Strategi Anyar Pemerintah Jokowi Tagih Utang BLBI
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM (Menkopolhukam), Mahfud MD menyoroti beberapa obligor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang masih enggan untuk membayar utangnya kepada negara.
Pemerintah Joko Widodo atau Jokowi terus menagih utang dari obligor BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Beberapa obligor bahkan sudah dipanggil. Ada yang datang secara koorporatif, ada juga yang tidak menanggapi sama sekali.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM (Menkopolhukam), Mahfud MD menyoroti beberapa obligor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang masih enggan untuk membayar utangnya kepada negara. Padahal, pemerintah disebutnya sudah mau berbaik hati untuk memperkecil nilai utang mereka kepada negara pada saat masa krisis moneter 1997-1998.
-
Siapa Mutiara Baswedan? Mutiara Annisa Baswedan lahir pada 3 Juni 1997. Kini, gadis kecil dalam foto di atas pun sudah tumbuh dewasa. Menjadi anak pertama dan perempuan satu-satunya, Mutiara juga sangat dekat dengan sang ayah.
-
Kenapa BRI mendukung UMKM? Koordinator Rumah BUMN BRI Yogyakarta S. Condro Rini (34) sangat menyadari bahwa UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, mendorong pelaku UMKM untuk terus maju dan berkembang salah satunya lewat Rumah BUMN, merupakan pekerjaan besar dan mulia.
-
Kapan Ghea Indrawari berencana menikah? "Fun fact, dari aku kecil, aku bilang ke teman-teman aku paling cepat nikah umur 30,"
-
Kapan Alun-alun Puspa Wangi Indramayu diresmikan? Sebelumnya alun-alun ini diresmikan pada Jumat (9/2) lalu, setelah direnovasi sejak 19 Mei 2021.
-
Kapan Kurniawan Dwi Yulianto lahir? Kelahiran Kurniawan Dwi Yulianto 13 Juli 1976
-
Kapan Mutiara Baswedan menyelesaikan pendidikannya? Tahun 2020 lalu, Mutiara pun akhirnya lulus dan diwisuda. Meskipun saat itu wisuda dilakukan secara daring, hal ini tak membuat kebahagiaan keluarga ini berkurang. Dalam potret ini, Anies pun tampak bangga dan mencium pipi putrinya yang akhirnya menyelesaikan pendidikannya.
Mahfud lantas menceritakan proses pemberian pinjaman kepada para pengutang BLBI, yang secara hak tagih nilainya sudah disesuaikan dengan situasi saat itu.
"Mereka diberi pinjaman kepada negara, utang kepada negara, negara mengeluarkan publikasi utang ke Bank Indonesia, kemudian diberikan kepada mereka. Mereka membayarnya jauh lebih murah, karena disesuaikan dengan situasi saat itu," ujarnya dalam sesi teleconference, Selasa (21/9).
Dia memberi contoh, salah seorang obligor BLBI yang punya utang Rp58 triliun kemudian hanya perlu membayar 17 persen dari jumlah itu. Karena nilai utang yang disandangnya telah disesuaikan dengan kondisi pada saat waktu meminjam.
"Menilai hak utang yang kami bayari, hartamu berapa, kita itung dalam bentuk pengakuan serahkan kepada negara. Sekarang sudah begitu masa masih mau ngemplang," katanya.
Meski demikian, pemerintah tak berhenti untuk menagih utang ke obligor BLBI. Beberapa langkah ditetapkan pemerintah. Berikut uraiannya:
Sita dan Cairkan Aset Obligor
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan telah melakukan penagihan utang dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada obligor PT Bank Umum Nasional (BUN), Kaharudin Ongko senilai Rp7,83 triliun. Pada tanggal 20 September 2021 lalu, Satgas Penagihan Hak Negara telah menyita sejumlah aset dan pencairan harta kekayaan.
"Tim Satgas pada 20 September melakukan penyitaan dan mencairkan harta kekayaan yang bersangkutan dalam bentuk akun di salah satu bank swasta nasional," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jakarta, Selasa (21/9).
Hasil pencairan dana dari bank swasta tersebut, Satgas mencairkan dana sebesar Rp664 juta. Satgas juga mencairkan dana berupa aset dolar sebesar USD 7.637.605 atau setara Rp109,5 miliar. Semua dana sitaan tersebut telah masuk dalam rekening kas negara.
"Akun yang kita sita ini untuk masuk kas negara, hasil sitaan ini sudah masuk di tangan negara sejak kemarin sore," kata Sri Mulyani.
Selain pencairan aset berupa dana, hari ini Satgas juga akan melakukan penagihan dengan mengeksekusi barang yang dijadikan jaminan obligor.
"Hari ini panitia akan melakukan penagihan dengan eksekusi barang jaminan yang selama ini diserahkan Kaharudin Ongko," kata dia.
Beberapa aset sudah diamankan Satgas yang mendapatkan dukungan dari kejaksaan dan kepolisian. Atas bantuan tersebut kata Sri Mulyani Satgas bisa lebih mudah dalam melakukan pelacakan aset dari para akun-akun obligor dan debitur.
Cara yang sama juga akan terus dilakukan Satgas untuk melakukan penagihan kepada para obligor atau debitur dana BLBI yang lainnya. "Kita kan terus menjalankan langkah-langkah lain untuk penagihan hak negara," kata dia.
Larang ke Luar Negeri
Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI mengeluarkan surat penagihan paksa dan pencegahan keluar negeri kepada Kaharudin Ongko sebagai obligor dari PT Bank Umum Nasional (BUN). Surat tersebut diterbitkan dalam rangka menagih utang Dana BLBI sebesar Rp7,83 triliun.
