Mengenal Otto Toto Sugiri, Sang 'Bill Gates' Indonesia yang Sediakan Layanan Internet Pertama di NKRI
Mengenal Otto Toto Sugiri, Sang 'Bill Gates' Indonesia yang Sediakan Layanan Internet Pertama di NKRI
Nama Toto sudah tak asing lagi di dunia teknologi Indonesia sejak kiprah pertamanya pada 1989. Kini Toto dikenal sebagai 'Bill Gates-nya Indonesia'.
Mengenal Otto Toto Sugiri, Sang 'Bill Gates' Indonesia yang Sediakan Layanan Internet Pertama di NKRI
Mengenal Otto Toto Sugiri, Sang 'Bill Gates' Indonesia yang Sediakan Layanan Internet Pertama di NKRI
- Merdeka Sinyal, Ini Kisah Masyarakat NTT yang Akhirnya Bisa Menggunakan Internet di Era Jokowi
- Tak Disangka-sangka, Pria Asal China Ini Sukses Menjadi Miliarder Usai Dengar Pidato Bill Gates
- Gara-gara Ada Ancaman Nuklir Teknologi Internet Muncul, Begini Kisahnya
- Terungkap, Pengguna Internet Indonesia Ternyata Dikuasai Orang-orang Ini
Nama Otto Toto Sugiri mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Dia merupakan co-founder dan presiden direktur DCI Indonesia, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang pusat data terbesar di Indonesia.
Toto, sapaan akrabnya, memang tak terlalu dikenal luas di masyarakat umum. Namun namanya sudah tak asing lagi di dunia teknologi Indonesia sejak kiprah pertamanya pada 1989. Kini Toto dikenal sebagai 'Bill Gates-nya Indonesia'.
Lahir di Bandung pada 23 September 1953, Toto meraih gelar sarjana teknik elektro pada tahun 1980 di Universitas Teknologi RWTH, salah satu universitas teknik ternama di kota Aachen, Jerman.
Melansir dari Forbes, setelah memperoleh gelar sarjana teknik elektro dan magister teknik komputer dari RWTH Aachen University Jerman, dia kembali ke Indonesia pada tahun 1980 untuk merawat ibunya yang sakit, yang kemudian meninggal dunia.
Dia kemudian tinggal di Indonesia untuk melakukan berbagai program lokal, seperti menulis perangkat lunak rekayasa untuk perusahaan minyak atau program untuk mengelola pencairan pinjaman kepada nelayan di Papua untuk sebuah badan PBB.
Pada tahun 1983, Sugiri bergabung dengan Bank Bali yang saat itu dimiliki oleh pamannya, Djaja Ramli. Bank Bali kemudian merger dengan Permata Bank, yang kemudian dibeli oleh Bangkok Bank.
Toto kemudian keluar dari perusahaan tersebut dan mendirikan perusahaan pertamanya, Sigma Cipta Caraka pada 1989. Perusahaan itu merupakan salah satu perusahaan perangkat lunak lokal pertama di Indonesia dan menjadi salah satu yang terbesar dalam hal penjualan, mengalahkan persaingan dari penyedia perangkat lunak impor.
Dari sana, Toto mendirikan penyedia layanan internet pertama di Indonesia, Indointernet, pada tahun 1994, yang memberikan jutaan masyarakat Indonesia akses ke internet untuk pertama kalinya.
Sayangnya, jalan Toto tak selalu mulus. Krisis moneter yang terjadi pada 1998 membuat Indonet harus kehilangan banyak transaksi bisnisnya.
Pantang menyerah menggeluti dunia teknologi, dia kembali mendirikan BaliCamp, sebuah perusahaan di pulau resor untuk menginkubasi startup dan menawarkan layanan pengembangan piranti perangkat lunak. Program itu sukses menggaet klien dari berbagai negara asing.
Namun bisnisnya kembali terguncang setelah tragedi Bom Bali pada 2002. Bali Camp mengalami penurunan penjualan proyek luar negeri, akibatnya Toto memilih menutup operasional Bali Camp pada 2008.
Toto kemudian menjual 80 persen saham perusahaan Sigma Cipta Caraka seharga USD35 juta atau setara Rp570,5 miliar (kurs dollar: Rp16.300) dan 20 persen saham sebesar USD9 juta atau setara Rp146,7 miliar kepada Telkom Indonesia.
Setelah diakuisisi sepenuhnya, perusahaan Sigma Cipta Caraka berubah nama menjadi Telkom Sigma.
Sempat berpikiran pensiun setelah menjual saham Sigma, Toto bersama enam orang lainnya mendirikan DCI Indonesia pada 2011. DCI adalah perusahaan pusat data terbesar di Indonesia, yang menyediakan lebih dari setengah kapasitas lokal negara.
Di awal pendiriannya, perusahaan itu bekerjasama dengan Alibaba, Amazon Web Services, Google Cloud, dan Microsoft. DCI mengatakan tiga di antaranya adalah klien, begitu pula beberapa perusahaan e-commerce terbesar di Asia Tenggara.
Kini, klien DCI juga mencakup lebih dari 40 perusahaan telekomunikasi dan lebih dari 120 penyedia jasa keuangan di Indonesia, Asia Tenggara, dan Amerika Serikat.
Setelah listing pada bulan Januari 2021, DCI pernah menjadi salah satu perusahaan paling berharga di bursa saham Indonesia berdasarkan kapitalisasi pasar.
Sugiri dan dua pendiri lainnya telah menjadi miliarder berdasarkan kepemilikan saham mereka di perusahaan tersebut menjadi tiga dari empat pendatang baru dalam daftar 50 Orang Terkaya di Indonesia pada 2021.
Namanya Toto pun tercatat sebagai orang terkaya ke-26 di Indonesia menurut Forbes 2023. Saat ini, kekayaannya mencapai USD1,8 miliar atau setara Rp29,24 triliun berdasarkan data Forbes Real-Time Net Worth.