Polusi Udara Kian Parah, Pemerintah Diminta Setop Jual BBM Kualitas Rendah
Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin alias Puput, mengatakan pencemaran udara Jakarta akhir-akhir ini sedemikian parah dengan status tidak sehat. Jakarta juga sering menempati posisi teratas sebagai kota yang paling tercemar di dunia.
Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin alias Puput, mengatakan pencemaran udara Jakarta akhir-akhir ini sedemikian parah dengan status tidak sehat. Jakarta juga sering menempati posisi teratas sebagai kota yang paling tercemar di dunia.
Adapun penyumbang terbesar polusi udara Jakarta adalah kendaraan bermotor. Di mana, polusi yang dikeluarkan kendaraan melalui knalpot mengandung banyak komponen pencemar udara.
-
Kenapa pemerintah mau mengalihkan anggaran subsidi BBM? Melalui opsi tersebut, pemerintah bakal mengalihkan anggaran subsidi untuk membiayai kenaikan kualitas BBM melalui pembatasan subsidi bagi sebagian jenis kendaraan.
-
Bagaimana cara Soeharto mempertahankan kebijakan subsidi BBM? Sayangnya, saran Habibie yang kala itu menjabat Menteri Riset dan Teknologi tak digubris. Soeharto berkukuh mempertahankan subsidi, dengan alasan negara masih punya uang.
-
Kapan subsidi BBM mulai diterapkan di Indonesia? Akan tetapi sejak tahun 1974-1975 keadaan berubah dari memperoleh LBM menjadi mengeluarkan subsidi BBM," demikian penjelasan dalam buku terbitan Biro Humas dan HLN Pertamina.
-
Bagaimana cara pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM? Implementasinya menunggu revisi Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak rampung.
-
Siapa yang mengungkapkan wacana pembatasan pembelian BBM subsidi? Dilansir dari Antara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pernah mengungkapkan wacana pembatasan pembelian BBM bersubsidi.
-
Apa alasan utama Soeharto memberikan subsidi BBM? Alasan pemberian subsidi BBM karena harga jual BBM terutama minyak tanah, berada di bawah biaya produksinya.
"Usaha pengendalian pencemaran udara Jakarta juga terganjal oleh kebijakan regulasi pemerintah tentang spesifikasi BBM yang dikeluarkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Dirjen Migas. Spesifikasi BBM memperbolehkan produsen BBM memasarkan BBM dengan kualitas yang lebih rendah dari kebutuhan teknologi kendaraan bermotor (engine technology requirement)," kata dia, dalam acara diskusi di kantornya, Jakarta, Jumat (16/8).
Padahal, kata dia, selain menyebabkan tingginya emisi gas buang kendaraan bermotor, BBM kualitas rendah juga berpotensi merusak mesin kendaraan. Untuk itu, Puput mengatakan sudah saatnya presiden memerintahkan menteri ESDM untuk merevisi regulasi terkait spesifikasi BBM demi peningkatan kualitas udara.
Menurutnya, hal ini harus dijadikan momentum penggunaan BBM bersih dan murah. Terutama saat sedang terjadi kiris pencemaran udara di kota-kota besar.
"Harus dijadikan kesempatan untuk memperbaiki kualitas BBM sesuai dengan kebutuhan teknologi kendaraan yang telah didesign memiliki emisi yang lebih rendah. Hendaknya ini bisa dijadikan momentum untuk menghapus berbagai jenis BBM yang sesungguhnya sudah tidak dibutuhkan lagi," ujarnya.
Adapun jenis BBM yang dinilai sudah tidak relevan yaitu Premium 88, Pertalite 90, Solar 48 dan Dexlite oleh teknologi otomotif di Indonesia yang sudah mengadopsi teknologi kendaraan berstandard Euro2/II sejak 1 Januari 2007 dan Euro3 khusus sepeda motor sejak 1 Agustus 2013.
