Penjelasan Saksi Ahli Polda Jabar soal Ijazah Pegi Setiawan Bisa jadi Alat Bukti
Menurut Agus, dokumen itu masuk dalam alat bukti seperti yang diatur dalam pasal 187 KUHP dan ada beberapa dalam huruf A, huruf B dan huruf C.
Pegi Setiawan dianggap sebagai otak pembunuhan Vina dan Eky.
Penjelasan Saksi Ahli Polda Jabar soal Ijazah Pegi Setiawan Bisa jadi Alat Bukti
Tim Hukum Polda Jabar menghadirkan Ahli pidana dari Universitas Pancasila, Prof Agus Surono sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan praperadilan Pegi Setiawan.
Dalam keterangannya di persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Bandung,
Agus menyatakan surat atau dokumen hingga akun facebook bisa menjadi alat bukti untuk menetapkan tersangka dalam kasus pidana.
Menurut Agus, dokumen itu masuk dalam alat bukti seperti yang diatur dalam pasal 187 KUHP dan ada beberapa dalam huruf A, huruf B dan huruf C.
"Yang paling pas apa yang tadi saudara tanyakan kepada saya itu adalah berkaitan dengan 187 huruf b-nya yaitu surat yang dibuat oleh pejabat yang mempunyai kewenangan, maka apa yang tadi ditanyakan kepada saya masuk dalam kualifikasi 187 huruf b-nya tadi," ujar Agus, Kamis (4/7).
Termohon lalu menanyakan kepada saksi ahli mengenai surat permintaan grasi kepada Presiden dari para terpidana kasus pembunuhan Vina dan Rizky di Cirebon pada 2016. Isinya, para terpidana telah menyadari sepenuhnya perbuatannya salah dan menyesal akibat dari perbuatannya itu.
"Terkait dengan yang surat jawaban dari Presiden yang berisi penolakan itu masuk dalam 187 huruf b-nya tadi tapi kalau yang surat permohonan dari pihak pemohon mengajukan grasi itu adalah masuk dalam kualifikasi huruf c-nya. Intinya, itu tidak masuk dalam kualifikasi yang B, karena surat permohonan yang sifatnya adalah personal pribadi begitu," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Agus mengatakan bahwa penyidik minimal harus memiliki dua alat bukti sebelum menenatapkan sebagai tersangka.
Alat bukti itu secara sederhana teragi dalam tiga kategori. Yakni saksi yang mendengar, mengetahui tentang kejadian suatu peristiwa pidana.
Berikutnya berkaitan keterangan ahli, tentu ini juga bisa dijadikan sebagai satu alat bukti, yaitu mereka yang mempunyai kualifikasi pengetahuan, kompetensi di bidang tertentu.
"Lalu bagaimana dengan alat bukti surat, di pasal 187 KUHP seperti yang sudah saya jelaskan, masing-masing bisa dikualifikasi sebagai alat bukti," kata dia.
"Berkaitan dengan Perma nomor 4 tahun 2016 pasal 2 ayat 2, ketika sudah terpenuhi alat bukti yang tadi saya sampaikan, maka penetapan tersangka secara hukum adalah sah," imbuhnya.
Dalam kasus ini, penyidik Ditreskrimum Polda Jabar mengklaim telah memiliki sejumlah alat bukti berupa surat-surat, keterangan saksi dan ahli serta hasil visum terhadap korban saat menetapkan Pegi Setiawan sebagai tersangka pembunuhan Vina dan Rizky di Cirebon pada 2016.
Keterangan Saksi Ahli dari Pihak Pegi
Sehari sebelumnya, tim kuasa hukum Pegi Setiawan menghadirkan Ahli pidana dari Universitas Jaya Baya Jakarta, Prof Suhandi Cahya.
Salah satu pembahasan yang mengemuka adalah daftar pencarian orang (DPO) tidak bisa direvisi atau dianulir begitu saja.
Diketahui, dalam kasus pembunuhan Vina dan Rizki, Polda Jabar sebelumnya menyatakan ada tiga DPO yakni Pegi, Andi dan Dani. Hanya saya, dua nama terakhir dinyatakan dianulir.
"Siapa yang berhak menetapkan DPO," tanya hakim Eman Sulaeman. "Penyidik," jawab Suhandi.
"Siapa yang berhak menghapus DPO, ada gak yang berhak menganulir atau merevisi," tanya hakim lagi. "Oh, itu tidak bisa," jawab Suhandi.
Menurut Suhandi, status DPO bisa berubah jika orang yang dalam DPO tersebut sudah tertangkap atau meninggalkan dunia.
"Tidak bisa (berubah) kalau gak ada berita acara DPO ditangkap atau meninggal," kata Suhandi.
Hakim kemudian menanyakan jika terjadi kesalahan dalam penetapan DPO. Suhandi menjawab bahwa hal tersebut harus melalui gelar perkara, harus dilaporkan dalam gelar.
Jika dua DPO dikatakan fiktif, maka patut diduga terjadi salah penilaian saat penetapan DPO. "Awal penetapan DPO salah," ujar Suhandi.
Selain itu, tim kuasa hukum Pegi menghadirkan Empat saksi. Mereka ditanya mengenai keberadaan Pegi Setiawan pada 27 Agustus 2016.
Ke empat saksi itu yakni Sumarsono alias Bondol paman Pegi, Dede Kurniawan teman Pegi di Cirebon dari 2015, Agus bersama istrinya pemilik rumah proyek tempat Pegi bekerja di Bandung.
Saksi pertama, Dedi Kurniawan menjelaskan bahwa dirinya mengenal Pegi dan kerap berkomunikasi melalui facebook ketika Pegi bekerja di Bandung tahun 2016. Panggilan Pegi adalah Pegong.
Suharsono pun memberikan keterangan yang apabila dirangkumkan menyebut bahwa Pegi berada di Bandung bekerja sebagai kuli bangunan saat pembunuhan Vina dan Rizki terjadi.
Sementara Agus dan istrinya Riana, pemilik rumah tempat Pegi bekerja sebagai tukang hanya mengaku tahu Pegi, karena dibawa oleh Rudi Irawan, ayah kandungnya bekerja di proyek tersebut.
"Saya tahu, melihat (Pegi Setiawan) bekerja (sebagai kuli pembangunan rumahnya)," kata Riana.