Maskapai tak sabar ingin segera naikkan harga tiket pesawat
Pelemahan Rupiah membuat laba usaha maskapai tergerus cukup dalam.
Asosiasi Industri Penerbangan Indonesia (INACA) mendesak Kementerian Perhubungan meningkatkan standar ongkos bahan bakar pesawat alias avtur. Jika langkah ini diizinkan, maka maskapai segera menaikkan ongkos tiket.
Selama ini fuel surcharge maskapai dipatok menggunakan nilai tukar dua tahun lalu di kisaran Rp 10.000 per USD. Seiring pelemahan nilai tukar enam bulan terakhir, Ketua Umum INACA Arif Wibowo menunjukkan, batas atas biaya avtur itu sudah tidak masuk akal.
"Patokan harga bahan bakar sudah tidak sesuai. Harga avtur sekarang sudah naik 22 persen, jadi fuel surcharge memang sudah harus naik, ada penyesuaian," ujarnya dalam jumpa pers di Halim, Jakarta Timur, Rabu (5/2).
Asosiasi maskapai menduga pemerintah tak segera menyesuaikan fuel surcharge lantaran mengejar kebijakan populis. Yakni menghindarkan tiket pesawat melonjak dan membebani konsumen.
Padahal sesuai kesepakatan pelaku usaha dengan pemerintah, jika nilai tukar Rupiah melemah, otomatis komponen bahan bakar harus segera direvisi. "Sudah ada komitmennya kok. Kayak begitu kan pemerintah tidak perlu diajari," kata Arif.
INACA memaparkan untuk komponen avtur, pelemahan Rupiah berpengaruh 12,5 persen terhadap biaya operasional rata-rata maskapai. Padahal kurs bukan cuma mempengaruhi ongkos bahan bakar, tapi sekaligus biaya sewa pesawat, perawatan, dan gaji pilot asing untuk beberapa perusahaan. Semua unsur itu dibayar pakai Dolar Amerika.
Dengan demikian, Arif meyakini laba maskapai sipil banyak yang tergerus tahun ini ketika pemerintah tak segera menyesuaikan pos tarif batas atas bahan bakar.
"Mayoritas maskapai domestik hampir semua kesulitan. Benar-benar kayak seleksi alam, padahal kondisi ini bisa didukung pemerintah. Ini harus jadi perhatian utama," ungkap pria yang juga jadi pemimpin maskapai murah Citilink tersebut.
Potensi beban biaya operasional akibat pelemahan Rupiah menurut INACA akan banyak dialami oleh maskapai reguler berjadwal, baik penerbangan murah maupun full service.
Sedangkan perusahaan penyewaan pesawat dan helikopter masih cukup beruntung, karena rata-rata menjalankan kontrak berjangka dengan korporasi. Sehingga bisnis penyewaan ini tidak terlalu terpengaruh fluktuasi kurs.