Rumah murah BTN bagi si lajang
Rumah murah BTN bagi si lajang. Buat Ary dan Debby, lajang bukan halangan untuk memiliki rumah. Justru mereka berprinsip, sebelum berumah tangga harus bisa memiliki rumah terlebih dahulu. Dan itu bisa diwujudkan lewat BTN.
Miliki tempat tinggal sendiri merupakan dambaan semua. Namun harga properti yang kian mahal seringkali membuat impian itu seolah hanya khayalan, terlebih jika penghasilan perbulan pas-pasan.
Ari misalnya, lajang 24 tahun ini berharap bisa miliki tempat tinggal sendiri. Dengan penghasilan di bawah Rp 4 juta per bulan, warga Depok, Jawa Barat ini awalnya ragu bisa membeli rumah meski dengan jalan kredit.
Beberapa kali melihat pameran properti yang digelar di Ibu Kota, alumni Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta ini selalu pulang dengan membawa setumpuk brosur.
"Kalau di pameran yang ditawarkan mahal-mahal. Yang murah banyak tapi lokasinya di jauh di Karawang sana," ujar pria yang bekerja di Kapanlagi Network di Tebet, Jakarta Selatan ini kepada merdeka.com, Rabu (8/2).
Namun harapan untuk memiliki rumah murah yang pas di kantong dan mudah dijangkau tidak sepenuhnya pupus. Ari akhirnya menemukan rumah yang secara harga dan lokasi cocok dengan keinginannya. Ari kini sedang proses membeli rumah di Green Citayam City di Citayam, Jawa Barat secara kredit.
Ari mengaku mendapatkan informasi perumahan Green Citayam City itu dari kawannya lewat program sejuta rumah bersubsidi dari Bank Tabungan Negara (BTN).
"Down Payment (DP) masih bisa kejangkau. Cicilan perbulannya juga cukup murah karena itu perumahan bersubsidi. Tipe 28 (luas bangunan) luas tanah 84 meter," ujarnya.
Ari kini sedang menunggu proses wawancara dengan pihak BTN. Segala persyaratan termasuk surat keterangan penghasilan di bawah Rp 4 juta pun sudah dia serahkan ke developer.
Perumahan Green Citayam City merupakan salah satu program KPR BTN subsidi. Proyek ini kerja sama antara BTN dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kelebihan program ini adalah suku bunga rendah dan cicilan ringan dan tetap sepanjang jangka waktu kredit, terdiri atas KPR untuk pembelian rumah tapak dan rumah susun.
"Untuk cicilan ada 3 skema yang ditawarkan, 10 tahun, 15 tahun dan 20 tahun. Untuk yang 10 tahun cicilan perbulan sekitar Rp 1,4 juta, 15 tahun sekitar Rp 1,1 juta dan 20 tahun sekitar Rp 900 ribu perbulan," ujar Ari.
Debby Restu Hutomo (32) juga berhasil mewujudkan impiannya memiliki rumah lewat KPR BTN bersubsidi. Warga Cibinong Bogor itu kini sudah memiliki rumah di Perum Puri Indra Kila Jalan Prasaja Sasak Panjang, Bojonggede, Bogor, Jawa Barat. Berstatus lajang tak membuatnya menunda-nunda keinginan memiliki rumah sendiri.
"Soal nikah gampang, apalagi kalau sudah punya rumah. Saya mengajukan KPR sudah dari tahun 2013 dan sekarang sudah saya tempati," ujar Debby kepada merdeka.com.
-
KPR Kilat BRI itu apa? Sebagai informasi, program KPR Kilat BRI adalah pembiayaan KPR BRI dengan jangka waktu pendek sampai dengan 5 tahun.
-
Kenapa KTT ASEAN digelar di Jakarta? KTT yang akan diselenggarakan di Jakarta tersebut menjadi momen penting bagi Indonesia sebagai tuan rumah untuk memfasilitasi dialog dan kerjasama antara pemimpin negara anggota.
-
Apa tujuan utama dari KPR BRI? Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BRI adalah salah satu solusi bagi calon pemilik rumah untuk mewujudkan impian miliki hunian idaman mereka, terutama bagi kalangan milenial dan Gen Z.
