Mengintip seluk beluk bisnis penyalur SPG cantik
SPG menjadi ujung tombak bagi sebuah perusahaan dalam menjual produk.
Berwajah cantik, kulit mulus, berbadan ideal dan jenjang, sudah menjadi syarat utama para perempuan dalam bekerja sebagai sales promotion girl (SPG). Mereka merupakan ujung tombak bagi sebuah perusahaan dalam menjual produk sekaligus menggaet konsumen.
Namun pernahkah terpikir dari mana para SPG ini berasal? Biasanya perempuan-perempuan manis tersebut 'diasuh' dalam sebuah agen sebelum disalurkan kepada klien. Meski dikelola agen, para SPG ini berstatus pekerja lepas (freelance).
Di Indonesia, bisnis agen SPG sudah berkembang sejak lama. Pengelolaan agen ini pun berbeda-beda. Ada yang terbentuk melalui sebuah perusahaan maupun secara individu.
Lantas, bagaimana keuntungan menjadi agen SPG? Ternyata tidak selamanya jenis bisnis ini menjadi ladang mengumpulkan pundi-pundi meski banyak acara terselenggara.
"Bisnis ini kebanyakan supply dari pada demand," kata Fanny Nugraha, Co-Founder SYNERGYlinkCo. kepada merdeka.com, Selasa (18/8) lalu. Keluhan ini didasari lantaran tingginya risiko batal kerja sama dengan para klien.
Dia menceritakan, biasanya perusahaan pemilik produk makanan, rokok maupun gadget adalah klien yang kerap memakai jasa SPGnya. Untuk memasarkan 'anak asuhnya' ini, Fanny mengaku menggunakan pesan berantai melalui ponsel pintar kepada para klien.
Kesabaran menjadi kunci pria berusia 30 tahun ini menjalani bisnis agen SPG. Diakuinya, selama lima tahun bergelut menjadi agency pihaknya sudah puas menerima ketidakpastian para klien.
"Yang kewalahan itu bukan banyak order tapi bagaimana memikat klien, karena banyak (klien) yang liat-liat doang. Sebab rata-rata klien itu minta foto. Dan rata-rata (pengalaman pribadinya) 50 persen putus di tengah jalan," ungkapnya.
Pendapatannya untuk tiap bulan juga tidak menentu. Tergantung berapa banyak anak asuhnya yang direkrut dalam acara. "Kalau kita sekalian jadi EO (event organizer) bisa dapat banyak. Tapi kalau nyalurin SPG saja itu tidak seberapa."
Bila pengusaha mengeluh karena ketidakjelasan klien, kondisi terbalik justru dirasakan para SPG. Seperti dirasakan perempuan-perempuan manis ini di ajang otomotif tahunan Indonesia Internasional Motor Show (IIMS) 2015.
SPG rokok Dunhill, Inayah (24), mengaku senang dapat bekerja sebagai SPG. Sudah dua tahun dirinya menggeluti karirnya ini. Berbagai macam produk diakuinya pernah dipegang.
Dia mengaku, secara pendapatan memang terhitung lebih dari cukup. Untuk per shift atau setara enam sampai delapan jam kerja, dirinya bisa meraup uang Rp 400.000 di IIMS 2015 yang berlangsung sejak tanggal 19 Agustus sampai 30 Agustus ini.
"Iya enak sih rasanya punya duit. Tapi kaki pegel harus jalan keliling-keliling," terang perempuan berparas manis tersebut.