Peluang Resesi di RI Masih Rendah, Ini 2 Faktor Penguatnya
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Sunarso mengatakan, berdasarkan riset maupun berbagai informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber, tidak bisa dipungkiri banyak yang menyebut tahun 2023 penuh dengan ketidakpastian, bahkan banyak yang meramalkan ekonomi global 2023 gelap.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Sunarso mengatakan, berdasarkan riset maupun berbagai informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber, tidak bisa dipungkiri banyak yang menyebut tahun 2023 penuh dengan ketidakpastian, bahkan banyak yang meramalkan ekonomi global 2023 gelap.
"Kita selalu terlalu sering mendengar di telinga, bahwa tantangan terbesar bahwa tahun 2023 ini situasinya sungguh tidak menentu uncertainty, dan juga banyak yang meramalkan ini begitu gloomy situasi perekonomian, terutama di Global. Bersyukurlah kita bahwa peluang resesi di Indonesia itu rendah," kata Sunarso dalam acara BRI Microfinance Outlook 2023, Kamis (26/1).
-
Bagaimana strategi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi? Oleh karena itu, pendekatan pembangunan perlu diubah dari reformatif menjadi transformatif yang setidaknya mencakup pembangunan infrastruktur baik soft maupun hard, sumber daya manusia, riset, inovasi, reformasi regulasi, tata kelola data dan pengamanannya serta peningkatan investasi dan sumber pembiayaan.
-
Bagaimana pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya? Jika dibandingkan dengan kuartal II-2022, ekonomi RI mengalami perlambatan. Sebab tahun lalu di periode yang sama, ekonomi mampu tumbuh 5,46 persen (yoy).
-
Bagaimana hilirisasi mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah? Contoh tiga wilayah yang menjadi pusat industri hilirisasi SDA khususnya mineral dan logam, yaitu Sulawesi, Maluku dan Papua, serta Kalimantan, mengalami pertumbuhan ekonomi positif. Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai wilayah Sulawesi yakni 6,64% (yoy), disusul Maluku dan Papua yakni 6,35% (yoy), dan Kalimantan yaitu 5,56% (yoy).
-
Apa yang dilakukan Kemenkumham untuk meningkatkan perekonomian Indonesia? Menurut Yasonna, dengan diselenggarakannya Temu Bisnis Tahap VI, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian Indonesia.
-
Kenapa pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara di atas rata-rata nasional? Keberhasilan itu, lanjut politukus PDIP ini, karena pihaknya berhasil menjaga harga-harga kebutuhan tetap stabil dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi ."Kemarin juga kita mendapatkan penghargaan dari pemerintah pusat bahwa Sulut bisa menggerakkan ekonomi kreatif yang ada. Jadi bulan Agustus ini pengakuan dari pemerintah pusat bahwa apa yang kita kerjakan selama ini berdampak sangat positif bagi pembangunan Sulut."
-
Mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023 meningkat dibandingkan dengan kuartal I-2023? “Pertumbuhan ekonomi kita secara kuartal (q-to-q) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang ini sejalan dengan pola yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, yaitu pertumbuhan triwulan II selalu lebih tinggi dibandingkan di triwulan I,” terang Edy.
Meski demikian, peluang resesi Indonesia rendah karena ditopang oleh dua faktor utama. Di antaranya masih kuatnya konsumsi domestik dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, dan optimisnya pelaku UMKM terhadap kondisi ekonomi Indonesia.
"Kalau kita lihat berarti ekonomi kita dikonsolidasikan begitu solidnya, kita memiliki resiliensi. Sumber ketahanan resiliensi Indonesia pada ancaman resesi 2023, terutama dua faktor inilah yang bisa menyelamatkan kita dari resesi," ujarnya.
Dia menjelaskan, terdapat tiga kondisi yang memberikan tantangan terbesar terhadap perekonomian global. Pertama, tekanan inflasi yang masih tinggi, tren inflasi yang masih tinggi di beberapa negara seperti Amerika Serikat 6,5 persen, Eropa 10,4 persen, Singapura 6,7 persen.
