Ternyata Ini Biang Kerok Industri Keramik di Indonesia Hampir Mati Suri
Permasalahan itu bermula ketika harga gas mulai naik pada tahun 2015.
Permasalahan itu bermula ketika harga gas mulai naik pada tahun 2015.
- Menperin Kirim Surat ke Prabowo, Minta Segera Sahkan Aturan Baru Gas Bumi untuk Domestik
- Gas Bumi Perdana Disalurkan ke Produsen Kaca di Kawasan Industri Terpadu Batang, Segini Besarannya
- Banjir Produk Impor, Tujuh Perusahaan Keramik Ini Bangkrut
- Harga Gas Murah Belum Terserap 100 Persen, SKK Migas Bongkar Penyebabnya
Ternyata Ini Biang Kerok Industri Keramik di Indonesia Hampir Mati Suri
Industri keramik Tanah Air tengah lesu. Ketua Tim Kerja Pembina Industri Keramik dan Kaca, Kementerian Perindustrian, Syahdi Hanafi mengungkapkan permasalahan mengenai kinerja industri keramik ini memang sudah berlangsung lama.
Permasalahan itu bermula ketika harga gas mulai naik pada tahun 2015. Kenaikan harga gas tersebut membuat kinerja industri keramik menurun, bahkan daya saingnya pun rendah.
"Jadi, mulai parahnya itu kenapa industri keramik kita turun drop karena ada kenaikan harga gas," kata Syahdi dalam Diskusi INDEF terkait Menguji Rencana Kebijakan BMAD Terhadap Keramik, di Jakarta, Selasa (16/7).
Padahal, kata Syahdi industri keramik Indonesia sempat berjaya sebelum tahun 2015.
"Sebelum 2015 kita jaya, daya saing kita tinggi bahkan utilisasi 90 persen, setelah itu naik mulai turun drop daya saing kita rendah kalah bersaing harga," tutur Syahdi.
merdeka.com
Tak hanya itu, masuknya impor keramik juga berkontribusi membuat produk dalam negeri semakin kalah saing. Mengingat harga keramik impor jauh lebih murah.
"Diperparah dengan impor masuk yang murah, di Indonesia konsumennya masih concern terhadap harga," kata Syahdi.
Akhirnya pada tahun 2016 Kementerian Perindustrian mulai mendorong penerapan hambatan perdagangan internasional melalui trade remedies, seperti pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), serta Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk menjaga industri keramik dalam negeri.
"Dengan BMAD, terkait dengan ubin keramik ini sebenarnya sudah cukup lama memiliki permasalahan yang berat dan jadi trade remedies yang dikenakan itu mulai tahun 2016 kita mulai mengajukannya karena sudah suffer (menderita)," pungkasnya.
Untuk itu, pemerintah berencana mengenakan tarif bea masuk untuk impor produk keramik. Rencana penerapan kebijakan BMAD terhadap keramik ini pun telah menjadi perhatian publik dalam beberapa waktu terakhir.
Berikut kronologi pengenaan trade remedies impor ubin keramik:
1. 26 Maret 2018
Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) mewakili 5 IDN: PT Arwanan Citramulia Tbk, PT Muliakeramik Indahraya, PT Jui Shin Indonesia, PT Asri Pancawarna dan PT Angse Daya mengajukan permohonan penyelidikan tindakan pengemenan (safeguard) atas impor ubin keramik kepada KPPI.
2. 19 September 2018
Menteri Keuangan menetapkan PMK Nomor 119/PMK.010/2018 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atas impor ubin keramik selama 3 tahun dengan besaran tarif: Tahun Pertama 23 persen, Tahun Kedua 21 persen, Tahun Ketiga 19 persen.
3. 8 November 2021
Menteri Keuangan menetapkan PMK Nomor 156/PMK.010/2021 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atas impor ubin keramik selama 3 tahun (berakhir November 2024), dengan besaran tarif: Tahun Pertama 1 persen, Tahun Kedua 15 persen, Tahun Ketiga 13 persen.
"Dalam perjalanannya ternyata impor masih tetap masuk dan berjalan, kemudian diperpanjang lagi di 2021, 3 tahun lagi 2024 berakhirnya," kata Syahdi.
4. 15 Maret 2023
Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) memulai penyelidikan anti dumping atas impor ubin keramik asal China berdasarkan permohonan ASAKI yang mewakili 3 IDN: PT Jui Shin Indonesia, PT Satyaraya Keramindo Indah dan PT Angsa Daya (total pangsa 26 persen). Periode penyelidikan kerugian: 1 Juli 2019 - 30 Juni 2022.
5. 8 Mei 2024
KADI menerbitkan Laporan Data Utama Penyelidikan Antidumping, dengan hasil sementara penjualan dan kapasitas mengalami peningkatan.
Namun IDN Pemohon mengalami kerugian karena harga DN turun sedangkan HPP meningkat.
Selain itu persediaan juga terus bertambah.
KADI menyelenggarakan public hearing.
7. Juli 2024
KADI menerbitkan Laporan Penyelidikan, Akhir dengan rekomendasi pengenaan BMAD selama 5 tahun dan besaran tarif antara 100,12 persen - 199,88 persen.
8. 3 Juli 2024
Mendag menyampaikan Surat Permintaan Pertimbangan tanggal 3 Juli 2024. Batas waktu penyampaian pertimbangan Menperin adalah 22 Juli 2024.
Mulai 2018 itu Kementerian Perindustrian mulai memasukkan safe guard terlebih dahulu.
Lalu 2019 keluar PMK terkait bea masuk tindakan pengamanan selama 3 tahun dengan besaran tarif untuk tahun pertama sebesar 23 persen kemudian turun di tahun kedua 21 persen, dan tahun ketiga 19 persen.