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.
-
Apa itu KPR BRI Suku Bunga Berjenjang? KPR BRI Suku Bunga Berjenjang adalah program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang ditawarkan oleh BRI dengan suku bunga yang berjenjang. Program ini memiliki suku bunga fixed rate pada tahun-tahun awal tertentu, kemudian suku bunga akan berubah pada tahun-tahun berikutnya.
-
Kapan program KPR Kilat BRI berlaku? Sebagai informasi juga, program ini adalah penawaran terbatas yang hanya berlaku buat kamu yang mengambil KPR BRI pada periode 1 Juli-30 September 2024.
Debby kini memiliki rumah dengan tipe 36 dan luas tanah 72 meter persegi. Debby dan Ari memilih wilayah Citayam dan Bojonggede karena bisa menggunakan commuter line menuju kantor mereka di Jakarta.
"Tidak terlalu jauh dari Stasiun Citayam atau Bojonggede. Jadi kerja bisa naik commuter line. Lebih cepat dan murah juga," ujarnya.
Buat Ary dan Debby, lajang bukan halangan untuk memiliki rumah. Justru mereka berprinsip, sebelum berumah tangga harus bisa memiliki rumah terlebih dahulu. Dan impian mereka bisa diwujudkan lewat program KPR BTN bersubsidi.
KPR BTN Subsidi memang sangat memudahkan masyarakat berpenghasilan rendah bisa mewujudkan impiannya untuk memiliki hunian. KPR BTN subsidi lebih terjangkau karena suku bunganya 5 persen fixed sepanjang jangka waktu kredit. Padahal saat ini bunga KPR rumah mencapai 13 persen.
Selain itu, program ini juga memberikan uang muka yang relatif kecil. Ary hanya dikenai uang muka Rp 16 juta sedangkan Debby dulu uang mukanya hanya Rp 10 juta. Jangka waktu kreditnya pun relatif panjang hingga 20 tahun. KPR ini pun dilengkapi fasilitas perlindungan asuransi jiwa dan asuransi kebakaran.
Ada pun syarat mengajukan KPR BTN juga cukup mudah, yakni WNI dan berdomisili di Indonesia, telah berusia 21 tahun atau telah menikah. Pemohon maupun pasangan (suami/istri) belum memiliki rumah dan belum pernah menerima subsidi pemerintah untuk pemilikan rumah. Selain itu ada syarat minimal penghasilan. Untuk pemohon kredit rumah maksimal penghasilan Rp 4 juta per bulan sedangkan untuk pemohon kredit rumah susun, penghasilan maksimal Rp 7 juta.
Syarat lainnya memiliki masa kerja atau usaha minimal 1 tahun, memiliki NPWP dan SPT Tahunan PPh orang pribadi sesuai perundang-undangan yang berlaku serta menandatangani surat pernyataan di atas meterai.
Tempat tinggal memang masih menjadi permasalahan di Tanah Air. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) secara nasional, sejak 2014, terdapat 13,5 juta keluarga belum memiliki rumah atau hunian. Di tahun 2015, angka ini turun menjadi 11,4 juta keluarga yang belum memiliki rumah atau hunian.
BTN sendiri merupakan salah satu bank pemerintah tertua di Indonesia. Berawal dari didirikannya Postspaarkbank di Batavia pada tahun 1897, BTN adalah bank pertama yang menyediakan jasa kredit pemilikan rumah (KPR) di Indonesia.
Berdasarkan website resmi BTN, pada tahun 1942 sejak masa pendudukan Jepang di Indonesia, bank ini dibekukan dan digantikan dengan Tyokin Kyoku atau Chokinkyoku. Setelah kemerdekaan Indonesia, bank ini diambil alih oleh pemerintah Indonesia dan diubah menjadi Kantor Tabungan Pos.
Nama dan bentuk perusahaan selanjutnya berubah beberapa kali, hingga akhirnya pada tahun 1963 diubah menjadi nama dan bentuk resmi yang berlaku saat ini, yakni Bank Tabungan Negara. Lima tahun setelah itu, bank ini beralih status menjadi bank milik negara melalui Undang-Undang Nomor 20 tahun 1964.