"Terhadap debitur tersebut (Kaharudin Ongko) dilakukan surat paksa dan pencegahan bepergian keluar negeri," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di kantor Kementerian Politik, Hukum dan HAM, Jakarta, Selasa (21/9).
Selain itu, Satgas BLBI juga melakukan penyitaan terhadap sejumlah aset yang dijaminkan Kaharudin Ongko ketika menandatangani perjanjian pada 18 Desember 1998. Semua aset tetap dan bergerak yang dijaminkan kala itu diambil untuk disita.
"Melakukan eksekusi pada jaminan untuk aset tetap dan aset bergerak sesuai dengan perjanjian MRNIA tanggal 18 Desember 1998," kata dia.
Sebenarnya, kata Sri Mulyani, pemerintah telah melakukan penagihan utang sejak tahun 2008. Namun obligor dianggap tidak kooperatif dan akhirnya terpaksa dilakukan upaya paksa penagihan.
"Kita melakukan penagihan utang yang telah diserahkan dan diurus Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) ini sejak 2008," kata dia.
Sebelumnya, Satgas BLBI telah melakukan pemanggilan kepada Kaharudin Ongko pada 9 September 2021. Agenda pemanggilan Kaharudin Ongko yakni untuk menyelesaikan total tagihan utang senilai Rp8,2 triliun. Terdiri dari Rp7,82 triliun dalam rangka PKPS Bank Umum Nasional, dan Rp 359,43 miliar dalam rangka PKPS Bank Arya Panduarta.
Hingga pemanggilan kedua, Kaharudin belum tampak memenuhi undangan Satgas BLBI sehingga harus dipublikasikan lewat media massa.
Buru Anak Cucu Pewaris
Tim Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau Satgas BLBI, menegaskan akan terus memburu hak tagih utang BLBI hingga ke ahli waris para obligor/debitur.
Ketua Satgas BLBI, Rionald Silaban menyatakan, pihaknya akan terus mengejar orang-orang yang telah diwarisi utang kepada negara tersebut hingga ke luar negeri.
"Untuk yang sudah meninggal, Panitia Urusan Piutang Negara bisa mengejar ahli warisnya. Kemudian, kita akan terus, kalau perlu menggugat di tempat-tempat tidak harus di Indonesia. Itu akan kita lakukan," ujarnya dalam sesi teleconference, Selasa (21/9).
Sebagai catatan, memang ada obligor BLBI yang kini tercatat telah meninggal dunia, seperti Aldo Brasali dari Bank Orient.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, jika tim Satgas BLBI akan terus mengejar utang senilai Rp 110,45 triliun hingga ke para keturunan pihak pengutang.
"Saya akan terus meminta kepada tim untuk menghubungi semua obligor ini. Termasuk kepada para turunannya, karena barangkali ada mereka yang sekarang usahanya diteruskan oleh para keturunannya," ujar Sri Mulyani.
"Jadi kita akan bernegosiasi atau berhubungan dengan mereka untuk mendapatkan kembali hak negara," tegas dia.
Menurut dia, langkah penagihan utang BLBI ke depan akan jauh lebih sulit. Sri Mulyani mengutip apa yang sempat dikatakan Menko Polhukam Mahfud MD, bahwa aset eks BLBI saat ini ada yang berlokasi di luar negeri seperti Singapura.
"Seperti yang dikatakan Wakil Ketua Jaksa Agung, kita mungkin akan berhadapan dengan aset-aset yang berada di luar negeri, yang juridiksi dan sistem hukumnya akan berbeda. Pasti membutuhkan proses hukum yang lebih kompleks," tuturnya.
Terapkan Bunga Khusus
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penagihan utang kepada obligor dan debitur dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tahun 1998 akan menggunakan suku bunga tertentu. Hal ini dilakukan berdasarkan keputusan dari Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAMDATUN).
"Jamdatun menyampaikan bahwa praktik di dalam penagihan digunakan dalam suku bunga tertentu," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantor Kementerian Politik, Hukum dan HAM, Jakarta, Selasa (21/9).
Sri Mulyani melanjutkan, JAMDATUN memandang perhitungan utang kepada negara dilakukan pada rentang waktu 1999-2000. Sementara peristiwa tersebut terjadi pada 20 tahun lalu, sehingga akan berdampak pada bunga dari pinjaman.
"Jamdatun mengatakan, penilaian itu pada tahun 1999-2000, dan itu sudah 20 tahun dan ada implikasi pada bunganya," kata dia.
Sehingga jalan tengah yang diambil dengan menggunakan bunga tertentu. Sebab bila tidak dilakukan akan menyebabkan kerugian pada negara. "Kalau itu tidak dilakukan nanti kita dianggap melakukan kerugian negara," kata dia.
Di sisi lain, pemerintah secara terbuka kepada para obligor dan debitur untuk menyampaikan rencana pelunasan utang. Pihaknya terbuka untuk melakukan negosiasi dalam penyelesaian utang.
"Kita akan melihat dari sisi negosiasi yang mereka sampaikan untuk memenuhi kewajiban," kata dia.
Satgas BLBI akan melihat proposal yang diajukan dan melakukan penilaian atas usulan tersebut. Untuk itu dia meminta agar obligor dan debitur bisa memberikan proposal yang beritikad baik untuk melunasi utang.
"Makanya ini Satgas akan melihat proposal tersebut. Apakah kredibel, apakah sesuai. Kalau nilai kewajibannya sampai triliunan dan bayarnya mungkin sangat kecil, mungkin perlu untuk diperkuat lagi proposal terhadap niat baik pencapaian itu," papar Sri Mulyani.
"Tetap kita mencoba menjaga sesuai dengan hak tagih negara," imbuhnya.
(mdk/idr)