Revisi 35.000 MW, Rizal Ramli diserang menteri hingga wapres
Megaproyek pembangkit 35.000 MW terus menjadi polemik.
Megaproyek pembangkit 35.000 MW terus menjadi polemik. Tak sedikit kalangan meragukan realisasi proyek ambisius Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ini.
Salah satunya datang dari Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reforms, Fabby Tumiwa. Dia menilai Presiden Joko Widodo terlalu ambisius ketika mencetuskan megaproyek pembangkit listrik 35.000 MW dalam lima tahun. Pasalnya, proses tender hingga turunnya izin pembangunan saja membutuhkan waktu lama.
Selain itu, proyek ini juga membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit. "Di awal ketika program ini diluncurkan terlalu ambisius," ujar Fabby dalam Diskusi Energi Kita yang digelar merdeka.com, RRI, IJTI, IKN, DML dan Sewatama di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat.
"Kekhawatiran saya adalah pelaksanaan yang 5 tahun menjadi tanda tanya besar. Karena masalah-masalah yang dihadapi butuh waktu lebih dari satu tahun untuk selesaikan," tambahnya.
Merasa proyek ini tak masuk di nalar, Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli pun mengusulkan untuk dilakukan perbaikan. Menko Ramli menegaskan, pemerintah mengoreksi pembangunan listrik 35.000 MW menjadi hanya 16.167 MW untuk jangka waktu hingga 2019. Alasannya agar PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak bangkrut.
Hal ini disampaikan Menko Rizal usai mengadakan rapat koordinasi yang juga dihadiri Dirjen Kelistrikan ESDM Jarman, Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan, Dirut PLN Sofyan Basir dan perwakilan Kementerian Dalam Negeri.
Menko Rizal menuturkan, revisi dilakukan setelah adanya kajian bahwa beban puncak bakal mencapai 74.525 MW pada 2019. Proyek yang berlangsung saat ini berkapasitas 7.000 MW. Jika dipaksakan merealisasikan 35.000 MW maka akan terjadi kelebihan kapasitas listrik 21.331 MW. Kelebihan itu harus dibayar PLN dan akhirnya membebani keuangan perseroan.
"Saya dan tim telah lakukan kajian, kesimpulannya program itu memang tidak realistis. Kalau program itu dipaksakan maka membahayakan keuangan PLN. Inilah yang saya maksudkan bisa membuat PLN bangkrut," kata Rizal di Jakarta.
Menko Rizal menegaskan, proyek 35.000 MW idealnya direalisasikan selama 10 tahun. Tidak bisa dipaksakan cuma 5 tahun saja. "Setelah dievaluasi yang betul-betul, mungkin harus selesai 16.167 MW. Yang lainnya bisa masuk tahap berikutnya (lima tahun berikutnya)," tegasnya.
Keputusan Menko Rizal ini tak ayal menuai banyak pertentangan. Ada yang menyebut dia tidak paham hingga ada yang mengatakan jika revisi bukan kewenangannya.
Apa saja sebetulnya serangan-serangan terhadap kekasih dari artis Cornelia Agatha ini? Berikut merdeka.com mencoba merangkumnya.
-
Bagaimana PLN dan ACWA Power akan membangun proyek ini? Kesepakatan ketiga perusahaan ini akan berlangsung pada business matching di flagship event KTT ASEAN ke-43 yaitu ASEAN Indo Pacific Forum (AIPF) yang berlangsung pada 5 - 6 September 2023. Kerja sama ini juga menjadi bukti hubungan bilateral yang kuat antara Indonesia dan Arab Saudi.
-
Kapan Pertamina mulai mengoperasikan infrastruktur hilir kendaraan listrik? Dalam mempercepat transisi energi, Pertamina juga telah mengoperasikan infrastruktur hilir kendaraan listrik berupa stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) atau battery swapping station (BSS) yang terletak di 25 lokasi di Jabodetabek.
-
Mengapa PLN, ACWA Power, dan Pupuk Indonesia berkolaborasi membangun proyek ini? Kerja sama ini juga menjadi bukti hubungan bilateral yang kuat antara Indonesia dan Arab Saudi.
-
Apa yang sedang dibangun oleh PLN untuk memfasilitasi penggunaan energi terbarukan di Indonesia? PLN sendiri saat ini sedang membangun green enabling supergrid yang dilengkapi dengan smartgrid dan flexible generations. “Karena adanya ketidaksesuaian antara lokasi energi terbarukan yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan, serta jauh dari pusat demand yang berada di Jawa, maka kita rancang skenario Green Enabling Supergrid. Sehingga, potensi EBT yang tadinya tidak bisa kita manfaatkan, ke depan menjadi termanfaatkan. Selain itu, tentunya akan mampu membangkitkan kawasan dengan memunculkan episentrum ekonomi baru," jelas Darmawan.
-
Bagaimana Pertamina membangun infrastruktur hijau? Langkah konkrit perseroan dalam pengembangan infrastruktur hijau, lanjut Fadjar tidak hanya dilakukan dalam Pertamina Group, tetapi juga bersama BUMN yang tergabung dalam Indonesia Battery Corporation (IBC) dalam pengembangan pabrik baterai kendaraan listrik (EV).
