Reza Rahadian Curhat Minimnya Perlindungan Bagi Pekerja Film
Aktor Reza Rahadian mengungkapkan sejumlah keluhan terkait industri perfilman dalam negeri. Menurut dia, banyak hak dari para pekerja film yang sampai saat ini belum terpenuhi. Salah satunya seputar minimnya jaminan dan perlindungan kecelakaan bagi para pekerja di lokasi syuting.
Aktor Reza Rahadian mengungkapkan sejumlah keluhan terkait industri perfilman dalam negeri. Menurut dia, banyak hak dari para pekerja film yang sampai saat ini belum terpenuhi.
Salah satunya seputar minimnya jaminan dan perlindungan kecelakaan bagi para pekerja di lokasi syuting. Menindaki situasi itu, para kru film terpaksa sering berembug untuk memberikan sumbangan perawatan bagi pekerja yang jatuh sakit.
-
Kenapa Hari Film Sedunia diperingati? Hari Film Sedunia bertujuan untuk mempromosikan pemahaman lintas budaya dan kreativitas yang dihasilkan oleh industri film.
-
Siapa yang dikenal sebagai Bapak Film Indonesia? Perkembangan film di Indonesia pastinya tidak lepas dari sosok penting salah satunya Usmar Ismail yang dinobatkan sebagai Bapak Film Indonesia.
-
Film apa yang dibintangi oleh Indah Permatasari? Film horor terbaru yang dibintangi Indah berjudul Sakaratul Maut, membuat penasaran dengan aktingnya.
-
Kapan film pertama diputar di Indonesia? Di tahun ini, film pertama kalinya diputar di Indonesia, tepatnya di Batavia. Film dokumenter perjalanan Raja dan Ratu Belanda di Den Haag adalah film yang pertama kali diputar.
-
Siapa yang membuat film bicara pertama di Indonesia? Tahun 1931, The Teng Chun muncul denga "Cina Motion Pictures" yang membuat film bicara pertama dengan judul 'Boenga Roos dari Tjikembang'.
-
Siapa saja yang terlibat dalam film 'CATATAN HARIAN MENANTU SINTING'? Selain itu, terdapat juga kemunculan pasangan suami istri Raditya Dika dan Ariel Tatum yang menjadi bintang utama film ini.
"Ada situasi yang menurut saya lucu berkaitan dengan kondisi lapangan di lokasi syuting. Satu hal yang selalu meresahkan bagi saya, jika ada kru yang sakit, itu biasanya seluruh kru film akan bawa kardus buat sumbangan. Kalau ada sakit atau kenapa-kenapa itu pada urunan, tidak ada jaminan konkret perlindungan," keluhnya di Kementerian Ketenagakerjaan, Selasa (7/7).
Padahal menurutnya, di lokasi syuting, sangat banyak kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja atau kelelahan akibat bekerja. Mengingat jam kerja pekerja film bisa mencapai 16-18 jam dalam satu hari.
"Ada kru yang kemudian tersetrum di lokasi, itu bukan satu dua kali terjadi, dan tidak ada perlindungannya. Nanti adanya urunan antara pemain dan kru. Apakah kemudian perusahaan sepenuhnya akan tanggung itu? Belum tentu," ucapnya.
Berdasarkan pengalamannya berkecimpung di dunia perfilman, dia bercerita, biaya yang dikenakan production house (PH) untuk menjamin keselamatan para pekerja film sangatlah minim. Hanya sedikit yang memberikan jaminan asuransi bagi para pemain dan kru film saat menggarap suatu proyek.
"Pemain di kontrak dan dia sakit di lokasi syuting atau terjadi sesuatu, kalau sekarang saya bisa gebrak meja produser bilang yah lu tanggung nih biaya gue sakit'. Tapi dulu itu angkanya Rp50.000. Jadi kalau dia sakit yah produser akan bayar segitu, dengan ekspektasi bahwa kamu kan harus punya asuransi (sendiri) dong," tuturnya.