"Apalagi kini sudah mengadopsi teknologi kendaraan berstandard Euro4/IV sejak 10 Maret 2017 yang lalu, sehingga BBM sekelas Pertamax dan Perta-Dex juga sudah tidak memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai BBM kendaraan berstandard ini," ujarnya.
Dia melanjutkan, saat ini masyarakat membutuhkan BBM yang memenuhi spesifikasi untuk teknologi kendaraan berstandard Euro4/IV. Untuk itu, seharusnya Pemerintah sudah menghapuskan ke-4 jenis BBM tersebut dan menggantikannya dengan spesifikasi yang sesuai.
"Sayangnya Pemerintah masih ambigu, di satu sisi ingin melepas beban dalam memasok Premium 88 dan Solar 48 tetapi di lain sisi ingin mempertahankan posisi populis. Padahal peraturan perundangan telah mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menghentikan pasokan BBM yang tidak comply dengan Standard Kendaraan Euro2/II (Bensin RON di bawah 91 dan Solar Cetane No di bawah 51; kadar Sulfur di atas 500 ppm) mulai 1 Januari 2007," ujarnya.
Dan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No P20/2017 tentang Standard Emisi Kendaraan Tipe Baru dan Yang Sedang Diproduksi maka berbagai jenis BBM tersebut harus dihentikan produksi dan pemasarannya dan digantikan dengan BBM yang memenuhi persyaratan teknis untuk kendaraan berstandard Euro4/IV.
"Yaitu dengan spesifikasi setidak-tidaknya untuk Bensin memiliki RON 91 dan Solar Cetane No 51; dan keduanya harus dengan kadar Sulfur maksimal 50 ppm," ujarnya.
Ketersediaan BBM dengan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan teknologi kendaraan bermotor adalah mutlak agar bisa melaksanakan regulasi standard emisi kendaraan (Euro4/IV) yang bertujuan melindungi masyarakat dari pencemaran udara sekaligus memicu daya saing industri otomotif dan industri minyak nasional menghadapi persaingan global.
"Pemerintah segera menghentikan produksi dan penjualan Premium 88, Pertalite 90, Solar 48, Dexlite; ganti dengan memproduksi dan dan memasarkan BBM yang memenuhi persyaratan teknsi kendaraan bermotor. Pemerintah segera mereformulasi spec BBM sehingga mampu mentrigger pengendalian pencemaran udara terutama dari transportasi," tegasnya.
Selain itu, dia meminta adanya reformulasi perhitungan dan kebijakan harga BBM secara transparan, accountable dan berdaya guna bagi pengembangan BBM bersih sehingga tercipta harga yang proporsional antara harga dan kualitasnya. Kemudian sesuai dengan kebutuan teknologi kendaraan bermotor, tercipta peluang pengembangan BBM bersih termasuk energi terbarukan.
"Diretorat Jenderal MIGAS harus menetapkan spesifikasi BBM yang sesuai, setidak-tidaknya sesuai kebutuhan teknologi kendaraan berstandard Euro4/IV. Pertamina harus stop produksi dan penjualan Premium 88, Pertalite 90 dan Solar 48, Pertamax dan Dexlite, ganti dengan memproduksi dan dan memasarkan Bensin RON 91, Bensin RON 95, Solar 51/53," tutupnya.
Baca juga:
Data Airvisual Pagi Ini: Kualitas Udara di Jakarta Tidak Sehat
Tak Hanya Jakarta, Inilah Daerah Indonesia yang Berpolusi Terburuk
Pagi Ini, Jakarta Jadi Kota Paling Polusi Kedua di Dunia
'Polusi Udara di Perkotaan Setara dengan Mengisap 20 Batang Rokok Sehari'
Polusi Udara Buat Anak Lebih Rentan Terpapar Polusi Dibanding Orang Dewasa
Anies Wacanakan Ganti Kendaraan Dinas Pakai Mobil Listrik
Perluasan Ganjil Genap Dinilai Tak Perbaiki Kualitas Udara