Maka, tekanan inflasi berdampak pada kenaikan biaya produksi, penurunan pendapatan riil masyarakat dan pengetatan likuiditas. "Tekanan inflasi yang tinggi kemudian bank bank sentral di seluruh dunia di negara-negara yang mengalami inflasi yang tinggi ini meresponnya dengan menaikkan suku bunga acuan," ujarnya.
Kedua, tensi geopolitik global dan disrupsi rantai pasok. Ketidakpastian berakhirnya perang Rusia-Ukraina dan memanasnya China-Taiwan mendorong ketidakpastian geopolitik global meningkat dan berpotensi mengganggu rantai pasok global.
"Tensi geopolitik global dan disrupsi rantai pasok ini juga adalah challenge tersendiri," katanya.
Ketiga, kebijakan pengetatan likuiditas. Menurutnya, pengetatan likuiditas yang terlalu agresif oleh Bank Sentral berpotensi berdampak negatif ke pertumbuhan ekonomi. FFR telah naik 0,5 persen pada Maret 2022 menjadi 4,5 persen pada Desember 2022 dengan potensi naik sebesar 0,5 persen pada 2023.
"Kebijakan pengetatan likuiditas yang merupakan bagian dari respons terhadap tantangan tingginya inflasi dan inilah yang kemudian terakumulasi kemudian membentuk peluang terjadinya resesi di berbagai negara," ungkapnya.
Untuk itu, Indonesia patut bersyukur karena berdasarkan data dari Bloomberg peluang terjadinya resesi di Indonesia hanya sekitar 3 persen, artinya rendah. "Mudah-mudahan kita memang benar bisa menunjukkan resiliensi ini, sehingga tidak terjadi resesi di Indonesia. Sekali lagi saya sampaikan kita bersyukur," jelasnya.
Riset BRI
Terkait faktor optimisnya pelaku UMKM, kata Sunarso, BRI selalu melakukan riset melalui BRI Micro dan SME Indeks (BMSI) yang hasilnya diumumkan setiap 3 bulan sekali. Berdasarkan evaluasi terakhir di kuartal IV-2022, menunjukkan terjadi kenaikan bisnis UMKM di semua sektor yang disebabkan oleh kinerja perekonomian yang semakin membaik dan diikuti oleh daya beli masyarakat yang semakin pulih.
"Itu kita lihat di index bisnis UMKM disitu mengukur aktivitas bisnis di UMKM sendiri termasuk volume bisnis, omzet, penjualan, pembelian dan aktivitas bisnisnya di UMKM itu ternyata indexnya naik dari 103,2 menjadi 105,9. Ini menunjukkan makin membaik," ujarnya.
Selain itu, optimisme pelaku UMKM menyongsong kuartal I-2023 juga naik didorong oleh peningkatan permintaan domestik akibat peningkatan aktivitas masyarakat di luar rumah sejalan dengan pencabutan PPKM.
"Berikutnya index ekspektasi UMKM untuk satu kuartal ke depan. Artinya, ini mengukur ekspektasi pelaku-pelaku UMKM di tiga bulan pertama tahun 2023, ternyata indeksnya naik dari 126 menjadi 130, ini mengukur bahwa persepsi masyarakat UMKM terhadap kondisi ekonomi 3 bulan ke depan mereka makin optimis," jelasnya.
Dari kedua Indeks tersebut, mendorong indeks kepercayaan pelaku UMKM kepada Pemerintah juga meningkat dari 127,2 menjadi 138,3. Artinya, pelaku UMKM memberikan penilaian yang semakin baik terhadap kemampuan Pemerintah dalam menjalankan tugas-tugas, antara lain disebabkan oleh kinerja perekonomian yang semakin baik yang diikuti oleh penciptaan lapangan kerja yang semakin banyak.
"Indeks ketiga mengukur kepercayaan pelaku bisnis UMKM kepada Pemerintah. Kepercayaan akan kemampuan Pemerintah mengurus dan mengkonsolidasikan perekonomian kita, sehingga dipersepsikan oleh mereka bahwa Pemerintah mampu untuk mengatasi berbagai tantangan ekonomi," pungkasnya.
Reporter: Tira santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)