Riset: Konsumsi Masyarakat Tetap Stabil di Lebaran 2024 Meski Alami Tekanan Inflasi dan Kenaikan Harga
Semua upaya promosi menghasilkan volume konsumsi yang stabil selama periode Ramadan, karena tidak ada indikasi konsumen belanja stok barang lebih banyak.
Industri barang konsumsi cepat (FMCG) di Indonesia mencatatkan pertumbuhan positif selama periode Lebaran 2024, mencapai angka 6 persen dibandingkan 2023.
Hal ini terungkap dalam riset NielsenIQ (NIQ), yang mencatat bahwa meskipun konsumen masih menghadapi tekanan inflasi dan kenaikan harga bahan pokok, konsumsi pada saat Ramadan 2024 tetap stabil dibandingkan 2023.
- Masyarakat Banyak Belanja saat Ramadan dan Lebaran, Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II-2024 Bakal Meroket
- Permintaan Makanan dan Minuman Diprediksi Naik 30 Persen di Momen Ramadan dan Lebaran 2024
- Inflasi Maret 2024 Meroket Dipicu Mahalnya Harga Makanan
- Dirut Bulog: Masyarakat Tak Perlu Khawatir, Stok Beras Cukup dan Harga Mulai Stabil
"Di tengah tekanan inflasi, antusiasme masyarakat untuk mudik dan melakukan perjalanan masih terlihat jelas, sehingga konsumen berusaha menyeimbangkan keuangan mereka antara pengeluaran untuk belanja FMCG dan pengeluaran untuk perjalanan," ujar Executive Director for Retail Vertical NIQ di Indonesia, Wiwy Sasongko dikutip di Jakarta, Selasa (6/8).
Perubahan perilaku belanja ini terlihat di semua Status Sosial Ekonomi (SES). Terlepas dari upaya promosi yang dilakukan di semua kategori produk FMCG khas Lebaran, ketiga kelas SES cenderung memilih opsi produk yang lebih terjangkau.
Semua upaya promosi tersebut menghasilkan volume konsumsi yang stabil selama periode Ramadan, karena tidak ada indikasi konsumen belanja stok barang lebih banyak. Dalam hal kanal belanja selama bulan Ramadan and Lebaran, NIQ mengamati pertumbuhan di semua kanal ritel.
Terutama untuk mini market, yang memiliki pertumbuhan tercepat dengan pertumbuhan sebesar 11 persen yang sebagian besar berasal dari pemain ritel modern skala besar. Di sisi lain, penjualan online juga terus meningkat secara signifikan selama periode Ramadan dan Lebaran.
"Jika kita melihat lebih dalam beberapa kategori seperti teh yang siap minum (Ready-to-Drink), makanan beku, sirup, dan biskuit menunjukkan peningkatan positif yang berasal dari produk yang sudah ada dan tambahan dari peluncuran produk baru. Hal ini juga dikombinasikan dengan promosi potongan harga yang terjadi di seluruh kategori," ujarnya.
Meskipun telah menerapkan promosi besar-besaran, pertumbuhan kategori sirup utamanya dipengaruhi oleh sirup kental. Sementara format squash sangat diuntungkan dengan munculnya 'rasa mainstream pekat' yang baru. Beberapa kategori juga dipicu oleh aktivasi digital, seperti teh siap minum dan biskuit.
Untuk kategori teh siap minum, para produsen telah meluncurkan ukuran kemasan medium dan besar, di mana kemasan medium menggunakan permainan rasa dan aktivitas yang menarik di platform digital. Merek-merek biskuit spesialis Lebaran Kembali bertumbuh dengan bantuan kampanye di media sosial melalui hadiah dan konten gimmick yang mempromosikan ukuran kemasan khusus Lebaran.
Kategori Bukan Produk Khas Lebaran
Dua Kategori yang bukan produk khas Lebaran yang mengalami pertumbuhan signifikan adalah cologne dengan pertumbuhan sebesar 25 persen dan produk skincare dengan pertumbuhan 23 persen, yang merupakan peningkatan yang cukup besar jika dibandingkan dengan pertumbuhan di tahun 2023.
Untuk cologne, NIQ mengamati adanya pertumbuhan pada brand baru dan brand lokal yang tidak hanya lebih terjangkau, tetapi juga lebih mudah didapati melalui berbagai kanal ritel.
Sedangkan untuk kategori Kosmetik, NIQ juga mengamati pertumbuhan yang didominasi oleh brand lokal terutama produk wajah dan bibir. Kampanye kreatif yang dipromosikan secara luas selama periode Ramadan dan Lebaran telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ini, serta membantu mendorong konsumsi.
"Namun, NIQ telah melihat kekuatan daya beli konsumen Indonesia dalam menghadapi masa-masa sulit dalam beberapa tahun terakhir. Akan ada periode penyesuaian sebelum perilaku pembelian konsumen yang baru terbentuk. Ini adalah kesempatan bagi produsen FMCG untuk bertindak cepat dan memanfaatkan perubahan perilaku ini serta mengadaptasinya untuk memaksimalkan peluang pertumbuhan di masa depan," ujar Krisetiadi Purwanto, Customer Success Leader NIQ di Indonesia.