Masukan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia untuk Pembahasan RUU KUP
Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) memberikan tanggapan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut RUU KUP. IKPI mengapresiasi dan menyambut baik terhadap RUU KUP yang sedang dibahas, namun IKPI juga mempunyai beberapa catatan sebagai bahan masukan.
Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) memberikan tanggapan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut RUU KUP. IKPI mengapresiasi dan menyambut baik terhadap RUU KUP yang sedang dibahas, namun IKPI juga mempunyai beberapa catatan sebagai bahan masukan.
RUU KUP yang saat ini sedang dibahas oleh pemerintah bersama DPR, tidak hanya berisi substansi materi tentang perubahan UU KUP itu sendiri, namun juga terdapat UU Pengampunan Pajak, perubahan UU PPh, perubahan UU PPN, perubahan UU Cukai, dan UU Pajak Karbon.
-
Pajak apa yang diterapkan di Jakarta pada masa pasca kemerdekaan? Di dekade 1950-an misalnya. Setiap warga di Jakarta akan dibebankan penarikan biaya rutin bagi pemilik sepeda sampai hewan peliharaan.
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
-
Kapan pajak anjing diterapkan di Indonesia? Aturan pajak untuk anjing pernah diterapkan di Indonesia, saat masa kolonialisme Belanda.
-
Dimana pajak anjing diterapkan di Indonesia? Kebijakan ini terdapat di banyak daerah seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Mojokerto.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Kapan harga bahan pangan di Jakarta terpantau naik? Situs Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Rabu 21 Februari 2024 pukul 13.00 WIB menunjukkan kenaikan harga beberapa bahan pangan, terutama beras dan cabai rawit merah.
Ketua Umum IKPI, Mochamad Soebakir mengatakan, judul RUU KUP harus disesuaikan kembali, karena di dalamnya juga termasuk UU Pengampunan Pajak, perubahan UU PPh, perubahan UU PPN, perubahan UU Cukai dan UU Pajak Karbon. Hal ini guna terjadi harmonisasi antara judul Undang-Undang dengan materi muatan di dalamnya.
"Pasal 20A, disarankan untuk bantuan yang diberikan atau bantuan yang dimintakan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada negara mitra perlu dipertegas dan dibatasi hanya terhadap utang pajak yang belum kedaluwarsa penagihannya," katanya, Jakarta, Jumat (27/8).
Pelaksanaan penagihan hendaknya harus sesuai dengan UU tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Kemudian, Pasal 27, ketentuan pengaturan sanksi denda 100 persen dalam Pasal 27 ayat (5d) dan ayat (5f) disarankan untuk dihapus, karena Wajib Pajak yang mencari keadilan tidak sepatutnya dikenakan sanksi denda.
"Namun jika tetap ingin dipertahankan, maka demi keadilan, Wajib Pajak juga diberikan imbalan atas kesalahan fiskus dalam menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Besarnya imbalan dan persyaratannya sama persis dengan ketentuan dalam pengenaan sanksi denda," katanya.
Selanjutnya
Selanjutnya, untuk pasal 32A, disarankan khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi tidak perlu ditunjuk sebagai pemotong dan pemunggut pajak, karena hal ini akan membebani administrasi Wajib Pajak Orang Pribadi, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang memilih menyelenggarakan pembukuan atau diwajibkan untuk menyelenggaran pembukuan.
"Kemudian pengaturan penunjukan pemotong pajak disarankan diatur dalam UU PPh dan pengaturan penunjukan pemunggut PPN disarankan diatur dalam UU PPN," paparnya.
Mochamad juga mengkritisi pasal 37B s.d. 37I, yang mengatur tentang UU Pengampunan Pajak. Guna keberhasilan program Pengampunan Pajak ini, disarankan perlu memberikan fasilitas sebagaimana yang telah diberikan dalam Pasal 11 jo Pasal 15 jo Pasal 21 UU Nomor 11 Tahun 2015 tentang Pengampunan Pajak.
"Perlu juga penegasan atas perlakuan untuk harta yang diperoleh sebelum 1 Januari 1985 dan mekanisme untuk masuk ke sistem perpajakan agar dapat dikontrol oleh Direktorat Jenderal Pajak," jelasnya.
Pasal 44, disarankan untuk dihapus karena penangkapan telah diatur dalam KUHAP dan penyitaan telah diatur dalam UU tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Pasal 44B, dalam mengutamakan ultimum remedium, penghentian perkara yang telah dilimpahkan ke pengadilan.
"Disarankan agar membebaskan juga dari sanksi Pidana denda, namun tetap diharuskan untuk membayar denda pajak yang seharusnya terutang ditambah dengan sanksi denda sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan. Label pidana dalam putusan hakim berupa pidana denda dapat merusak reputasi pengusaha dan akan dapat berimplikasi pengusaha tersebut tidak mempunyai prosfek bisnis yang baik ke depannya," tandasnya.
(mdk/bim)