Sri Mulyani Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 3,7 persen di 2021, Ini Faktor Pemicunya
Namun capaian tersebut tetap memperhatikan dinamika lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di awal semester kedua tahun ini.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini berada di kisaran 3,7 persen sampai 4,5 persen. Angka tersebut masih bisa ditempuh karena pada semester I-2021 pertumbuhan ekonomi mampu berada di posisi 3,1 persen.
"Pertumbuhan ekonomi semester I mencapai 3,1 persen dan keseluruhan tahun diproyeksikan 3,7 persen-4,5 persen," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (23/8).
-
Apa yang dilakukan Kemenkumham untuk meningkatkan perekonomian Indonesia? Menurut Yasonna, dengan diselenggarakannya Temu Bisnis Tahap VI, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian Indonesia.
-
Bagaimana Rusun Sentra Mulya Jaya membantu penghuninya dalam meningkatkan ekonomi? Jadi memang kita memberikan penyuluhan kepada penghuni yang ada di sini, agar mereka bisa memanfaatkan peluang-peluang dan berusaha untuk menopang ekonomi keluarga nantinya.
-
Di mana Sri Mulyani dilahirkan? Sri Mulyani lahir di Tanjung Karang, Lampung, 26 Agustus 1962.
-
Bagaimana cara Kepala LKPP mendorong UMKK untuk berkontribusi dalam ekonomi Indonesia? Salah satunya dengan memasukan produknya di Katalog Elektronik. Sebagai marketplace terbesar yag dimiliki pemerintah, dengan memasukan produk dalam Katalog Elektronik, maka produk UMKK tersebut akan dilihat oleh 83 Kementerian/Lembaga dan lebih dari 500 Pemerintah Daerah.
-
Apa yang Airlangga Hartarto katakan tentang target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Penerapan ekonomi hijau dalam jangka panjang diproyeksikan dapat menstabilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,22 persen hingga 2045," kata Airlangga di Jakarta, Kamis (4/7).
-
Bagaimana Bank Indonesia memperkuat ketahanan eksternal dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan? "Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal sehingga dapat menjaga stabilitas perekonomian dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tegas dia.
Namun capaian tersebut tetap memperhatikan dinamika lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di awal semester kedua tahun ini. Sebab proses pemulihan ekonomi sebenarnya terjadi baru pada kuartal kedua. "Kuartal kedua kita lihat kondisi negara ini benar-benar bisa pulih hingga tumbuh 7,07 persen," kata dia.
Sedangkan pada kuartal pertama, pemerintah masih menerapkan pembatasan sosial demi menekan angka penyebaran virus selama musim libur natal dan tahun baru 2020. Kebijakan itu pun terus berlanjut hingga bulan Maret 2021.
"Kuartal I recovery kita belum kuat, karena di akhir tahun dalam rangka libur musim natal dan tahun baru kita masih ada PPKM yang berlanjut di Februari-Maret," kata dia.
Sementara itu memasuki semester kedua pemerintah kembali menerapkan PPKM level 4 di sejumlah wilayah penyumbang PDB. Sehingga pertumbuhan di kuartal ketiga ini akan mengalami kontraksi dan mempengaruhi capaian pertumbuhan ekonomi di akhir tahun.
"Namun dilihat kuartal tiga ini nanti ada PPKM, ini pasti akan ada koreksi dan ini lah yang kita hadapi untuk perekonomian nasional. Makanya harus kita jaga juga penyebaran Covid-19," kata dia.
Inflasi
Dari sisi inflasi, pada semester I-2021 masih terjaga rendah di angka 1,33 persen. Sementara beberapa negara di dunia seperti Amerika Serikat tingkat inflasi sudah kembali di angka 5 persen. Dia memperkirakan outlook inflasi di akhir tahun masih tetap terjadi di angka 1,8 persen sampai 2,5 persen.
"Inflasi diproyeksikan meningkat terbatas di semester II seiring dengan kebijakan pembatasan," kata dia.
Terkait nilai tukar Rupiah dinilai masih relatif stabil dengan rata-rata realisasi pada semester I sebesar Rp 14.299. Diperkirakan di akhir tahun masih ada di sekitaran Rp14.200- Rp14.600 per USD.
Selain itu, harga minyak sampai akhir tahun diperkirakan stabil di harga USD 55 - USD 65 per barel. Meskipun harga minyak pada realisasi semester I-2021 mencapai USD 62,5 per barel.
"Harga minyak ini diperkirakan USD 55 - USD 65 per barel, lebih rendah dari capaian di semester satu karena adanya varian delta yang memungkinkan menghambat pemulihan," kata dia.
(mdk/idr)