-
Apa yang dimaksud dengan energi listrik? Energi listrik adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh pergerakan partikel bermuatan, khususnya elektron, melalui suatu penghantar atau rangkaian tertutup.
Revisi proyek bukan kewenangan Menko Rizal
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan, tidak ada revisi megaproyek listrik 35.000 megawatt (MW). Belum lama ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengungkapkan pemerintah akan merevisi proyek ambisius Jokowi-JK tersebut menjadi 16.000 megawatt.
"Gak usah ngomong-ngomong lagi deh. Pokoknya kalau sudah ditetapkan (35.000 megawatt) ya ditetapkan. Siapa bilang berubah?" tegas Wapres JK di Kantornya, Jakarta Pusat.
Dia mengatakan, besaran proyek listrik 35.000 megawatt sudah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo. "Memangnya Menko bisa ngubah Presiden?" imbuh JK.
Wapres JK mengaku sudah melakukan konfirmasi kepada Direktur Utama PLN, Sofyan Basir bahwa tidak ada pembicaraan mengenai revisi besaran proyek listrik pemerintah sebesar 35.000 MW dalam jangka waktu lima tahun.
"Gak benar, saya sudah cek ke dirut PLN, enggak ada pembicaraan itu," tutur JK.
Proyek 35.000 MW ada demi kemaslahatan masyarakat
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, pemerintah tak pernah memasang target listrik sebesar 35.000 MW. Soal angka itu, kata Pramono, adalah kebutuhan mendasar bangsa Indonesia.
"Jadi, pemerintah tidak pernah menargetkan. 35.000 MW itu kebutuhan mendasar supaya kebutuhan listrik di Indonesia bisa terpenuhi dengan baik," kata Pramono di Istana Negara, Jakarta.
Pramono menjelaskan, hitung-hitungan kebutuhan 35.000 MW berasal dari PLN dan Menko Perekonomian. Dalam waktu dekat, soal listrik ini bakal dibahas dengan Presiden Jokowi dalam rapat terbatas.
"Ini menyangkut kebutuhan, kemudian ada relativitasnya sekali lagi ini bukan target tapi kebutuhan. Nanti kebutuhannya jadi berapa, nanti kita rapat kabinet terbatas, besok akan dibahas deregulasi dan kelistrikan," jelasnya.
Menko Rizal tak mengerti masalah negara
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reforms, Fabby Tumiwa menyebut Rizal Ramli tidak paham masalah negara. Dalam urusan kelistrikan, menurut Fabby memang harus ada kelebihan pasokan untuk menjaga agar listrik tetap stabil.
Selain itu, program ini adalah program nasional yang dicanangkan Presiden Joko Widodo yang seharusnya tidak direvisi seorang pembantu presiden.
"Ini program presiden, dia mau revisi ini engga bisa. Ini program nasional. Dia (Rizal Ramli) engga paham masalah (negara)," ucap Fabby ketika dihubungi merdeka.com di Jakarta.
Indonesia bisa krisis listrik jika 35.000 MW tak tercapai
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reforms, Fabby Tumiwa menilai kelebihan pasokan listrik juga diperlukan karena permintaan dalam negeri terus naik seiring tumbuhnya perekonomian. Tidak mungkin ketika mencapai beban puncak dan permintaan listrik berhenti.
"Kalau tidak kita bangun, Indonesia bisa krisis listrik di 2021. Kalau begitu nanti kita harus mulai lagi besar-besaran 2021. Antisipasinya makanya dibangun sekarang. Kalau nanti krisis listrik 2021 kita salahkan Menko Rizal ini," tegasnya.
Menurut Fabby, kelebihan pasokan pada 2019 mendatang juga tidak akan sebesar yang dihitung Rizal Ramli. Pasalnya, belum tentu semua proyek bisa selesai tepat waktu. Akan ada proyek yang baru mulai digarap 2018 namun masuk dalam megaproyek 35.000 MW.
"35.000 MW engga mungkin semuanya terbangun dan terpakai di 2019. Mungkin selesainya 2022 dan 2023 karena ada yang dibangun 2018. Kalau sekarang dikurangi maka tingkat suksesnya juga makin rendah," tutupnya.
Proyek 35.000 MW tingkatkan jumlah masyarakat teraliri listrik
Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan saat ini rasio elektrifikasi nasional masih sangat rendah. Dengan begitu, proyek 35.000 MW sangat perlu dibangun pemerintahan Jokowi-JK dalam waktu lima tahun mendatang.
"Tidak ada penurunan target pembangunan listrik 35.000 MW. Kita masih tetap optimis untuk mengejar target tersebut. Listrik tidak ada revisi karena dua alasan. Pertama, rasio elektrifikasi kita masih rendah karena itu tidak adil bagi yang belum dapat. Kedua, listrik adalah jendela peradaban dunia," ujar dia dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta.
Dia menegaskan listrik merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Bahkan, pembangunan listrik di daerah-daerah perbatasan bakal diimbangi dengan adanya koneksi internet yang digagas Kementerian Komunikasi dan Informatika.
"Begitu 50 titik terluar dilistriki, Pak Rudiantara (Menteri Komunikasi dan Informatika) mengatakan ingin membangun jaringan koneksi (internet). Jadi tidak ada alasan merevisi target," kata dia.