Paket ekonomi efektif genjot daya saing asal birokrasi dibenahi
Selama ini Indonesia memiliki masalah klasik utamanya soal izin (permit), akses energi, properti, dan sebagainya.
Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) optimistis daya saing memulai bisnis dan industri nasional akan melonjak pada 2016 dengan diluncurkannya tiga paket ekonomi. Dengan catatan, paket tersebut tersebut benar-benar diimplementasikan ke bawah dan birokrasi dibenahi.
"Kalau betul-betul implemented kita optimistis daya saing memulai bisnis dan industri kita akan melonjak," ujar Sekretaris Jenderal BPP HIPMI Priamanaya Djan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (11/10).
Pria mengatakan, secara konseptual ketiga paket yang telah diluncurkan pemerintah sudah bagus. Kebijakan ini dapat meningkatkan daya saing nasional ke depan dalam memulai bisnis dan industri.
Selama ini, kata Pria, Indonesia memiliki masalah yang klasik dalam hal kemudahan memulai bisnis. "Utamanya soal izin (permit), akses energi, properti, dan sebagainya," pungkas Pria.
Mengutip dari kemudahan berbisnis atau Doing Business 2015 oleh IFC (International Finance Corporation), Pria mengatakan Indonesia dinilai terendah di antara lima negara ekonomi terbesar di kawasan Asia Tenggara atau dikenal ASEAN 5. Kemudahan melakukan bisnis di Indonesia 2015 menduduki peringkat 114. Peringkat Indonesia masih jauh di bawah empat negara lain anggota ASEAN 5, seperti Singapura di peringkat pertama, Thailand di peringkat ke-26, dan Filipina di peringkat ke-95.
Sedangkan peringkat daya saing ekonomi Indonesia versi World Economic Forum (WEF) juga turun pada tahun ini, dari urutan ke-34 pada tahun lalu menjadi 37 dari 140 negara. Dalam Global Competitiveness Report 2015-2016 yang dirilis WEF, daya saing ekonomi Indonesia kalah dari tiga negara tetangga, yakni Singapura yang berada di peringkat ke-2, Malaysia di peringkat ke-18 dan Thailand di urutan ke-32.
Di Asean, Indonesia hanya tercatat unggul dari Filipina (47), Vietnam (56), Laos (83), Kamboja (90), dan Myanmar (131). Peringkat daya saing ekonomi Indonesia juga terlihat lebih baik dibandingkan banyak negara di luar Asia Tenggara, antara lain dari Portugal (38), Italia (43), Rusia (45), Afrika Selatan (49), India (55), dan Brazil (75).
Indonesia menurutnya belum mampu membangun infrastruktur (jalan, pelabuhan, listrik, fasilitas air bersih), kesiapan teknologi dan inovasi, serta efisiensi pasar tenaga kerja. Sedangkan pada kemudahan memulai bisnis, tantangannya seputar pendaftaran properti, kemudahan memperoleh listrik, kemudahan memperoleh kredit, serta kemudahan pembayaran pajak.
Meski demikian, Hipmi optimistis akan terjadi lonjakan daya saing bisnis dan industri ke depan. Pasalnya, secara konseptual ketiga paket yang telah diluncurkan sudah bagus dan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan dunia usaha dan investor. "Kita lihat paket-paket itu, pada pintu masuk soal izin dipermudah dan dipercepat. Syarat-syaratnya dipangkas yang enggak ada relevansinya. Kedua, ada insentif-insentif fiskal, ketiga ada efisiensi di biaya produksi, sebab biaya energi, utamanya listrik turun untuk industri. Pokoknya, ini sudah cukup keren bagi dunia usaha. Aspirasi Hipmi juga sudah terakomodir," ujar Pria.