Sindiran Wapres JK soal EBT: Buat Apa Pameran Terus Tapi Pengembangan Sangat Lambat
Wapres JK juga mengatakan bukan hanya geothermal saja yang lambat. Puluhan tahun energi terbarukan sudah berkembang tetapi belum ada kemajuan. Sebab itu menurut dia, teknologi bukan masalah karena bisa dikuasai.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyindir pengembangan pembangkit panas bumi di Indonesia yang berjalan lambat. Dia menilai, perkembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk pembangkit listrik di Indonesia cenderung lambat, termasuk panas bumi dengan terpasang saat ini yang baru mencapai 1.948,5 MW. Padahal, sejak 35 tahun lalu, Indonesia telah memiliki pembangkit panas bumi pertama di Indonesia, yakni pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Kamojang.
"Jadi kalau kita bisa mengatakan bahwa walaupun sudah 7 kali pameran, pak Ketua ini kemajuannya lambat sekali. 7 kali bikin pameran, hasilnya baru 2000 MW," kata JK di pameran The 7th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE), Selasa (13/8).
-
Kenapa Ridwan Kamil menemui Jusuf Kalla? “Beliau kan orang pintar ya dan penuh dengan pengalaman, arif, bijaksana. Sehingga saya perlu mendapatkan arahan, wejangannya dari beliau,” sambungnya.
-
Bagaimana Jusuf Kalla menilai dampak dari hukuman terhadap BUMN yang rugi? Kalau suatu kebijakan bisnis, langkah bisnis rugi cuma dua kemungkinannya, dia untung, dan rugi. Kalau semua perusahaan rugi, maka seluruh BUMN karya harus dihukum, ini bahayanya, kalau satu perusahaan rugi harus dihukum, maka semua perusahaan negara harus dihukum, dan itu akan menghancurkan sistem," ujar JK.
-
Bagaimana Jusuf Kalla menilai harga alutsista bekas yang dibeli pemerintah? "Sebetulnya bukan hanya bekas, berapa harga bekas itu? Itu hal yang berbeda. Kalau ini 'kan harganya rata-rata Rp1 triliun satu pesawat, pesawat yang umurnya 25 tahun," kata JK. Ketika orang ingin membeli pesawat, yang diukur ada dua yaitu umur dan jam terbangnya. Khusus umur sangat berpengaruh pada teknologi yang ada di dalam pesawat tersebut.
-
Apa yang diungkapkan Jusuf Kalla mengenai pembelian alutsista bekas? Pemerintah membeli alat utama sistem persenjataan (alutsista) bekas dengan harga murah bukan terjadi saat ini saja. Hal tersebut dinungkapkan langsung Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK) yang pernah berpasangan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Pemerintah Beli Alutsista Bekas Umur 25 Tahun Harganya Rp1 Triliun kata JK dikutip dari Antara, Kamis (11/1) "Saya kira pemerintah 'kan tidak satu kali ini beli bekas (alutsista bekas), tetapi selalu murah. Murah sekali barang bekas itu sebetulnya, apalagi kalau sudah tua,"
Dia juga mengkritik terkait kerja sama EPC antara Geodipa operator panas bumi dan kontraktor. Untuk pembangunan PLTP Dieng Small Scale 10 MW. "Kalau mau tandatangan perjanjian dibuka Wapres dan menteri masa 10 MW dengan asing lagi. Kalau kerja sama dengan pengusaha lokal boleh lah ya 10 MW pakai perjanjian diteken aduh kelewatan itu tidak percaya diri," kata JK.
Dia juga mengatakan bukan hanya geothermal saja yang lambat. Puluhan tahun energi terbarukan sudah berkembang tetapi belum ada kemajuan. Sebab itu menurut dia, teknologi bukan masalah karena bisa dikuasai.
"Karena itu kelambatan ini harus sama-sama diperbaiki prosesnya, Pak Wamen ESDM dengan asosiasi, dengan PLN, duduk, apa masalahnya karena tahun 2025 kita, 5 atau 6 tahun ke depan, kalau selama 35 tahun ini saja baru mencapai 8 ribu MW sedangkan ini jni harus 3 kali lipatnya dalam waktu enam tahun," kata JK.
Jika tidak dicapai kata JK bisa melanggar UU, karena peraturan pemerintah. Sebab itu harus dilaksanakan apalagi kata JK membangun geothermal. "Sehingga hal-hal penting karena itu pemerintah juga menyadari dan menghargai upaya ini. Tapi sekali lagi dari 7 konferensi ini barangkali 4 atau 5 kali yang saya buka tapi hasilnya baru 2 ribu MW selama 35 tahun, jadi sangat lambat sekali," lanjut JK.
Sebab itu JK menyarankan agar berhenti dahulu membuat pameran dan meminta agar fokus ke lapangan. "Kalau konferensi apa sih yang dikonferensikan semua bikin seminar itu itu juga yang dibacakan, apa yang lain? Kalau pengetahuan ini belajar saja dari islandia, Selandia Baru, atau Amerika tentang teknologi, tidak ada yang berat apalagi kalau cuma 10 mega apa susahnya itu," ungkap JK.
(mdk/idr)