Pada tahun 1974 BTN menawarkan layanan khusus yang bernama KPR atau kredit pemilikan rumah. Layanan ini dikhususkan pada BTN oleh Kementerian Keuangan dengan dikeluarkannya surat pada tanggal 29 Januari 1974. Layanan ini pertama kali dilakukan pada tanggal 10 Desember 1976. Selanjutnya, pada tahun 1989 BTN juga telah beroperasi menjadi bank umum dan mulai menerbitkan obligasi.
Di tahun 2016 lalu, PT BTN Tbk mencatatkan laba bersih senilai Rp 2,61 triliun. Angka laba tersebut meroket 41,49 persen dibanding tahun sebelumnya yang hanya Rp 1,85 triliun.
Direktur Utama Bank BTN, Maryono mengatakan, pencapaian positif tersebut ditopang kinerja penyaluran kredit dan penghimpunan simpanan yang mencatatkan pertumbuhan di atas rata-rata industri. Raihan positif laba bersih Bank BTN, lanjut Maryono, juga diikuti kualitas aset yang terus membaik.
Kenaikan laba juga didukung oleh margin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang naik dari 4,87 persen pada Desember 2015 menjadi 4,98 persen di 2016. Selain itu, kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 20,17 persen (yoy) dari Rp 6,86 triliun di akhir 2015 menjadi Rp 8,25 triliun di 2016 juga ikut mendorong kenaikan laba.
"Kami optimistis Bank BTN akan mampu melanjutkan kinerja positif tersebut pada tahun ini mengingat kondisi ekonomi yang mulai menunjukkan geliat positif serta berbagai kebijakan pemerintah dan regulator yang mendukung perkembangan sektor properti," ujar Maryono di Jakarta, Senin (13/2/2017) lalu.
Penyaluran kredit Bank BTN tercatat naik 18,34 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dari Rp 138,95 triliun pada akhir 2015 menjadi Rp 164,44 triliun di Desember 2016. Pertumbuhan tersebut berada di atas rata-rata industri, Sebab Bank Indonesia dalam Analisis Uang Beredar M2 merekam kredit perbankan nasional hanya naik 7,8 persen yoy pada Desember 2016.
Salah satu penyokong terbesar kredit adalah sektor perumahan. Kredit yang menempati 89,97 persen porsi pinjaman di Bank BTN ini, naik 18,43 persen (yoy) dari Rp 124,92 triliun di akhir 2015 menjadi Rp 147,94 triliun di 2016. Kemudian, pertumbuhan terbesar di segmen ini berasal dari kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi yang naik 30,57 persen (yoy) dari Rp 43,52 triliun pada akhir Desember 2015 menjadi Rp 56,83 triliun di Desember 2016.
Pertumbuhan penyaluran kredit turut mengerek nilai aset emiten bersandi BBTN ini. Per akhir tahun lalu, aset Bank BTN tumbuh 24,66 persen (yoy) dari Rp 171,8 triliun menjadi Rp 214,16 triliun. Dengan posisi tersebut, BBTN juga tercatat menjadi bank dengan aset terbesar ke-6 (bank only) di Indonesia.
Sementara itu, rasio kredit bermasalah (non-performing loan /NPL) gross Bank BTN per Desember 2016 berhasil ditekan dari 3,42 persen menjadi 2,84 persen. NPL net pun membaik dari 2,11 persen pada Desember 2015 menjadi 1,85 persen di bulan yang sama di tahun berikutnya.
Selanjutnya, Dana Pihak Ketiga (DPK) BTN tercatat mencapai Rp 160,19 triliun atau naik 25,4 persen (yoy) dibanding akhir tahun lalu yang hanya Rp 127,74 triliun. Sementara, data bank sentral menunjukkan perbankan nasional hanya mencatatkan pertumbuhan DPK per Desember 2016 sebesar 9,5 persen (yoy).
"Dari DPK ini, porsi dana murah naik ke level Rp 50,36 persen. Per Desember 2016, CASA (Dana murah) kita tercatat senilai Rp 80,68 triliun atau naik 29,85 persen dari Rp 62,13 triliun di bulan yang sama tahun sebelumnya," kata Maryono.