Minimnya tanggung jawab perusahaan kepada pelaku film seperti itu disebutnya sangat umum terjadi pada para pemain yang baru memulai karirnya di industri perfilman. "Apalagi pemain-pemain yang sekarang baru memulai kariernya sebagai seorang aktor, perlindungan itu rasanya hampir nihil," tegasnya.
Menaker: Diperlukan regulasi perkuat perlindungan kerja insan perfilman
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri mendorong adanya regulasi yang bisa mendorong pertumbuhan industri seni dan film nasional, serta mampu memperkuat perlindungan kepada para pekerja seni. Semakin berkembangnya industri kreatif di bidang seni, seiring semakin kompleks permasalahan yang dihadapi pekerja seni dan industri film, maka diperlukan perlindungan terhadap pekerja insan perfilman.
"Perlindungan kepada pekerja seni akan memberi manfaat yang adil dan secara ekonomi akan banyak multiflier efek yang muncul dan memperkuat pertumbuhan kita secara keseluruhan," kata M Hanif Dhakiri saat memberikan sambutan acara Focus Group Discussion (FGD) dan dialog dengan insan perfilman tentang "Perlindungan dan Kesejahteraan Artis dari aspek Ketenagakerjaan” di ruang Tridharma Kemnaker, Jakarta, Rabu (3/5).
Turut hadir Direktur Persyaratan kerja Junaedah, Direktur Kelembagaan dan Kerjasama Hubungan Industrial (KKHI) Aswansyah, Ketua Parfi 56 Marcela Zalianty,
Hanif berharap dengan terbitnya regulasi, pekerja seni insan perfilman ini benar benar bisa dibantu dengan segala permasalahannya dan bentuk perlindungan terhadap insan perfilman. Tujuan utamanya kata Menaker Hanif, bukan semata-mata melindungi pekerja seni tapi juga mendorong agar industri kesenian, industri perfilman Indonesia bisa tumbuh dan berkembang lebih baik.
"Sekarang saja sudah kelihatan pertumbuhan jumlah bioskop, pertumbuhan jumlah film nasional semakin banyak. Akhirnya cita rasa masyarakat terhadap film nasional juga makin meningkat," ujarnya.
Hanif menambahkan melalui FGD dan dialog dengan insan perfilman akan ditemukan identifikasi dan bentuk perlindungan insan perfilman, khususnya terkait permasalahan pengaturan waktu terhadap waktu kerja waktu istirahat (WWKI) pekerja film, pengaturan keselamatan dan kesehatan kerja pekerja film, pengaturan jaminan sosial pekerja film dan pengaturan pekerja anak di sektor perfilman.
Ia melanjutkan jika dulu ada yang menonton film nasional, dianggap agak ndeso. Namun anggapan itu saat ini sudah berubah. Kenapa? Karena judul film nasional masih horor seperti "Malam Jumat Kliwon", "Sundel Bolong" dikemas sangat ndeso. Tapi sekarang film horor apapun kemasannya sudah sangat modern.
"Sehingga masyarakat punya apresiasi tersendiri, jadi nonton film Indonesia juga keren, diupload medsos dan jadi kebanggaan," kata Hanif.
Sedangkan Junaedah dalam laporannya menyatakan tujuan kegiatan FGD untuk mengetahui bentuk hubungan kerja serta perlindungan kepada pekerja seni insan perfilman serta memberikan pemahaman mengenai bentuk hubungan kerja dan menyamakan persepsi serta penafsiran mengenai hubungan kerja pada pekerja seni khususnya insan perfilman.
Junaedah berharap melalui FGD insan perfilman dapat diketahuinya bentuk hubungan kerja dan perlindungan kepada pekerja seni insan perfilman serta kesamaan persepsi dan interpretasi mengenai hubungan kerja pekerja seni insan perfilman yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
FGD pekerja seni insan perfilman diikuti sebanyak 60 orang. Yakni dari Parfi56, Parfi, Rumah Aktor Indonesia (RAI), Persatuan Artis Sinetron Indonesia (Parsi), Paguyuban Artis Film Indonesia (Pafindo), Asosiasi Produser Film Indonesia dan lain-lain.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com