SKK Migas pilih kapal terapung ketimbang pipa gas di Blok Masela
Pemakaian pipa gas di Blok Masela terkendala cekungan di dasar laut atau palung.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mengaku telah melakukan kajian dalam pengembangan Blok Masela, Pulau Aru, Maluku. Hasil kajian tersebut menunjukkan pengembangan infrastruktur blok tersebut lebih efektif menggunakan kapal terapung LNG bukan pipa gas.
Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi mengatakan pemakaian pipa gas di Blok Masela terkendala cekungan di dasar laut atau palung. Selain itu, jarak yang ditempuh dari Blok Masela ke Saumlaki membutuhkan pipa gas sepanjang 150 kilometer (KM).
-
Siapa Rizky Irmansyah? Rizky Irmansyah, sekretaris pribadi atau ajudan Prabowo, menjadi sorotan karena memiliki postur tubuhnya yang tinggi tegap serta kehadirannya yang sering mendampingi kegiatan Prabowo selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
-
Siapa Rizma? Seorang guru SD Negeri 2 Karangmangu, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah bernama Rizma Uldiandari sempat viral pada 2016 lalu.
-
Kapan Ridwan Kamil mencoblos? Hal itu ia sampaikan usai mencoblos surar suara di TPS 45, Jalan Gunung Kencana, Ciumbuleuit, Kota Bandung, Rabu (14/2).
-
Kapan KM Rezki tenggelam? Peristiwa tenggelamnya KM Rezki diperkirakan terjadi sekira pukul 13.25 WITA, Sabtu, 2 Desember 2023.
-
Kapan Ridwan Kamil menyelesaikan kuliahnya? Selanjutnya adalah potret Ridwan Kamil saat menyelesaikan Sarjana S-1 Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung pada tahun 1995.
-
Apa yang dilakukan Ria Ricis di sekolahnya? Ria Ricis baru-baru ini membagikan momen mengajarnya di sekolah sendiri di Instagram.
"Ada dua pilihan kalau pakai pipa. Pertama, pipa dari Masela ke Saumlaki 170 sampai 180 km, di situ ada palung dengan kedalaman yang bervariasi sampai 1.000 meter, lebar 150 km. Pilihan kedua, tidak ada palung, nanti pipa muncul ke kepulauan Aru tapi jarak 600 km," ujar dia di Jakarta, Selasa (23/9).
Apabila menggunakan pipa gas, kata dia, membutuhkan waktu lama lantaran prosesnya sangat panjang seperti pembebasan lahan di darat. Untuk itu, SKK Migas lebih merekomendasikan pengembangan Blok Masela menggunakan kapal terapung LNG.
"Kalau offshore beroperasi di laut. Kalau onshore di darat. Risikonya beda. Non engineering ini yang beda. Di darat aspek pembebasan tanah dan sosial beda dari floating. Kalau pembebasan berlarut-larut beroperasinya akan lebih lama," pungkas dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli meminta Kementerian ESDM untuk mengkaji pembangunan infrastruktur pendukung di Blok Masela, Maluku. Ada dua usulan yang masuk ke pemerintah terkait pembangunan infrastruktur pendukung di blok dengan cadangan gas mencapai 10,7 triliun kaki kubik/TCF.
Usulan yang masuk dari perusahaan migas asal Belanda, Shell yang memberikan masukan untuk membangun floating unit dalam proses angkut gas dari area blok tersebut.
"Teknologi ini memang relatif baru. Shell sudah pernah menerapkannya di negara lain. Di Indonesia yang kedua. Nah pilihan ini harus dibahas secara teliti dan komprehensif supaya menguntungkan Indonesia. Kalau mau bangun floating unit, biayanya bisa mencapai USD 19,3 Miliar USD. Ini mahal," ujar Rizal.
(mdk/idr)