Solusi Ini Ditawarkan dalam Mengelola Dilema Desentralisasi dan Pembangunan Berkelanjutan
Yang mungkin tidak selalu disadari banyak orang adalah bahwa tidak semua hal baik bisa mendukung hal baik lainnya.
Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (DPP UGM) melalui Collaborative Hub for Politics and Policy on Sustainability (CoPPS) menggelar Bulaksumur Roundtable Forum (BRF) di Balai Senat UGM baru-baru ini. BRF menjadi bukti keseriusan DPP UGM dalam mengawal transformasi desentralisasi dalam mengelola dilema pembangunan berkelanjutan.
Dalam pengantar diskusi, Chairperson Bulaksumur Roundtable Forum, Abdul Gaffar Karim menyebut bahwa yang mungkin tidak selalu disadari banyak orang adalah bahwa tidak semua hal baik bisa mendukung hal baik lainnya.
- Pertanyaan tentang Konstipasi yang Perlu Diketahui, Ketahui Solusi untuk Mencegahnya
- Kebijakan Ini Diklaim Jadi Solusi Masalah Tumpang Tindih Lahan Seluas 19,97 Juta Hektare
- Akhirnya, Begini Solusi dari Pemerintah Urai Kemacetan Panjang di Pelabuhan Merak
- Solusi Anies untuk Transisi Energi Batu Bara yang Tidak Menimbulkan Penderitaan Rakyat
"Kadangkala, hal-hal baik bisa saling menjadi dilema," ucap Abdul Gaffar.
Dengan mengelompokkan daerah berdasarkan karakteristik tertentu, kebijakan yang diterapkan dapat lebih spesifik dan efektif. Selain itu, perlu dilakukan review berkala terhadap kebijakan yang ada untuk memastikan kesesuaiannya dengan prinsip sustainability.
"Kita bisa coba mengkombinasikan desentralisasi simetris dan asimetris. Daerah berdasarkan potensi dan kondisi obyektif dikelompokkan dengan indikator tertentu, dan kebijakan desentralisasi diterapkan berdasarkan tipologi daerah,” tambah ahli politik lokal UGM, Prof. Haryanto.
"Bisa juga berupa kolaborasi untuk mendorong kerja sama pusat-daerah dengan dasar saling-percaya," kata Haryanto.
Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), Thomas Umbu Pati dalam diskusi menyatakan bahwa IKN disebut sebagai ‘loncatan peradaban’. Pemerintahan hybrid, kewenangan pemda diserahkan kepada otorita.
"Kebijakan ini diambil untuk mengatasi kontestasi kewenangan antar-lembaga pemerintahan. Otoritas ini perlu diterapkan dengan catatan: akuntabilitas, inklusif, green, resilience, sustainable.”
County Managing Director, Grab Indonesia, Neneng Goenadi menekankan, dalam konteks keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan, transformasi adalah sesuatu yang esensial. Teknologi berkembang cepat sekali, oleh karena itu sangat penting bagi pemerintah dan industri untuk belajar bersama-sama agar kita tetap relevan dengan segala perubahan.
"Dengan perubahan yang sangat dinamis, maka pendekatan normatif menjadi lebih baik daripada preskriptif. Karena peraturan yang terlalu preskriptif dapat menghambat inovasi industri."
Solusi Praktis dan Solusi Teknis
Wakil Ketua Umum Bidang Lingkungan Hidup Kadin, Silverius Oscar Unggul mengatakan, hilirisasi perlu diimbangi dengan huluisasi yang mungkin ini adalah kekuatan Indonesia di masa depan. Regenerasi bahan baku. Hutan dengan meregenerasi penanaman.
Bulaksumur Roundtable Forum kali ini menawarkan solusi praktis dan solusi teknis. Solusi politis, perlu didorong green leadership dan kolaborasi untuk mendorong kerjasama pusat-daerah serta pemerintah, bisnis, dan masyarakat dengan dasar saling-percaya. Solusi teknis dengan pembagian tipologi daerah, untuk mengkombinasikan kebijakan simetris dan asimetris.
“CoPPS memfasilitasi komunikasi multipihak untuk mengelola dilema, dan mengintegrasikan inisiatif keberlanjutan ke dalam lanskap politik dan kebijakan di Indonesia, terutama dalam sektor ekonomi hijau dan biru,” kata Ian Agisti, Program Lead CoPPS.
“Dengan strategi Green Leadership, Bulaksumur Roundtable Forum (BRF) akan menjadi program pembuka,” tambahnya.
Bulaksumur Roundtable Forum akan menjadi program reguler, yang berfokus pada keberlanjutan dan akan menghadirkan high level discussion forum dari berbagai sektor.