelangsungan usaha.
Lebih lanjut, survei menunjukkan pemanfaatan insentif perpajakan didominasi oleh wajib pajak yang paling terdampak pandemi, yaitu 47 persen sektor perdagangan, 19 persen sektor industri pengolahan, dan 7 persen sektor konstruksi.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com