Penundaan Pungutan Ekspor Sawit Jadi Insentif bagi Pelaku Usaha
Pengamat Ekonomi, Fithra Faisal Hastiadi, mengatakan keputusan pemerintah dalam mengantisipasi defisit yang melonjak dengan menahan pungutan ekspor kelapa sawit menjadi kebijakan yang tepat. Sebab hal ini akan menjadi insentif bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas produksi kelapa sawit.
Pemerintah melalui rapat koordinasi terbatas beberapa waktu lalu memutuskan untuk menangguhkan pungutan ekspor sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Hal ini dilakukan karena harga aktual untuk CPO di pasar internasional berada pada kisaran USD 545 per ton atau dibawah batas pungutan USD 570 per ton sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.05/2018.
-
Mengapa kelapa sawit penting untuk perekonomian Indonesia? Kelapa sawit adalah salah satu komoditas yang penting untuk perekonomian Indonesia dan juga memiliki banyak kegunaan praktis dan kesehatan.
-
Mengapa perusahaan kelapa sawit PT Astra Agro Lestari Tbk mengekspor produknya? Selain untuk kebutuhan dalam negeri, hasil produk minyak olahan sawit diekspor ke Tiongkok, Bangladesh, Pakistan, Malaysia, Filipina, dan Korea Selatan.
-
Mengapa kelapa sawit cocok dibudidayakan di Indonesia? Kelapa sawit hanya hidup di daerah tropis, seperti Indonesia, Malaysia, sebagian kecil wilayah Afrika, dan Amerika Latin.
-
Kenapa ekspor telur ke Singapura bisa menjadi bukti keberhasilan Indonesia di pasar dunia? Singapura menjadi salah satu negara dengan standar mutu dan keamanan pangan yang tinggi, sehingga ekspor ini menjadi salah satu keberhasilan Indonesia di pasar dunia.
-
Di mana penanaman kelapa sawit pertama kali dilakukan secara komersial di Indonesia? Sejak 1910, kelapa sawit banyak dibudidayakan secara komersial dan meluas di Sumatera.
-
Bagaimana kelapa sawit pertama kali diperkenalkan dan ditanam di Indonesia? Kelapa sawit pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor, pada tahun 1848 oleh orang Belanda yang datang ke Indonesia.
Pengamat Ekonomi, Fithra Faisal Hastiadi, mengatakan keputusan pemerintah dalam mengantisipasi defisit yang melonjak dengan menahan pungutan ekspor kelapa sawit menjadi kebijakan yang tepat. Sebab hal ini akan menjadi insentif bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas produksi kelapa sawit.
"Untuk mengantisipasi dampak defisit yang makin melebar, Salah satunya dengan menahan pungutan ekspor ini. Itu kebijakan yang cukup tepat. Bisa mengurangi setidaknya beban bagi pelaku usaha terkait sawit. Ini bisa menjadi insentif bagi mereka untuk berproduksi" ujar Fithra seperti ditulis Antara di Jakarta, Sabtu (02/03).
Selain itu, dia juga mengatakan terdapat kendala yang tinggi dari negara yang menjadi mitra dagang Indonesia. Tentu ini membuat ekspor kelapa sawit secara signifikat belum bisa berkembang pesat.
"Dengan adanya hambatan yang makin tinggi dari negara mitra, memang tidak bisa (ekspor) berkembang pesat secara signifikan dalam waktu dekat," kata Fitra.
Seperti diketahui, pemerintah melalui rapat koordinasi terbatas pada Kamis (28/2) memutuskan untuk menangguhkan pungutan ekspor sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Hal itu dilakukan karena harga aktual untuk CPO di pasar internasional berada pada kisaran 545 dolar AS per ton atau dibawah batas pungutan 570 dolar AS per ton sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.05/2018.
Baca juga:
Per Februari 2019, Penyaluran B20 Capai 700.000 Kiloliter
Menko Darmin Sebut ASEAN Dukung Indonesia Lawan Kampanye Hitam Sawit
Indonesia, Malaysia dan Kolombia Bersatu Hadapi Kampanye Hitam CPO Uni Eropa
Pemerintah Hapus Kewajiban Laporan Surveyor untuk Ekspor CPO dan Gas
Pemerintah Targetkan Produksi Green Fuel Capai 30 Persen
Petani Keluhkan Masih Ada Kesenjangan Dalam Penentuan Harga Kelapa Sawit
Pengusaha Harap Pertemuan Produsen Sawit Beri Solusi Hentikan Kampanye Hitam CPO